Ia mengatakan, bila usulan atau
rencana Trump itu benar-benar terjadi, atau mungkin boleh dikatakan sebagai
tahap akhir dari okupasi penuh terhadap wilayah Palestina, yang kalau dilihat hari
ini dibandingkan dengan tahun sebelum 1924.
“Orang Yahudi itu hanya menguasai
kurang lebih sekitar sekitar 6 persen wilayah Palestina. Ini hari terbalik,
orang-orang Palestina tinggal menguasai kurang lebih sekitar 15 persen di jalur
Gaza dan di Tepi Barat Sungai Yordan,” ulasnya.
“Maka praktis seluruh Palestina
itu diokupasi oleh orang Yahudi. Nah, terwujudlah apa yang mereka sudah sangat
lama cita-cita untuk menguasai seluruh wilayah Palestina,” sebutnya.
Bahkan lanjutnya, kalau mengacu
kepada yang mereka sebut sebagai The Promise Island Israel Raya itu dari
batas utara sungai Eufrat sampai ke sungai Nil.
“Jelas ini harus dibaca ke arah
sana. Bukan sekadar usaha untuk sebutlah membuat Gaza itu sebagai international
territory di mana wilayah itu akan menjadi milik internasional dan orang
bisa datang ke sana dengan segala kenikmatan, keindahan, fasilitas yang akan
disiapkan Trump. Karena itu jelas ini harus ditolak keras!” paparnya.
“Saya kira ini pasti tidak mudah,
karena sekarang saja itu sudah banyak sekali ditolak,” ungkapnya.
UIY menyebut ada lima negara di Timur
Tengah, termasuk Saudi, yang keras sekali menolak. “Bukan hanya negara yang
notabene negeri Muslim, tetapi juga kalau kita membaca Perdana Menteri Inggris
juga menolak, kemudian Prancis juga menolak, apalagi Cina dan Rusia,” bebernya.
“Jadi, tentu tidak mudah tetapi
kita harus tahu bahwa Amerika itu di dalam sejarahnya kan enggak pernah
memedulikan semua reaksi negatif atas apa yang mereka pikirkan dan apa yang
mereka rencanakan, serta mereka lakukan terbukti pada apa yang mereka lakukan
atas Afganistan dulu kan ditolak keras juga,” uliknya.
Kemudian ia menambahkan, invasi
Amerika ke Irak juga ditolak keras tetapi tetap saja mereka lakukan dan dunia
tak bisa berbuat apa-apa.
Perlawanan
“Pasti akan ada perlawanan dengan
masyarakat Palestina dengan tipe pejuang, dan itu perlawanan keras. Kalau
bahasa wayangnya itu adalah itu Perang Bubat,” sebutnya.
Lanjut dikatakan, Perang Bubat artinya
perang habis-habisan. “Nah, hanya kita tahu bahwa apa yang dilakukan oleh
Israel atas jalur Gaza dalam setahun ini, itu di baca oleh Trump sebagai
kedigdayaan Israel dan sekutunya Amerika
atas dunia internasional ini hari,” ujarnya.
Karena terbukti, imbuhnya,
meskipun sampai satu tahun lebih belum sepenuhnya mereka bisa menguasai Gaza, tetapi
tidak ada juga yang bisa mencegahnya.
“Nah, dalam pikiran sederhana mereka
kenapa enggak diteruskan? Sapu bersih usir itu kurang lebih dua juta warganya
paksa Mesir untuk buka batasannya, lalu giring mereka ke Selatan. Kan, kemarin
mereka sudah digiring juga ke wilayah selatan kan? Ke wilayah yang boleh
disebut sebenarnya one step menuju ke wilayah Mesir, yaitu sekitar
Rafah. Jadi sebenarnya mereka melihat itu” tunjuknya.
Maka, bisa dibaca logika Trump seperti
itu. “Hanya kan saya kira pasti ada banyak sisi lain yang tidak bisa dibaca
oleh Trump. Misalnya reaksi dunia Islam yang mungkin sejauh ini masih bisa
ditaklukkan, tetapi kita yakin bahwa untuk soal ini jika betul Trump akan
melakukan itu, mungkin akan berbeda,” lontarnya.
“Itu pun tergantung sikap
penguasa Yordania dan Mesir. Terbukti misalnya pembukaan pintu Rafah, kan
meskipun sudah beratus-ratus bahkan ada yang menyebut sampai ribuan truk itu antri
di pintu Rafah, tetap aja tidak dibuka oleh penguasa Mesir,” sebutnya.
Ia menerangkan, karena memang
mereka tahu bahwa mereka sama sekali tidak punya hak untuk membuka itu, kecuali
atas izin Tel Aviv dan Washington. “Begitu
juga dengan Yordania, Tepi Barat itu kan hanya one step menuju ke
wilayah Yordania, hanya melewati satu jembatan
yang melintas Sungai Yordan itu sudah masuk wilayah Yordan,” ungkapnya.
“Jadi saya kira memang
persoalannya di dua itu dipahami betul oleh Trump. Makanya Trump dengan jelas
mengatakan, ‘Saya pikir bahwa Sisi dan Raja Yordania tidak akan menolak rencana
ini.’ Kan artinya dia yakin betul dengan reputasi kedua penguasa itu dan
kekuatan Amerika untuk menekan dua penguasa itu,” tutupnya.[] Titin
Hanggasari