Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Aksi Bela Palestina Usung Dakwah Khilafah: Mengapa Resah?

Senin, 10 Februari 2025 | 22:50 WIB Last Updated 2025-02-10T15:51:26Z

TintaSiyasi.id -- Framing tendensius. Demikian kesan penulis terhadap berita tempo.co, Kamis (6/2/2025) yang mengangkat aksi bela Palestina-nya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dalam teras beritanya, Tempo menuliskan, "Aksi serentak dengan isu bela Palestina di 22 titik di seluruh wilayah Indonesia pada Ahad, 2 Februari 2025, mengundang keresahan di masyarakat karena diduga merupakan agenda organisasi terlarang HTI." 

Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia PBNU, M. Najih Arromadloni menyebut, ada dua momentum yang dimanfaatkan oleh HTI untuk demo sembari menyebarkan paham ideologinya. Pertama, kejatuhan Khilafah Turki Usmani yang bertepatan dengan 28 Rajab (hari Isra Mi'raj). Kedua, panasnya isu genosida di Palestina oleh Israel. Ia mengatakan, khilafah yang diperjuangkan HTI bukanlah ajaran Islam dan tidak dikenal dalam teologi Islam. Ia pun menegaskan, HTI bukan organisasi dakwah. 

Tempo juga menuliskan, status badan hukum HTI dicabut pada 10 Juli 2017, dilanjutkan dengan terbitnya Perppu Ormas pada 19 Juli 2017. HTI dianggap memperjuangkan ideologi bertentangan dengan Pancasila, yakni khilafah Islamiyah. Terkaitnya, Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Strategis dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI), Muhammad Syauqillah mengatakan, tindak pidana terhadap ideologi negara diatur dalam Pasal 188-190 KUHP yang berlaku per 2026. Menurutnya, KUHP ini menjadi landasan aparat negara untuk menjerat penyebar ideologi yang anti-ideologi negara dan hendak mengganti ideologi negara. 

Ya, HTI ternyata masih "seksi" untuk diangkat sebagai isu media. Meski BHP-nya telah dicabut sejak 2017, nyatanya gerak-geriknya masih mengundang perhatian. Aksi bela Palestina-nya dituduh sebagai gerak terselubung, dicap organisasi terlarang, hingga khilafah yang didakwahkannya "diserang" sebagai bukan ajaran Islam, tapi ajaran HTI. 

Padahal sejatinya, meski BHP dicabut tak serta-merta membuatnya menjadi organisasi terlarang sejenis PKI. Khilafah yang ia usung pun jelas ajaran Islam sebagai bagian dari fiqih siyasi. Mengapa Muslim tapi membenci khilafah dan pejuangnya?

Khilafah Sebagai Solusi Hakiki Diserukan dalam Aksi Bela Palestina

Ajaran Islam khilafah yang disampaikan dalam Aksi Bela Palestina di beberapa titik kota di Indonesia pada Ahad (26/1/2025) dan Ahad (2/2/2025), ternyata mendapat sorotan tajam. Lebih tepatnya nyinyiran. Aksi ini dituding sebagai gerak terselubung HTI dan kampanye khilafah, yang mereka sebut sebagai organisasi dan ajaran terlarang. Padahal khilafah itu ajaran Islam. HTI juga meski dicabut BHP-nya, dia bukan organisasi terlarang. 

Bukankah wajar, bahkan harus umat Islam itu menyuarakan pembebasan Palestina? Bila HTI menyerukan (menawarkan) bahwa solusi hakiki untuk mengakhiri penjajahan Israel di Palestina adalah jihad dan khilafah, di mana salahnya? 

Sisi mana yang bikin umat resah? Karena Tempo dalam pemberitaannya terkesan menggiring opini publik bahwa kehadiran HTI dalam Aksi Bela Palestina di beberapa titik dengan ribuan massa dan narasi khilafah itu mengundang keresahan masyarakat. Pertanyaannya, masyarakat yang mana yang resah? Yang memasang pagar laut karena takut terbongkar kedoknya? Yang suka korup dan hobi bermaksiat?

Lalu, mengapa khilafah diserukan sebagai solusi atas penjajahan di Palestina? Melihat realitas politik hari ini, tidak mungkin kaum Muslim mengharapkan pihak lain, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk menolong Palestina. PBB justru terlibat dalam kelahiran dan pengakuan negara Yahudi tersebut. Mustahil pula meminta bantuan kepada negara-negara Barat seperti AS dan Uni Eropa, karena mereka mendukung kaum Yahudi penjajah. AS mengerahkan bantuan militer dan setiap tahun menggelontorkan USD3,8 miliar (lebih dari Rp54 triliun) untuk keperluan militer Yahudi.

