Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kisruh Penahanan Ijazah Tidak Bisa Lepas dari Regulasi

Minggu, 04 Mei 2025 | 14:12 WIB Last Updated 2025-05-04T07:12:52Z

TintaSiyasi.id -- Diketahui kasus penahanan ijazah ini pertama kali viral lewat unggahan video Wakil Wali Kota Surabaya Armuji saat melakukan sidak ke CV Sentosa Seal di kawasan Margomulyo Surabaya. Dalam video tersebut, Armuji datang bersama mantan karyawan perusahaan CV Sentosa Seal, yaitu berinisial DSP yang mengaku ijazahnya ditahan meski telah mengundurkan diri dari pabrik tersebut. 

Kedatangan Armuji kala itu tidak ditanggapi oleh pihak perusahaan, pintu gerbang tetap ditutup rapat. Ketika Armuji berusaha menelpon pemilik perusahaan, dia justru mendapat respon tidak ramah oleh sang pemilik Jan Hwa Diana, lewat sambungan telepon seperti ditayangkan di akun YouTube pribadi Armuji pada Kamis, 10 April 2025 lalu. Diana mengatakan, "Saya nggak kenal sampean (kamu), sampean penipuan." (tempo.co, 27/4/2025)

Dilansir dari detik.com (20/4/2025) Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memastikan Pemprov Jatim akan menguruskan penerbitan ulang ijazah para pekerja yang ditahan. Khususnya untuk jenjang SMA/SMK yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dia menegaskan solusi ini menjadi wujud negara hadir di tengah persoalan dan polemik yang dihadapi masyarakat. Tak hanya itu, solusi ini sekaligus memberikan ketenangan pada para pekerja.

Berbagai kisruh yang melanda ketenagakerjaan hari ini sebenarnya tidak lepas dari regulasi yang ada. Di negeri ini hukum ketenagakerjaan tidak mengatur larangan penahanan ijazah sebagai syarat kerja. Sehingga perusahaan dan karyawan dapat menyepakati penahanan ijazah selama memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata pasal 52 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu ketenagakerjaan mengatur tentang perjanjian kerja yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar kesepakatan antara pekerja dan pengusaha.

Tidak adanya regulasi yang mengatur penahanan ijazah, akhirnya menjadi celah praktek kebebasan berkontrak atau freedom of contract. kebebasan ini membuat para pihak mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian menentukan dengan siapa perjanjian dibuat, menentukan isi, objek dan bentuk perjanjian serta untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat pilihan.

Alhasil, tidak hanya terjadi di Surabaya akan tetapi kasus penahanan ijazah karyawan juga ditemukan di Malang. Mediator Hubungan Industrial Disnaker-PMPTSP Kota Malang Carter Wira Suteja mengungkapkan bahwa pada 2023 dan 2024, tercatat ada dua kasus penahanan ijazah yang berhasil diselesaikan melalui mediasi.

Menurut Wira sebagian besar kasus penahanan ijazah terjadi atas dasar kesepakatan lisan antara pekerja dan perusahaan saat awal bergabung.
Namun, persoalan muncul ketika pekerja mengundurkan diri dan mengalami kesulitan mengambil kembali dokumen penting tersebut. (jawapos.com, 28/4/2025)

Kealpaan hukum mengatur sesuatu yang berpotensi masalah hingga memunculkan prinsip kebebasan adalah dampak dari kehidupan yang diatur oleh sistem buatan manusia yang sifat dasarnya lemah, terbatas dan sarat kepentingan. Tentu saja aturan tersebut tidak akan mampu mengatur orang lain bahkan untuk dirinya sendiri sehingga ketika manusia membuat aturan pasti aturan itu tidak akan pernah sempurna menyelesaikan masalah, justru yang ada muncul masalah baru.

Bahkan sekalipun ada Undang-Undang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini juga tidak mampu memberi perlindungan kepada para pekerja. Justru yang ada semakin membuat para pemilik perusahaan bisa berbuat
semena-mena pada karyawannya demi meraih keuntungan maksimal.

Perusahaan sebagai pemilik modal menahan ijazah dengan tujuan untuk mencegah karyawan mencari pekerjaan lain selama terikat dengan perusahaan. Sehingga dalam prakteknya, ijazah merupakan jaminan pelaksanaan kontrak kerja oleh karyawan. Sementara bagi para pekerja, seolah tidak ada pilihan lain atas kesepakatan tersebut karena memang butuh pekerjaan. Meskipun seringkali antara beban pekerjaan dengan gaji tidak sepadan.

