"Ada tujuh cara membangun
percaya diri pada anak," tuturnya dalam YouTube Muslimah Media Hub
dengan tema Menumbuhkan Percaya Diri pada Anak|Family Zone, Senin
(10/02/2025).
Pertama, tidak menuntut di
luar batas kemampuan anak. “Ketika anak dituntut melakukan sesuatu yang tidak
bisa mereka lakukan, kalau itu berulang-ulang boleh jadi akan muncul pada diri
mereka merasa tidak mampu, dan merasa bodoh.
“Contohnya, anak usia lima tahun
diminta mengerjakan perkalian matematika, tidak mampu karena memang belum bisa,
belum diajari perkalian pada usia 5 th. Jika dituntut harus bisa maka dia akan
merasa tidak percaya diri. Karena itu jangan memberikan tuntutan atau harapan
diluar kemampuan mereka,” sarannya.
Kedua, peduli kepada yang
terjadi pada anak. “Sebagai orangtua harus peduli, tidak boleh cuek dengan apa
yang terjadi pada anak. Karena boleh jadi ketika terjadi sesuatu yang baik pada
anak, sekecil apa pun kalau orang tua cuek, tidak meresponsnya dengan tepat
maka sesuatu yang positif itu akan berlalu begitu saja,” ucapnya.
“Sebaliknya berbeda ketika orang tua
penuh perhatian kepada anak. Sekecil apa pun kebaikan maka akan membuat perasan
mereka bahagia. Ketika mereka bahagia, maka kehadiran orang tua di saat mereka
mengalami kesulitan berefek positif, anak akan merasa dihargai dan tumbuh rasa
percaya diri," jelasnya.
Ketiga, tidak
membandingkan anak dengan siapa pun. “Orangtua tidak boleh membandingkan dengan
saudaranya, temannya, atau dengan siapa pun. Karena membandingkan adalah bentuk
kekurangadilan,” tuturnya mengingatkan.
Lanjut dikatakan, misalnya ketika
anak hafalan Al-Qur'annya mentok lalu dibandingkan dengan saudaranya atau
tetangganya yang seusia hafalannya sudah sekian juz. “Sementara anak kita hafalannya
tidak maju-maju. Maka anak akan merasa tidak bisa, tidak mampu, dan merasa
dipojokkan,” ungkapnya.
"Padahal mungkin di saat
usia yang sama, kakaknya waktu itu hafalan bisa cepat karena dilatih dengan
intens, sementara sekarang adiknya kurang perhatian yang sama dari orangtua.
Atau mungkin sekolahnya berbeda dan seterusnya. Ketika kita hanya membandingkan
dari sisi usia, ini akan menumbuhkan rasa tidak percaya diri. Tiap anak itu
istimewa, mempunyai kelebihan dan
kekurangan," terangnya.
Keempat, tidak berkata
kasar dan menjatuhkan harga diri anak. “Kalau orangtua marah di luar batas,
mungkin karena anak kita susah bangun tidur dibanding kakaknya, kemudian kita
labeli dasar pemalas. Label ini adalah kata-kata kasar dan akan menjatuhkan
mental anak. Boleh jadi anaknya akan merasa pemalas dan akhirnya dia tidak akan
bangkit tidak menunjukkan sesuatu yang positif untuk kemudian bisa percaya diri,”
katanya.
"Jadi sebagai orangtua tidak
layak kita mencela, menghina, mengutuk mereka dengan mengeluarkan kata-kata
kasar, itu akan menyakiti mereka dan rasa sakit itu boleh jadi akan terbawa
seumur hidup,” serunya mengingatkan.
“Jangan sampe ada luka pada diri
anak. Luka pengasuhan yang diberikan orang tua tidak nampak tetapi pengaruhnya
sangat luar biasa. Anak akan sulit untuk percaya diri," cetusnya.
Kelima, melindungi tetapi
tidak terlalu berlebihan. “Menjaga dan melindungi anak tidak boleh berlebihan.
Terlalu memberikan perhatian, terlalu over protective, terlalu
melindungi, itu tidak baik. Mungkin niat kita baik supaya anak tidak kesulitan
tetapi kalau itu keterlaluan boleh jadi akan menghambat munculnya rasa percaya
diri dan tidak ada kreativitas pada anak,” tuturnya.
"Kalau dihadapkan dengan
satu masalah, anak bisa dilatih untuk menyelesaikan masalahnya sendiri,
sehingga anak akan terlatih menghadapi masalah dan muncul kreativitas dan
perasaan percaya diri. Bisa melewati masalah dan bisa menhdadapi hidup
ini," sarannya.
Ia menjelaskan, langkah-langkah
penjagaannya dengan tiga hal: pertama, rambu-rambu syariah. “Ajarkan
anak kita ketentuan hukum syara. Kedua, rambu-rambu ilmu pengetahuan,
maka anak akan mengetahui mana yang baik mana yang buruk. Ketiga,
memberikan skill dan kemampuan teknis sebagai modal bagi anak,” sebutnya
menambahkan.
"Keenam, jangan
menganggap anak sempurna. “Ketika kita memandang anak kita harus sempurna
termasuk boleh jadi menuntut kita harus menjadi pribadi yang sempurna. Suatu
saat ketika kesempurnaan itu tidak terealisasi maka akan kecewa," ujarnya.
Ia katakana, jika anak tahu
begitu tingginya harapan dari orangtua maka boleh jadi dia akan merasa tidak
percaya diri, tidak mampu seperti yang orangtua harapkan. “Merasa tidak berguna
dan merasa tidak bisa merealisasikan cita-cita orangtua,” katanya.
“Karena itu jangan mengganggap
mereka sempurna. Tidak ada manusia yang sempurna. Tugas orang tua hanya
meminimalisir kesalahan dan mengoptimalkan supaya mereka tetap di dalam
ketaatan,” sebutnya.
Ketujuh, memberikan dukungan pada
anak. “Siapa pun yang ketika merasa diberikan dukungan dan motivasi, maka akan
muncul harapan yang positif akan termotivasi. Contoh ketika anak kita punya
masalah. Kita dampingi, beri motivasi atau dukungan untuk hadapi dan
menyelesaikan masalah bersama-sama,” terangnya.
“Dukungan ini tidak sebatas
materi tetapi juga dengan kata-kata positif dan doa. Ini sangat luar biasa, sehingga
akan muncul rasa percaya diri pada anak kita," tutupnya.[] Rina