Tampak bahwa entitas Yahudi menjadi kuat karena disokong oleh kekuatan besar. Maka, seharusnya Palestina pun didukung oleh kekuatan besar kaum Muslim. Jika Barat kafir bersatu membela entitas Yahudi, mengapa para pemimpin dunia Islam hanya diam dan mengoceh belaka? 

Seolah-olah mereka tidak pernah membaca firman Allah Swt, “Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian” (QS. Al-Baqarah: 191).

Oleh sebab itu, Palestina hanya bisa dibebaskan jika khilafah berdiri untuk melindungi tanah yang Allah berkahi tersebut. Khilafah pun akan mengusir para penjajah dari dunia Islam. Dahulu Palestina juga masuk ke dalam pelukan dan perlindungan kaum Muslim pada masa Kekhalifahan Umar bin Al-Khaththab ra.. Saat itu, Umar menandatangani Perjanjian Umariyah bersama Uskup Yerusalem Sofronius. Di antara klausulnya adalah tidak mengizinkan seorang Yahudi pun tinggal di tanah Palestina.

Pada masa Rasulullah saw., kaum Yahudi di Madinah juga terusir dari Madinah setelah berkhianat terhadap negara Islam dan kaum Muslim. Kaum Yahudi Bani Qainuqa diperangi dan diusir oleh Rasulullah saw. setelah mereka melecehkan kehormatan seorang Muslimah dan membunuh seorang laki-laki pedagang Muslim yang membela muslimah tersebut. Yahudi Bani Quraizhah diperangi oleh kaum Muslim setelah mereka bersekongkol dengan kaum musyrik Quraisy untuk membunuh Nabi saw. pada Perang Ahzab.

Khilafah pula yang membentengi Palestina untuk terakhir kali dari tipu daya gembong Yahudi Theodor Herzl yang merayu Khalifah Sultan Abdul Hamid II. Kala itu Herzl mencoba menyogok khalifah dengan uang yang sangat banyak dan berjanji akan melunasi utang-utang Khilafah Utsmaniyah. Namun, harga diri dan ghirah Islam Sultan Abdul Hamid II amat tinggi. Ia menolak tawaran itu, bahkan meludahi Herzl.

Oleh karena itulah, eksistensi khilafah islamiyah adalah vital dan wajib bagi kaum Muslim karena ia akan menjadi pelindung umat. Sehingga umat merasa aman dan nyaman. Dengan khilafah, harta, darah, dan jiwa umat tidak akan tumpah sia-sia. Akan ada pembelaan dan pembalasan untuk itu semua.

Dakwah Penegakan Khilafah Itu Wajib dan Legal

Sebagai umat yang meyakini Allah SWT sebagai Sang Khaliq dan manusia sebagai mahluk-Nya, kita harus kembali kepada fitrah yakni: (1) tunduk kepada Sang Pencipta dengan mengakui keberadaannya (bertauhid); (2) mewujudkan ketundukan kepada Sang Khaliq dengan cara menyembahnya (beribadah); (3) menjalankan hukum-hukum Allah di muka bumi (bersyariat).

Di samping itu manusia dilengkapi dengan fitrah lain yaitu akal sehat. Maka, berdasar kedua fitrah itu kita dapat bertanya, layakkah kita membenci bahkan mengkriminalkan ajaran Islam khilafah yang notabene datang dari petunjuk Allah dan Rasul-Nya? Bukankah kebebasan perpendapat juga merupakan hak yang dijamin oleh Konstitusi UUD NRI 1945? 

Untuk menentukan suatu ajaran itu terlarang  atau tidak perlu dilakukan pengujian oleh:
(1) Lembaga keagamaan yang menaunginya. Kalau tentang khilafah, maka MUI berwenang mengujinya.
(2) Putusan Pengadilan atau ketentuan UU yang secara tegas menyebutkan untuk itu.

Selama ini belum ada fatwa MUI dan Putusan Pengadilan atau Ketentuan UU yang menyatakan bahwa khilafah itu sebagai ajaran Islam (bidang fikih) yang terlarang dan bertentangan dengan Pancasila.

Khilafah itu ajaran Islam tentang sistem pemerintahan ideal menurut tuntunan Allah, Rasulullah, dan para sahabat. Bukan ideologi yang disejajarkan dengan komunisme dan kapitalisme juga radikalisme. Karena sebagai bagian dari ajaran Islam maka khilafah boleh didakwahkan. Tujuannya agar umat tahu tentang sistem pemerintahan ini sehingga tidak "plonga-plongo" ketika suatu saat sistem ini tegak di muka bumi sebagaimana janji Rasulullah dalam hadis yang shahih. Jadi, tidak ada salahnya jika siapa pun orang, lembaga, ormas Islam mendakwahkan khilafah selama tidak ada unsur kekerasan, pemaksaan, apalagi makar.

