TintaSiyasi.id—Khadim Ma'had Syaraful Haramain K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A. mengatakan bekerja merupakan sebuah kewajiban dan apabila dilakukan dengan semangat ketika bulan Ramadhan maka akan dilipatgandakan pahalanya.
"Harus dilihat bahwa bekerja itu menjalankan kewajiban untuk mencari nafkah. Justru ketika ramadhan dia semangat kemudian dia menjalankan kewajiban tadi dengan sebaik-baiknya maka insya Allah bukan hanya pahalanya yang dilipatgandakan tapi rizkinya juga akan dimudahkan oleh Allah," ujarnya di kanal YouTube One Ummah TV dengan judul Ramadhan: Bulan Perubahan Bulan Keberkahan, Kamis (27-2-2025).
"Ini poin penting harus dipahami, jangan sampai ada dikotomi, seolah-olah kalau puasa itu puasa tok gak boleh kerja," lanjutnya.
Adapun, ia menilai apabila menjalankan kewajiban di dalam bulan Ramadhan salah satunya bekerja sehingga mendapatkan ganjaran nilainya sama dengan 70 kali lipat di luar bulan Ramadhan.
"Ketika dia bisa menjalankan kewajiban untuk mencari nafkah dan itu bagian dari kewajiban yang dia tunaikan apalagi itu dijalankan di bulan ramadhan maka itu artinya nilainya sama dengan 70 kali lipat di luar ramadhan karena itu adalah kewajiban yang harus dijalankan," jelasnya.
Dengan demikian, ia mengingatkan di bulan Ramadhan janganlah kita umat islam hanya tidur-tiduran dan malas-malasan, dan jangan menjadikan puasa sebagai alasan untuk tidak semangat dalam bekerja.
"Justru ketika ramadhan, dia harus semangat (bekerja) ini adalah bulan ramadhan. Tapi kalau ada lihat ulama yang ramadhan tutup toko dan fokus ibadah berarti mereka sudah punya persiapan, jadi bakal jadi masalah begitu tutup gak punya persiapan kan?" jelasnya.
Meski demikian, ia menilai permasalahan ketika bulan Ramadhan terkait fokus bekerja atau beribadah itu kembali kepada masing-masing orang yang menjalani. Terlebih saat ini negara tidak hadir untuk membantu dan bertanggungjawab, sehingga seorang kepala keluarga harus mencari nafkah sendiri.
"Negara tidak bertanggungjawab ngurusin, dia (kepala keluarga) kemudian harus mencari nafkah sendiri, kalau kemudian dia sibuk puasa dan itikaf dan keluarga ditinggal itu justru bisa kelaparan jadi masalah juga," imbuhnya.
Alhasil, ia menjelaskan jika merujuk dengan kasus masa sahabat Rasulullah saw. dimana mereka meninggalkan keluarganya ketika berperang, namun negara hadir untuk membantu. "Nah sekarang kalau misalnya negara udah tidak ngurus warganya lalu keluarga tidak mencari pekerjaan siapa yang akan mengurus keluarga mereka," tandasnya. [] Taufan