Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

PHTC Solusi Pragmatis, Wujud Nyata Pemerintah Populis

Rabu, 14 Mei 2025 | 19:22 WIB Last Updated 2025-05-14T12:23:08Z
TintaSiyasi.id -- Presiden Prabowo Subianto kembali melakukan gebrakan terbaru yang diluncurkan pada saat pertemuan di SDN Cimahpar 5, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 (Tempo.co, 2/5/2025).

Melansir dari Metro TV (2/5/2025), Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang siap untuk diluncurkan berupa revitalisasi 10.440 sekolah, digitalisasi pendidikan melalui smart board, bantuan kuliah untuk guru, dan bantuan untuk guru honorer.

Jika melihat realitas pendidikan di negara ini, memang terbilang sangat memprihatinkan dengan segala permasalahan kompleks yang mendera. Mulai dari banyaknya sarana dan prasarana yang tidak memadai serta tidak layak digunakan, hingga upah untuk tenaga pendidik yang terkategori rendah, terlebih bagi guru honorer. 

Dengan adanya program terbaru yang diluncurkan khusus untuk bidang pendidikan, tentu membawa angin segar bagi masyarakat, terkhusus bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Namun, jika ditinjau dari aspek ekonomi, tampak jelas bahwa program-program tersebut tentu membutuhkan anggaran yang besar untuk merealisasikannya. Sedangkan diketahui, anggaran negara hanya bergantung pada pajak, APBN, APBD, hingga utang negara. Lantas, apakah program yang ditawarkan efektif untuk diterapkan?

Realitas Pendidikan Kapitalisme

Kualitas pendidikan yang rendah berasal dari kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana yang menjadi penyokong generasi berkualitas. Namun, kegagalan tersebut mencerminkan betapa buruknya sistem pendidikan di negara ini. Terbukti dari penampakan prasarana sekolah yang banyak mengalami kerusakan, seperti yang terjadi pada salah satu sekolah di Bekasi. 

Dikutip dari Tirto.id (2/5/2025), sekitar 400 lebih pelajar SDN 4 Padurenan, Bekasi, menjalani proses belajar mengajar di ruang perpustakaan dan musala akibat ruang kelas tidak layak digunakan. Selain kerusakan, banyak pula sekolah yang tidak memiliki sarana memadai seperti perpustakaan, laboratorium, dan media pembelajaran lainnya yang sangat penting untuk meningkatkan literasi siswa. Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada Juni 2023, jumlah perpustakaan pada sekolah yang tersebar di wilayah Indonesia hanya sekitar 199 ribu sekolah dari 443 ribu sekolah. Dengan demikian, kurangnya ketersediaan fasilitas berupa perpustakaan berdampak pada rendahnya kualitas siswa karena minim literasi.

Sejak era Suharto telah diupayakan peningkatan kualitas pendidikan melalui INPRES No. 10 Tahun 1973 yang berfokus pada pembangunan gedung SD, hingga terakhir di era Jokowi dengan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan pengadaan guru penggerak. Namun, semua itu tidak memberi kemajuan yang berarti dalam dunia pendidikan.

Adapun anggaran yang siap digelontorkan untuk merevitalisasi bangunan sekolah adalah sebanyak 17 triliun rupiah. Namun, faktanya anggaran tersebut tidak cukup meskipun terbilang banyak. Sebab, diperkirakan hanya mampu merenovasi sekitar 11 ribu sekolah dari total sekitar 300 ribu sekolah yang tersedia di seluruh wilayah Indonesia.

Selain itu, tren maraknya kasus korupsi kerap kali menghiasi pentas pendidikan, dengan berbagai modus berupa penyalahgunaan anggaran, penggelapan dana bantuan operasional sekolah (BOS), hingga pembuatan laporan fiktif. Tentu dengan banyaknya dana yang dipangkas, berimbas pada buruknya pembangunan sekolah.

