TintaSiyasi.id -- Setiap tanggal 1 mei yang diperingati sebagai hari buruh internasional atau May Day menjadi wadah bagi para buruh untuk menyuarakan berbagai aspirasi mereka dalam persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Aksi tersebut bertempat dikawasan Monumen Nasional, Gambir, Jakarta pusat dan dihadiri oleh berbagai konfederasi buruh dan pekerja. Isu yang dibawa dalam perayaan May Day adalah menghapus sistem outsourcing, pembentukan satuan tugas pemutusan hubungan kerja (satgas PHK), upah yang layak, dan perlindungan buruh dengan mengesahkan RUU Ketenagakerjaan yang baru, yaitu perlindungan hak pekerja rumah tangga melalui pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Berikutnya, pemberantasan korupsi melalui RUU Perampasan Aset. (Tempo.co, 01/05/2025)
Jika melihat dari beberapa tuntutan di atas, dapat kita ketahui bahwasanya persoalan yang dirasakan para pekerja dan buruh tidak kunjung usai dari tahun ke tahun dan masalah yang dirasakan cenderung masih sama saja dengan tahun tahun sebelumnya. Lantas bagaimana sebenarnya kondisi nyata yang dirasakan oleh para buruh dan pekerja saat ini?
Realitas para Buruh dan Pekerja
Adanya berbagai tuntutan di atas tidak lepas dari kondisi para pekerja maupun para buruh saat ini yang semakin terpuruk, dikutip dari CNBCIndonesia.com (02/05/2025), berikut beberapa kondisi buuh di Indonesia saat ini diantaranya yaitu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lebih dari 18.000 orang. Berdasarkan Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat jumlah tenaga kerja yang terkena PHK di Indonesia per Februari di tahun 2025 telah mencapai 18.610 orang. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga mencatat terdapat 37 perusahaan yang sudah melakukan PHK dalam bulan Januari - Februari 2025 dengan jumlah 44.069 buruh yang tidak dibayar pesangon dan THR-nya oleh perusahaan tersebut.
Adanya outsourcing, juga menjadi salah satu permasalahan bagi para pekerja maupun buruh, yang juga telah mereka suarakan kepada presiden Prabowo pada aksi hari buruh kemarin. Adanya outsourcing memungkinkan perusahaan tidak perlu memikirkan banyak hal administratif seperti gaji, tunjangan, asuransi, atau pesangon pekerja, karena semua itu menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. Selain itu, outsourcing juga perusahaan dapat merekrut sesuai kebutuhan tanpa harus memberikan jaminan kerja jangka panjang. Bagi kalangan buruh, outsourcing adalah bentuk pemiskinan struktural. Karena, tuntutan penghapusan sistem outsourcing selalu menjadi salah satu poin utama dalam setiap peringatan Hari Buruh. Buruh menilai sistem ini membuat para buruh memiliki gaji rendah, dan ketidakpastian kerja serta tanpa jaminan sosial yang layak, dan mudah dipecat kapanpun. Dalam May Day 2025, suara-suara itu kembali disampaikan.
Kondisi yang kompleks dari para pekerja dan buruh tersebut yang telah mereka suarakan pada peringatan hari buruh tersebut, telah direspon langsung oleh presiden Prabowo Subianto dengan memberikan komitmennya dihadapan para peserta aksi diantaranya yaitu : Janji Tarik Aset Negara yang dikorupsi, Janji Hapus Kemiskinan, Bakal Hapus Outsorcing, Rencana Bahas UUPPRT Pekan Depan, Bikin Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK. Lantas akankah janji tersebut memungkinkan untuk direalisasikan dan melepaskan para buruh dan pekerja dari jerat kemiskinan?
Akar Masalah Persoalan Buruh
Jika kita melihat realitas yang terjadi akan kita ketahui bahwa akar persoalan ini lahir dari sistem kapitalisme, meskipun presiden RI telah berkomitmen akan menarik aset negara yang telah dikorupsi dan menghapus kemiskinan, pada kenyataannya korupsi di negara ini tidak akan dapat diberantas tanpa adanya hukuman yang tegas oleh negara, karena hukuman dalam sistem kapitalisme dapat dengan mudah dilonggarkan karena meniscayakan adanya suap dan kemiskinan akan selalu terjadi pada masyarakat kita disebabkan pelaku koruspsi semakin subur dan terpelihara, serta sistem ekonomi kapitalis yang membolehkan sumber daya alam negara dikuasai dan dikelola oleh asing maupun perusahaan swasta, bukan negara yang seharusnya yang mengelola sumber daya alam dan dikembalikan kepada rakyat. Begitupula dengan janji penghapusan outsourcing bukan perkara mudah karena kondisi perekonomian global tengah mengalami tekanan berat akibat perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif impor baru dari Presiden AS Donald Trump. Hal ini berdampak pada rantai pasok global dan menurunnya permintaan ekspor dalam situasi ini, perusahaan-perusahaan disinyalir akan semakin mengandalkan sistem kerja fleksibel seperti outsourcing untuk bertahan.
