Tintasiyasi.id.com --Spiritual Motivator Nasional dan Pemerhati Pemikiran Islam Kontemporer
وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَٱعۡلَمۡ أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعۡضِ ذُنُوبِهِمۡۗ وَإِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S.Al-Maidah: 49)
Pendahuluan: Syariat Sebagai
Rahmat dan Sistem Kehidupan
Islam tidak datang hanya sebagai ajaran ritual. Ia adalah sistem hidup (nizham al-hayat) yang sempurna dan menyeluruh — mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik pribadi, keluarga, masyarakat, maupun negara.
Oleh karena itu, ketika seorang penguasa memerintah dengan Islam, maka tugas utama yang melekat padanya adalah menegakkan hukum-hukum syara’ (al-ahkam asy-syar’iyyah) secara totalitas.
Syariat Islam bukan sekadar hukum hudud atau masalah ibadah semata, melainkan mencakup lima pilar kehidupan masyarakat: sosial, ekonomi, pendidikan, politik luar negeri, dan pemerintahan. Mari kita telaah satu per satu bagaimana penerapan sistem Islam oleh penguasa dalam kelima bidang ini menjadi fondasi tegaknya peradaban Islam yang adil, sejahtera, dan bermartabat.
1. Sistem Sosial: Menjaga Martabat Manusia dan Struktur Keluarga
Islam memandang manusia sebagai makhluk yang mulia, sehingga sistem sosialnya dibangun di atas prinsip kesucian, kehormatan, tanggung jawab, dan batasan-batasan syar’i. Di bidang sosial, syariat menetapkan aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, menata sistem keluarga, serta menjaga kehormatan masyarakat dari fitnah, zina, dan pelanggaran moral.
Penerapan sistem sosial Islam mencegah liberalisasi gaya hidup dan kehancuran keluarga. Ia menekankan:
• Kewajiban nikah bagi yang mampu.
• Larangan ikhtilath (percampuran bebas pria-wanita).
• Hukum jilbab dan hijab.
• Penegakan hudud bagi pelanggaran kehormatan (zina, qadzaf, dll).
Sistem ini menjamin masyarakat yang bersih dari penyakit sosial dan membangun keluarga sebagai pilar peradaban.
2. Sistem Ekonomi: Mewujudkan Keadilan dan Pemerataan Harta
Islam mengatur ekonomi bukan sekadar demi pertumbuhan, tetapi demi keadilan distribusi kekayaan dan pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Oleh sebab itu, sistem ekonomi Islam melarang riba, monopoli, penimbunan (ihtikar), dan mengharamkan kepemilikan atas sumber daya umum oleh individu.
Dalam sistem Islam:
• Harta zakat dikelola negara dan diberikan kepada delapan golongan (asnaf).
• Tanah mati dihidupkan oleh rakyat, bukan dimonopoli kapitalis.
• Sumber daya alam (air, api, dan tambang besar) menjadi milik umum.
• Negara menjamin lapangan kerja dan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) bagi seluruh rakyat.
Penerapan ekonomi Islam oleh penguasa akan mengakhiri kesenjangan sosial dan membebaskan umat dari belenggu kapitalisme.
3. Sistem Pendidikan: Mencetak Insan Rabbani dan Ulul Albab
Sistem pendidikan Islam mewajibkan negara menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas untuk semua rakyat, dengan kurikulum yang bertumpu pada:
• Pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah).
• Penguasaan ilmu-ilmu keislaman dan pengetahuan umum (sains, teknologi) yang dilandasi akidah.
Negara tidak boleh membiarkan sekularisme merasuki sistem pendidikan. Penguasa harus:
• Memastikan pemisahan pendidikan laki-laki dan perempuan (kecuali pada kondisi tertentu).
• Menyediakan guru-guru yang kompeten dan bertakwa.
• Menjamin akses merata dari kota hingga pelosok.
Dengan ini, negara Islam melahirkan generasi alim, faqih, cerdas, dan bertakwa, bukan hanya terampil secara teknis tapi juga agung secara moral.
4. Sistem Politik Luar Negeri: Menjadi Rahmat bagi Alam Semesta
Islam bukan agama lokal, tetapi risalah global. Oleh karena itu, politik luar negeri dalam Islam bertumpu pada dakwah dan perlindungan terhadap umat Islam di seluruh dunia.
Tujuan utama politik luar negeri adalah:
• Menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan cara damai dan diplomasi atau jihad bila diperlukan.
• Menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain dalam kerangka syar’i.
• Melindungi umat Islam dari penjajahan dan penindasan.
Dengan itu, penguasa Islam bertindak bukan semata sebagai presiden satu negara, tapi sebagai imam seluruh umat Islam (khalifah) yang menjaga izzah dan kemuliaan mereka di hadapan dunia.
5. Sistem Pemerintahan: Kekuasaan di Atas Amanah dan Ketaatan kepada Allah
Sistem pemerintahan Islam tidak dibangun atas asas sekularisme, demokrasi liberal, atau oligarki, melainkan atas asas khilafah ‘ala minhajin nubuwwah — sistem pemerintahan yang mengikuti manhaj Rasulullah SAW.
Ciri khasnya:
• Hukum Allah sebagai satu-satunya sumber hukum (bukan suara mayoritas atau konsensus manusia).
• Khalifah dipilih oleh umat, tapi harus tunduk pada syariat.
• Ada mahkamah madzalim untuk mengawasi penguasa.
• Majelis umat untuk menyampaikan aspirasi dan masukan.
Inilah bentuk ideal pemerintahan Islam: otoritatif namun tidak tiranik, kuat namun adil, independen dari dominasi asing, dan menjadi pelindung umat.
Penutup: Islam Sebagai Solusi Peradaban
Ketika hukum-hukum syariat diterapkan secara menyeluruh oleh penguasa dalam lima bidang kehidupan—sosial, ekonomi, pendidikan, politik luar negeri, dan pemerintahan—maka hasilnya adalah masyarakat madani yang hidup dalam ridha Allah dan kemuliaan dunia.
“Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit...”
(QS. Thaha: 124)
Dan:
“Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi...”
(QS. Al-A’raf: 96)
Penerapan Islam oleh penguasa bukan mimpi utopis, tetapi warisan sejarah yang pernah dibuktikan selama lebih dari 13 abad kejayaan Islam. Kini, tugas kita adalah mendidik umat, mengedukasi masyarakat, dan menyiapkan generasi yang siap memimpin dengan Islam, dengan bekal ilmu, akhlak, dan semangat perubahan.
Oleh: Dr Nasrul Syarif M.Si.
(Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)