Tak hanya itu, nasib memprihatinkan juga menimpa guru yang selama ini dianggap hanya sebagai pekerja dengan upah tidak setara, yakni dengan gaji di bawah UMR. Di sejumlah wilayah Indonesia, gaji guru honorer berada pada kisaran Rp300.000 hingga Rp1.000.000 per bulan. Jika pun ada tambahan sebesar Rp300.000 atau Rp100.000 per bulan, tentu sangat jauh dari kata sejahtera. Sebab, belum bisa memenuhi kebutuhan di masa serba sulit seperti saat ini. Sehingga dengan upah minim tersebut, mereka rela mengambil kerja paruh waktu untuk memenuhi tuntutan hidup. Akibatnya, mereka tidak mampu memaksimalkan diri dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik.

Inilah potret buram dunia pendidikan ala kapitalisme yang telah meminimalkan peran negara dalam mengurus rakyatnya. Sistem ekonomi kapitalisme yang menyulitkan negara dalam menyiapkan anggaran kerap kali mengambil jalan pintas dengan berutang pada negara lain dalam jumlah fantastis untuk memenuhi banyaknya kebutuhan program yang telah dirancang, namun berujung pada kegagalan akibat tingginya kasus korupsi yang menggerayangi dunia pendidikan. 

Ironisnya, sistem pendidikan kapitalis telah menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang layak diperjualbelikan, seperti makin mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT), peralatan sekolah, dan lainnya, yang tidak bisa diakses oleh semua kalangan masyarakat, terlebih bagi golongan yang kurang mampu. Sehingga hal tersebut berimbas pada kesenjangan sosial, pendidikan yang tidak merata, dan berkurangnya kualitas pendidikan yang menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), hingga berdampak pada peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan. Dengan demikian, kebijakan yang ditawarkan tidak lebih dari sekadar retorika belaka yang bermuara pada kebijakan populis semata dan merupakan solusi pragmatis yang tidak efektif untuk diterapkan.

Islam Solusi Tuntas Problem Pendidikan

Dalam Islam, pendidikan merupakan kebutuhan mendasar yang berhak diterima oleh setiap individu di masyarakat. Bahkan dalam skala global sekalipun, negara wajib memenuhi kebutuhan pendidikan yang bersifat gratis dan berkualitas, termasuk pemenuhan ekonomi, sarana, prasarana, seragam, alat tulis, hingga akses pendidikan yang memadai. Sehingga dapat menghasilkan generasi cemerlang nan gemilang. Oleh karena itu, untuk mewujudkannya diperlukan sosok khalifah, yakni pemimpin yang taat pada perintah Allah dan mampu mengurus rakyatnya, yang selama lebih dari 100 tahun hilang dari peradaban, semenjak runtuhnya daulah Khilafah Islamiyah. 

Peran khalifah sebagai pengurus akan senantiasa dijalankan dengan amanah, sebab itulah bukti penghambaan kepada Sang Khaliq serta sadar akan amanah yang dipikul. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya al-imam (khalifah/penguasa) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Adapun dalam sistem perekonomian Islam, senantiasa diterapkan pengelolaan keuangan negara dengan prinsip syariah yang bersifat stabil dan kokoh. Sehingga jauh dari utang ribawi dan bebas korupsi.

Selain itu, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan serta jaminan kesejahteraan guru dalam bentuk pemberian upah yang layak dan mensejahterakan juga berasal dari pendapatan negara yang dikelola dalam baitul mal, yakni melalui pos kepemilikan negara (fai’, kharaj, jizyah) yang berasal dari partisipasi baik Muslim maupun non-Muslim, dan harta kepemilikan umum yang berasal dari sumber daya alam (pertambangan, hutan, dan lainnya).

Oleh karenanya, demi mewujudkan generasi yang gemilang, cerdas, amanah, dan bertakwa, maka perlu diterapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam lini kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Wallahu a‘lam bish-shawab.


Oleh: Ayu Andira Praharsini Nurdin So.Kep
Aktivis Dakwah Nisa Morowali

Opini

×
Berita Terbaru Update