Begitupula dengan janji-janji yang lainnya akan sulit untuk direalisasikan karena pemimpin dalam kapitalisme banyak berpihak pada pengusaha besar, disahkannya UUPRRT masih akan dibahas bersama DPR yang mana akan banyak pertimbangan untung rugi bagi negara maupun pengusaha begitupun pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional yang akan dibentuk oleh Presiden Prabowo karena penguasa dalam sistem Kapitalisme hanya akan berpihak kepada para pemilik modal atau para penguasaha yang selama ini menjadi backingan mereka pada saat kampanye, adanya satgas maupun dewan-dewan tersebut hanya akan menjadi formalitas negara dalam meredam kemarahan rakyat, seakan negara sudah melakukan yang terbaik untuk kesejahteraan rakyat.
Persoalan buruh akan terus ada selama dunia masih menerapkan kapitalisme yang menganggap buruh hanya sebagai faktor produksi, yang mana spirit perusahaan adalah meminimalkam biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja, pada saat yang sama tidak ada jaminan dari negara karena negara hanya berperan sebagai regulator saja. Perusahaanpun minim dalam memberikan kesejahteraan pada buruh hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan yang tidak memberikan hak buruh, memberi upah tidak sesuai UMR, tidak ada THR dan mudah memcat buruh, namun buruh tidak dapat berbuat apapun, karena jika resign belum tentu mendapatkan jaminan akan mendapatkan pekerjaan ditempat lain.
Sistem Islam Membawa para Buruh pada Kesejahteraan
Islam menegaskan bahwa buruh berhak sejahtera. Hal ini tecermin dalam perintah syariat untuk menyegerakan pemberian upah buruh. Rasulullah Saw. bersabda, “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah).
Berikut mekanisme negara dengan menggunakan sistem Islam dalam menyejahterakan para buruh atau pekerja:
Pertama. Negara membangun industri strategis dengan pengaturan kepemilikannya, industri tersebut diantaranya yaitu pengilangan minyak, pengelolaan tambang dan lain-lain yang memungkinkan negara membangun lapangan kerja seluas-luasnya untuk warga negara Daulah itu sendiri.
Kedua. Negara memberikan modal atau insentif untuk rakyat agar bisa memulai usahanya, negara juga menyediakan fasilitas berupa pelatihan dan keterampilan agar mereka dapat bekerja
Ketiga. menetapkan standar gaji buruh sesuai ketentuan Islam yaitu berdasarkan manfaat tenaga yang diberikan oleh buruh, bukan biaya hidup terendah, dengan begitu tidak akan ada eksploitasi buruh oleh majikan
Keempat. jika terjadi perselisihan antara pekerja dan majikan dalam menetapkan upah, maka masing-masing dari pekerja maupun majikan menunjuk seorang pakar yang dipilih untuk menentukan upah yang sesuai bagi keduanya, dan jika belum ada kesepakatan juga, maka negaralah yang akan menunjuk seorang pakar dalam menentukan upah dan keputusan seorang pakar tersebut memaksa keduanya untuk sepakat.
Demikianlah pengaturan atau mekanisme yang dilakukan oleh negara dengan sistem Islam yang berbeda dengan sistem kapitalisme bahkan tidak mungkin untuk terlaksana dalam sistem kapitalisme, karena Islam memiliki sudut pandang yang berbeda dengan sistem kapitalisme, tidak hanya buruh yang diperhatikan kesejahteraannya, namun begitupula dengan pengusaha juga merasakan kesejahteraan dalam Islam, karena pengusaha maupun buruh dipandang sebagai warga daulah yang wajib dijamin pendidikan, kesehatan dan keamanannya secara gratis oleh negara. Sehingga baik pekerja maupun pengusaha merasakan kesejahteraan didalamnya. Wallahu a’lam. []
Lailatul Hidayah
Aktivis Muslimah