TintaSiyasi.id -- Seandainya data tanah negara yang terlantar atau tidak produktif dipublikasikan secara transparan oleh berbagai kementerian dan lembaga yang saat ini menguasai dan mengelola aset tanah negara, maka data dan informasi itu akan menjadi tonggak awal dalam membuat kebijakan pembangunan tiga juta rumah.
Selama ini tanah negara menjadi informasi yang ekslusif atau hanya diketahui oleh segelintir orang yakni oknum pemerintahan, politisi, dan para spekulan. Tanah-tanah tersebut banyak yang diduduki oknum secara ilegal karena tidak diurus dengan benar oleh negara dan oleh kementerian dan lembaga yang terkait, ada juga yang disewakan, ada yang beralih kepemilikan ke individu dan perusahaan secara tidak sah. Intinya banyak tanah negara menjadi obyek spekulasi dan korupsi.
Akibatnya tanah negara tersebut antara ada dan tiada. Padahal jika mau bangun rumah tiga juta, tanahnya di mana?
Demikian pertanyaan yang muncul. Karena kalau dikuantitatifkan sebesar 75 persen masalah pembangunan tiga juta rumah terutama di perkotaan adalah masalah pertanahan. Sisanya adalah masalah pendanaan, pembiayaan, pajak, retribusi, perizinan, dan lainnya.
Untuk memastikan ketersediaan tanah atau lahan Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) memerlukan dukungan berbagai kementerian dan lembaga yang terkait agar tanah segera tersedia dengan cepat. Jika tanah tersedia di tempat-tempat strategis sesuai kebutuhan pembangunan rumah untuk masyarakat berpendapatan rendah, maka rumah dapat segera dibangun.
Cara paling sederhana memastikan ketersediaan tanah adalah dengan digitalisasi dan transparansi tanah-tanah negara seluruhnya terutama di kota kota besar. Selama ini tanah milik negara menjadi permainan oknum di kementerian dan lembaga dikarenakan datanya tidak terbuka dan transparan.
Kementerian PKP sendiri sudah bekerja 24 jam untuk mengusahakan bagaimana tanah negara dapat disediakan untuk program tiga juta rumah. Sehingga pembangunan rumah terutama di kota besar seperti jakarta menjadi murah dan dapat dijangkau oleh MBR. Hal ini dikarenakan biaya tersebar pembangunan rumah di perkotaan berasal dari harga tanah yang selangit. Target kementerian PKP adalah membuat semua kementerian dan lembaga yang menguasai tanah negara segera mentransparankannya secara terintegrasi dengan dashboard data digital yang saat ini tengah dibangun kementerian PKP.
Tanah-tanah yang menjadi incaran Menteri Maruarar Sirait untuk ditransparansikan melalui digitalisasi dashboard PKP adalah tanah milik BUMN yang terlantar, tanah yang saat ini dikuasai Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, tanah yang dikuasai Sekretariat Negara (Setneg), tanah sitaan korupsi seperti sitaan kejaksaan dan KPK, tanah sitaan korupsi BLBI. Bukan hanya itu sekarang Menteri PKP sedang mengusahakan agar lembaga pemasyarakatan atau penjara yang berada di lokasi strategis di kota besar dapat direkolasi.
Dengan transparansi dan digitalisasi tanah-tanah tersebut maka pemerintah, perbankkan, pengembang dan konsumen dapat melihat dan memilih di mana tiga juta rumah akan dibangun. Pilihan konsumen dan pengembang sesuai segmentasi rumah subsidi MBR yang ditetapkan kementerian PKP, yakni rumah bagi buruh, guru, pekerja imigran, wartawan, masyarakat non fix income dan lain sebagainya. Transparansi dan digitalisasi adalah kunci. Semua itu adalah tugas negara. []
Oleh: Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia