TintaSiyasi.id -- Refleksi Spiritual Menuju Jiwa yang Tenang dan Husnul Khatimah
Dalam sejarah para salafus shalih, nama Syekh Fudhail bin ‘Iyadh termasuk sosok yang harum dalam dunia tasawuf dan ilmu hati. Dahulu ia adalah perampok jalanan yang kemudian bertaubat total, lalu menjadi salah satu ulama besar di zamannya. Dari taubatnya lahir kebijaksanaan yang mendalam. Ucapan-ucapannya tidak hanya menyentuh, tetapi mengguncang hati yang lalai dan membangkitkan jiwa yang tertidur.
Berikut adalah lima nasehat emas beliau yang patut direnungi, diamalkan, dan diwariskan:
1. Terimalah Takdir Allah dan Jangan Menyalahkan Makhluk
"Terhadap semua yang menimpa dirimu, maka katakanlah bahwa itu adalah ketetapan Allah, supaya kamu tidak menyalahkan orang lain."
Dalam hidup, tidak semua berjalan sesuai harapan. Kegagalan, musibah, atau perlakuan buruk dari manusia terkadang menghantam tanpa diduga. Namun, orang yang beriman sejati akan mengembalikan semuanya kepada Allah.
Dalil Al-Qur'an:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَمَن يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ يَهۡدِ قَلۡبَهُۥۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. “ (QS. At-Taghabun: 11)
Hadis:
“Berimanlah kalian kepada takdir, yang baik maupun yang buruk...”
(HR. Muslim)
Nasehat ini mengajarkan kita untuk tidak larut dalam dendam dan menyalahkan sesama atas musibah yang terjadi. Hati yang yakin pada takdir akan lapang dada, dan lisan akan terjaga dari keluhan serta prasangka. Inilah awal kebahagiaan sejati.
Allah menerangkan bahwa apa yang menimpa manusia, baik yang merupakan kenikmatan dunia maupun yang berupa siksa adalah qadha' dan qadar, sesuai dengan kehendak Allah yang telah ditetapkan di muka bumi. Dalam berusaha keras, manusia hendaknya tidak menyesal dan merasa kecewa apabila menemui hal-hal yang tidak sesuai dengan usaha dan keinginannya. Hal itu di luar kemampuannya, karena ketentuan Allah-lah yang akan berlaku dan menjadi kenyataan. Sebagaimana firman-Nya:
Katakanlah (Muhammad), "Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami." (at-Taubah/9: 51)
Allah memberi petunjuk kepada orang yang beriman untuk melapangkan dadanya, menerima dengan segala senang hati apa yang terjadi pada dirinya, baik sesuai dengan yang diinginkan, maupun yang tidak, karena ia yakin bahwa kesemuanya itu dari Allah. Ibnu Abbas menafsirkan bahwa Allah memberikan kepada orang mukmin dalam hatinya suatu keyakinan. Begitu pula ketika seseorang ditimpa musibah, ia mengatakan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, hal itu karena iman yang menyebabkan sabar dan akhirnya musibah itu ringan baginya.
2. Jagalah Lisanmu agar Tidak Menyakiti dan Tidak Terseret dalam
Azab
"Jagalah lisanmu agar semua orang selamat dari keburukan lisanmu dan juga agar kamu selamat dari azab Allah."
Lisan adalah anggota tubuh yang kecil, tetapi bisa membawa ke surga atau ke neraka. Betapa banyak orang yang tergelincir karena ucapannya sendiri.
Dalil Al-Qur'an:
“Tidak ada satu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”
(TQS. Qaf: 18)
Hadis:
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Menjaga lisan bukan hanya tentang tidak mencaci, tapi juga tidak bergunjing, tidak berdusta, dan tidak menyebar fitnah. Syeikh Fudhail mengingatkan: keselamatan sosial dan keselamatan akhirat, banyak tergantung pada bagaimana kita menjaga lidah.
3. Yakinilah Rezeki Allah, Bukan Sekadar Usaha Dunia
"Percayalah kamu terhadap rezeki yang Allah janjikan untukmu, agar kamu menjadi orang beriman yang sejati."
Keresahan banyak orang bukan karena lapar fisik, tetapi lapar akan jaminan masa depan. Ketakutan akan kekurangan sering membuat manusia lupa pada janji-janji Allah.
Dalil Al-Qur'an:
“Dan di langit terdapat rezeki kalian dan apa yang dijanjikan kepada kalian.”
(TQS. Adz-Dzariyat: 22)
Hadis:
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki seperti burung yang pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi)
Percaya pada rezeki Allah bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi hati tidak bergantung pada dunia. Ia bergerak dengan kerja, tapi tenang dengan iman. Inilah ciri mukmin sejati menurut Syeikh Fudhail.
4. Bersiaplah untuk Mati, Jangan Hidup dalam Kelalaian
"Bersiap-siaplah untuk mati agar kamu tidak mati dalam keadaan lalai."
Kematian adalah kenyataan yang tak terhindarkan. Namun, sedikit dari kita yang benar-benar mempersiapkannya. Banyak yang mengira ajal masih jauh, padahal ia lebih dekat dari napas terakhir.
Dalil Al-Qur'an:
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasan kalian.”
(TQS. Ali 'Imran: 185)
Hadis:
“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan (kematian).”
(HR. Tirmidzi)
Hidup dalam kesadaran akan kematian bukan berarti suram, justru membuat hidup menjadi lebih bermakna. Setiap ibadah menjadi lebih khusyuk, setiap amal menjadi lebih tulus, dan setiap hubungan menjadi lebih damai.
5. Perbanyak Dzikir agar Hatimu Terlindungi dari Segala Keburukan
"Berdzikirlah dengan menyebut serta mengingat Allah sebanyak-banyaknya, agar kamu terlindung dari segala keburukan."
Dzikir adalah benteng hati. Ia bukan sekadar aktivitas ibadah, melainkan perlindungan ruhani dari kesedihan, kegelisahan, dan godaan setan.
Dalil Al-Qur'an:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(TQS. Ar-Ra’d: 28)
Hadis:
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabb-nya dan orang yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dan mati.”
(HR. Bukhari)
Dzikir menjaga jiwa tetap hidup. Ia menghidupkan malam yang gelap, menenangkan siang yang penuh ujian, dan menyucikan waktu yang lalai. Orang yang berdzikir ibarat bernafas dalam lautan rahmat.
Penutup: Menjadi Hamba yang Selamat
Lima nasehat ini seakan membentuk satu bangunan keimanan:
• Takdir – agar hati menerima segalanya dari Allah
• Lisan – agar amal tidak hancur oleh ucapan
• Rezeki – agar hati tenang dalam usaha
• Kematian – agar hidup penuh persiapan
• Dzikir – agar jiwa selalu terhubung dengan Allah
Wahai jiwa yang menginginkan keselamatan, renungkanlah nasehat Syeikh Fudhail ini. Jalan hidup yang selamat adalah jalan yang berisi kesadaran, kendali diri, dan ketergantungan pada Allah.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang mengamalkan nasehat ini, dan wafat dalam keadaan husnul khatimah. Aamiin. []
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo