Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Begini Tujuh Cara Membangun Rasa Percaya Diri pada Anak…

Rabu, 12 Februari 2025 | 17:39 WIB Last Updated 2025-02-12T10:40:33Z

Tintasiyasi.ID -- Pemerhati Keluarga dan Generasi Ustazah Dedeh Wahidah Achmad menyampaikan tujuh cara membangun rasa percaya diri pada anak.

 

"Ada tujuh cara membangun percaya diri pada anak," tuturnya dalam YouTube Muslimah Media Hub dengan tema Menumbuhkan Percaya Diri pada Anak|Family Zone, Senin (10/02/2025).

 

Pertama, tidak menuntut di luar batas kemampuan anak. “Ketika anak dituntut melakukan sesuatu yang tidak bisa mereka lakukan, kalau itu berulang-ulang boleh jadi akan muncul pada diri mereka merasa tidak mampu, dan merasa bodoh.

 

“Contohnya, anak usia lima tahun diminta mengerjakan perkalian matematika, tidak mampu karena memang belum bisa, belum diajari perkalian pada usia 5 th. Jika dituntut harus bisa maka dia akan merasa tidak percaya diri. Karena itu jangan memberikan tuntutan atau harapan diluar kemampuan mereka,” sarannya.

 

Kedua, peduli kepada yang terjadi pada anak. “Sebagai orangtua harus peduli, tidak boleh cuek dengan apa yang terjadi pada anak. Karena boleh jadi ketika terjadi sesuatu yang baik pada anak, sekecil apa pun kalau orang tua cuek, tidak meresponsnya dengan tepat maka sesuatu yang positif itu akan berlalu begitu saja,” ucapnya.

 

“Sebaliknya berbeda ketika orang tua penuh perhatian kepada anak. Sekecil apa pun kebaikan maka akan membuat perasan mereka bahagia. Ketika mereka bahagia, maka kehadiran orang tua di saat mereka mengalami kesulitan berefek positif, anak akan merasa dihargai dan tumbuh rasa percaya diri," jelasnya.

 

Ketiga, tidak membandingkan anak dengan siapa pun. “Orangtua tidak boleh membandingkan dengan saudaranya, temannya, atau dengan siapa pun. Karena membandingkan adalah bentuk kekurangadilan,” tuturnya mengingatkan.

 

Lanjut dikatakan, misalnya ketika anak hafalan Al-Qur'annya mentok lalu dibandingkan dengan saudaranya atau tetangganya yang seusia hafalannya sudah sekian juz. “Sementara anak kita hafalannya tidak maju-maju. Maka anak akan merasa tidak bisa, tidak mampu, dan merasa dipojokkan,” ungkapnya.

 

"Padahal mungkin di saat usia yang sama, kakaknya waktu itu hafalan bisa cepat karena dilatih dengan intens, sementara sekarang adiknya kurang perhatian yang sama dari orangtua. Atau mungkin sekolahnya berbeda dan seterusnya. Ketika kita hanya membandingkan dari sisi usia, ini akan menumbuhkan rasa tidak percaya diri. Tiap anak itu istimewa, mempunyai  kelebihan dan kekurangan," terangnya.

 

Keempat, tidak berkata kasar dan menjatuhkan harga diri anak. “Kalau orangtua marah di luar batas, mungkin karena anak kita susah bangun tidur dibanding kakaknya, kemudian kita labeli dasar pemalas. Label ini adalah kata-kata kasar dan akan menjatuhkan mental anak. Boleh jadi anaknya akan merasa pemalas dan akhirnya dia tidak akan bangkit tidak menunjukkan sesuatu yang positif untuk kemudian bisa percaya diri,” katanya.

 

"Jadi sebagai orangtua tidak layak kita mencela, menghina, mengutuk mereka dengan mengeluarkan kata-kata kasar, itu akan menyakiti mereka dan rasa sakit itu boleh jadi akan terbawa seumur hidup,” serunya mengingatkan.

 

“Jangan sampe ada luka pada diri anak. Luka pengasuhan yang diberikan orang tua tidak nampak tetapi pengaruhnya sangat luar biasa. Anak akan sulit untuk percaya diri," cetusnya.

 

Kelima, melindungi tetapi tidak terlalu berlebihan. “Menjaga dan melindungi anak tidak boleh berlebihan. Terlalu memberikan perhatian, terlalu over protective, terlalu melindungi, itu tidak baik. Mungkin niat kita baik supaya anak tidak kesulitan tetapi kalau itu keterlaluan boleh jadi akan menghambat munculnya rasa percaya diri dan tidak ada kreativitas pada anak,” tuturnya.

 

"Kalau dihadapkan dengan satu masalah, anak bisa dilatih untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, sehingga anak akan terlatih menghadapi masalah dan muncul kreativitas dan perasaan percaya diri. Bisa melewati masalah dan bisa menhdadapi hidup ini," sarannya.

 

Ia menjelaskan, langkah-langkah penjagaannya dengan tiga hal: pertama, rambu-rambu syariah. “Ajarkan anak kita ketentuan hukum syara. Kedua, rambu-rambu ilmu pengetahuan, maka anak akan mengetahui mana yang baik mana yang buruk. Ketiga, memberikan skill dan kemampuan teknis sebagai modal bagi anak,” sebutnya menambahkan.

 

"Keenam, jangan menganggap anak sempurna. “Ketika kita memandang anak kita harus sempurna termasuk boleh jadi menuntut kita harus menjadi pribadi yang sempurna. Suatu saat ketika kesempurnaan itu tidak terealisasi maka akan kecewa," ujarnya.

 

Ia katakana, jika anak tahu begitu tingginya harapan dari orangtua maka boleh jadi dia akan merasa tidak percaya diri, tidak mampu seperti yang orangtua harapkan. “Merasa tidak berguna dan merasa tidak bisa merealisasikan cita-cita orangtua,” katanya.

 

“Karena itu jangan mengganggap mereka sempurna. Tidak ada manusia yang sempurna. Tugas orang tua hanya meminimalisir kesalahan dan mengoptimalkan supaya mereka tetap di dalam ketaatan,” sebutnya.

 

Ketujuh, memberikan dukungan pada anak. “Siapa pun yang ketika merasa diberikan dukungan dan motivasi, maka akan muncul harapan yang positif akan termotivasi. Contoh ketika anak kita punya masalah. Kita dampingi, beri motivasi atau dukungan untuk hadapi dan menyelesaikan masalah bersama-sama,” terangnya.

 

“Dukungan ini tidak sebatas materi tetapi juga dengan kata-kata positif dan doa. Ini sangat luar biasa, sehingga akan muncul rasa percaya diri pada anak kita," tutupnya.[] Rina

Opini

×
Berita Terbaru Update