Inilah realita kehidupan yang dibangun dari ide sekularisme paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Dari ide sekularisme ini akhirnya muncul sistem kehidupan yang sangat menzalimi manusia, yakni ideologi kapitalisme.


Islam Mengatur Ketenagakerjaan

Dalam sistem Islam telah ditetapkan bahwa tidak ada subordinasi antara pemilik perusahaan dan karyawannya. Di hadapan Allah Swt. dan hukum Islam, keduanya setara. Tidak ada yang kedudukannya lebih tinggi. Karena pengusaha dan karyawan saling membutuhkan. Pengusaha membutuhkan tenaga kerja untuk melakukan proses produksi barang dan jasa, sedangkan karyawan butuh pekerjaan demi memperoleh gaji. 

Oleh karena itu, keduanya harus saling menghargai dan  tolong-menolong untuk mewujudkan kerjasama yang baik sebagaimana yang Allah Ta'ala perintahkan di dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 2 yang artinya:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” 

Oleh sebab itu, untuk mewujudkan keadilan antara pengusaha dan karyawan, Islam mengharuskan ada akad yang jelas di antara keduanya. Keduanya terikat akad ijarah (upah-mengupah) sehingga kedua belah pihak harus melaksanakan kewajibannya dengan profesional dan berhak menerima haknya secara makruf, tidak ada yang boleh berlaku semena-mena, merusak ataupun merugikan.

Di dalam Kitab Muqaddimah ad-Dustûr Pasal 154 disebutkan, 

"Pegawai yang bekerja pada seseorang atau perusahaan, kedudukannya sama seperti pegawai pemerintah dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Setiap orang yang bekerja dengan mendapatkan upah merupakan pegawai meskipun berbeda jenis pekerjaan atau pihak yang bekerja. Jika terjadi perselisihan antara pekerja dan pihak yang mempekerjakan mengenai upah, ditetapkan berdasarkan upah mitsli (upah yang sesuai dengan standar kebiasaan masyarakat). Jika perselisihannya bukan menyangkut upah, diputuskan berdasakan akad kerja sesuai dengan hukum-hukum syariat.”

Alhasil, negara wajib memfasilitasi agar masing-masing pihak membuat akad yang menjelaskan terkait pengupahan, seperti jenis pekerjaan, jam kerja, upah, dan sebagainya. Akad kerja tersebut harus dibuat dengan ridha keduanya, tidak boleh ada pihak yang menzalimi dan terzalimi. Adapun terkait kesejahteraan karyawan, maka hal tersebut merupakan tanggung jawab  negara, bukan pengusaha. Karena tugas perusahaan hanyalah memberikan gaji sesuai dengan akad yang disepakati dan tidak boleh menahan dokumen penting karyawan saat karyawan tersebut telah lepas kontrak.

Dengan akad ijarah masalah penahanan ijazah tidak akan menjadi masalah yang berlarut-larut karena baik perusahaan dan karyawan dituntut syariat agar tidak berbuat zalim satu dengan yang lain, atau jika memang dibutuhkan penahanan ijazah sebagai syarat administrasi pekerja, maka kebijakan itu harus dikembalikan kepada pandangan Islam terkait administrasi, yaitu dilarang mempersulit dan harus memberikan kemudahan.

Adapun dalam upaya mensejahterakan rakyat, maka negara wajib memenuhi kebutuhan dasar rakyat, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Negara akan berupaya menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum lelaki dewasa sehingga mereka bisa menafkahi keluarganya. Untuk kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan disediakan oleh negara secara gratis. Bagi golongan yang lemah, seperti lansia, akan mendapatkan santunan dari negara, baik untuk sandang, pangan, dan papan. Lansia tidak akan dituntut untuk bekerja, seperti fenomena hari ini.

Demikianlah cara Islam mengatur ketenagakerjaan. Perusahaan akan menjadi tempat yang nyaman untuk karyawan. Perusahaan juga tidak merasa was-was seandainya ada pekerja yang tidak amanah. Begitu pun dengan karyawan, mereka akan merasa tenang bekerja karena yakin tidak akan dizalimi, mendapatkan gaji layak dan urusan admistrasi yang dipermudah. []


Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update