Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sistem Islam Menjamin Terpenuhi Kebutuhan Rumah yang Layak

Senin, 12 Mei 2025 | 05:45 WIB Last Updated 2025-05-11T22:45:29Z

TintaSiyasi.id -- Rumah yang tidak layak masih banyak ditemui di negeri ini. Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan sebanyak 26,9 juta rumah di Indonesia masuk katagori tidak layak huni akibat kemiskinan ekstrem (Beritasatu.com, 25/4/2025). Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Priyono menegaskan pentingnya sinergi lintas kementerian dalam upaya mengentaskan kemiskinan ekstrem. Salah satunya melalui program perumahan yang tepat sasaran. 

Masalah ketersediaan rumah layak huni merupakan persoalan yang semakin akut di tengah pertumbuhan urbanisasi dan kesenjangan ekonomi yang tajam saat ini. Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia namun juga menimpa negara maju. Tidak hanya di wilayah kota tetapi juga terjadi di desa. Masih banyak rumah yang dihuni dipinggiran rel kereta api dan dipinggir sungai. 

Hal ini disebabkan karena kesenjangan ekonomi dalam sistem kapitalisme hari ini semakin hari semakin terasa. Kapitalisme berhasil menciptakan jurang pemisah yang sangat dalam antara orang yang kaya dan orang miskin. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Walhasil, kemiskinan ekstrem berdampak pada masyarakat tidak memiliki rumah layak huni. 

Apalagi harga tanah dan material bangunan yang setiap tahun mengalami kenaikan. Akibatnya banyak yang tinggal di tempat hunian yang tidak layak bahkan mengancam jiwa. Alih-alih menyelesaikan persoalan mendasar ini, kapitalisme justru memperparahnya dengan menjadikan rumah sebagai komoditas, bukan kebutuhan dasar manusia. Akses hunian hari ini sangat ditentukan oleh daya beli. 

Namun di sisi lain, banyak properti dibiarkan kosong demi spekulasi harga, sementara keluarga miskin harus tinggal di permukiman kumuh yang jauh dari kata layak bahkan menjadi tunawisma. Pemerintah di berbagai negara kapitalis mencoba memberikan solusi melalui program rumah subsidi, namun program tersebut sering kali terbatas jumlahnya, lambat realisasinya, dan masih bergantung pada mekanisme pasar. Proyek properti dibangun bukan secara cuma-cuma untuk diberikan kepada masyarakat yang tidak mempunyai hunian, proyek perumahan lagi-lagi dijual dan yang mampu membeli hanyalah masyarakat yang mempunyai uang. Mereka yang memiliki uang akan mendapatkan hunian terbaik, sementara masyarakat miskin mau tidak mau harus menikmati tempat tinggal yang sempit, kumuh dan tidak layak dihuni. 

Di sisi lain, sistem bunga dalam pembiayaan rumah (KPR) justru menjebak masyarakat dalam utang riba jangka panjang yang menyengsarakan. Korporasi mengendalikan pembangunan perumahan untuk rakyat dengan tujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Inilah yang menyebabkan harga rumah mahal. Sementara negara hanya bertindak sebagai regulator yang lepas tanggung jawab dalam menjamin kebutuhan perumahan rakyatnya.

Lantas, apakah sistem kapitalis benar-benar mampu dan berniat menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya? Ataukah sistem ini sejak awal dirancang untuk berpihak pada pemilik modal dan mengabaikan keadilan sosial?

Sistem Islam (khilafah) akan menjamin setiap warga negaranya mendapatkan jaminan kesejahteraan. Selain tercukupinya sandang dan pangan, Islam menetapkan bahwa negara bertanggung jawab secara langsung atas pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu baik makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal. Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengurus rakyatnya, dan ia bertanggung jawab atas mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Negara khilafah akan menjamin terciptanya lapangan pekerjaan dan gaji yang layak bagi masyarakat agar mampu mensejahterakan mereka untuk menjamin kebutuhan baik sandang, pangan maupun papan. Warga negara yang tidak mampu bekerja karena keterbatasan fisik dan mental akan menjadi tanggungan negara. Khilafah dengan tata kelolanya sesuai standar hukum syarak menjamin perumahan yang tercipta jauh dari pencemaran limbah, sampah, dan zat-zat lainnya yang membahayakan jiwa.

Regulasi Islam dan kebijakan khalifah juga akan lebih memudahkan seseorang memiliki rumah. Salah satunya adalah aturan terkait tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, maka negara berhak memberikannya kepada orang lain, termasuk untuk pendirian rumah. Islam mengatur distribusi tanah secara adil dan melarang penelantaran serta monopoli tanah oleh individu atau korporasi. Prinsip ini secara otomatis mencegah terjadinya konsentrasi kepemilikan yang timpang sebagaimana lazim terjadi dalam kapitalisme.

Sistem khilafah menjadikan rumah bukan sekadar komoditas, tetapi hak yang harus dijamin oleh negara. Tidak ada tempat bagi spekulasi atau eksploitasi dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini. Negara berfungsi sebagai pelayan rakyat, bukan pelindung kepentingan korporasi.

Khilafah akan mengelola sumber daya alam dan kepemilikan umum secara langsung, lalu hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan rakyat dalam bentuk pelayanan publik, termasuk penyediaan hunian. Pembiayaannya berasal dari pos Baitul Mal seperti hasil pengelolaan sumber daya alam, zakat, fai’, kharaj, dan jizyah digunakan untuk membangun rumah bagi rakyat miskin, membantu mereka yang tidak memiliki hunian, atau menyediakan layanan pembiayaan tanpa riba, bukan diserahkan kepada korporasi atau pihak swasta yang mencari untung semata.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Hilda Handayani
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update