Menurut kami, tidak fair bila kita mengharamkan khilafah dan memusuhi orang yang mempelajari dan mendakwahkannya. Mengapa? Karena dalam sejarah selama 1300 tahun umat Islam dalam kepemimpinan sistem kekhilafahan, apa pun bentuk dan variasinya. Bahkan,  bukankah beberapa wilayah Indonesia sempat menjadi bagian atau wakil kekhalifahan Utsmani, misalnya Demak, DI Yogyakarta? Jejaknya masih jelas. Bukankah, kita juga pernah dibantu khilafah ketika kita melawan penjajah Belanda? Apakah kita akan melupakan begitu saja jejak kekhalifahan di negeri ini? Itu a-history!

Khilafah itu jelas merupakan bagian dari fikih siyasah sehingga khilafah adalah ajaran Islam, bukan ajaran terlarang. Oleh karena itu mendakwahkannya bukanlah tindakan kriminal dan bukan terpapar radikalisme. Bahkan, persekusi kepada pendakwah khilafah baik oleh perorangan maupun  organisasi merupakan perbuatan pidana yang dapat dijerat denagan KUHP (Pasal 156a) dan UU ITE serta UU Ormas 2017. Kalau demikian, maka kriminalisasi khilafah dan dakwahnya sebenarnya merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila dan Islam itu sendiri.

Dengan demikian, dakwah khilafah tidak boleh dilarang, itu hak umat Islam untuk amar makruf serta nahi munkar. Harus clear apa itu khilafah. Persepsi tentangnya harus sama antara aparat penegak hukum (APH) dengan umat Islam. Umat Islam meyakini bahwa khilafah itu sistem pemerintahan Islam yang berbasis pada syariat Islam dan dalam fikih diatur pada Bab Siyasah.

Jika mendakwahkan ajaran Islam secara damai distigmatisasi dan dikriminalisasi, hal itu bisa dikatakan merupakan ancaman atas kebebasan dan jaminan untuk menyakini dan menjalankan ajaran agama, dan menciptakan polarisasi yang sangat tajam. Padahal yang didakwahkan itu ajaran Islam bukan ajaran setan. Juga tidak ada doktrin untuk makar, teror, dan lain-lain. Dampak kriminalisasi ini sangat destruktif terhadap kesatuan umat Islam. Yang tengah terjadi adalah polarisasi umat dan berpotensi saling menyerang. Ini mungkin yang diharapkan para petualang politik dengan menciptakan hantu baru bernama khilafah.

Ada potensi besar bahwa Pancasila, KUHP, UU Ormas, dan UU Terorisme akan dijadikan dasar untuk melakukan kriminalisasi dan stigmatisasi terhadap pihak yang mendakwahkan ajaran Islam khilafah. Keempat norma itu dijadikan berhala di hadapan umat Islam yang istiqamah terhadap syariat Islam. Namun justru syariat Islam itu dikriminalisasi, serta para pendakwahnya dipersekusi dan dijebloskan ke jeruji besi. Sangat disayangkan, APH bertindak gegabah dalam mengkriminalkan ajaran Islam dan pendakwahnya. Pada akhirnya tuduhan harus dibuktikan di persidangan. Asas equality before the law dan presumption of innosence harus tetap diiutamakan.

Di sisi lain, sebenarnya siapa pun yang menyudutkan ajaran Islam termasuk khilafah, dapat dikategorikan tindak pidana penistaan agama, khususnya jika terjadi penghinaan atau penistaan agama. Misal dengan menyatakan khilafah ajaran sesat, ajaran setan tidak layak dipelajari, tidak layak diikuti, dan sebagainya. Bahkan seorang komisaris independen PT Pelni, Dede Budhyarto berani memplesetkan khilafah dengan kata khilafuck. Ini berarti menafsirkann ajaran Islam secara serampangan dan salah sehingga menistakannya. Hal itu dapat dihukumi dengan Pasal 156, 156a dan 157 KUHP terkait delik penistaan agama dan atau kelompok masyarakat. 

Jika Anda seorang Muslim, apakah Anda mau tetap "plonga-plongo" terhadap ajaran Islam yang seharusnya didakwahkan? Apakah Anda juga termasuk pihak yang mendukung kriminalisasi terhadap ajaran Islam tersebut? Apakah menurut Anda hanya HTI yang wajib mendakwahkan ajaran Islam khilafah? Semoga jawabannya: "Tidak!"

*Strategi Umat Islam Mendakwahkan Khilafah Sebagai Ajaran Islam*

Sangat disayangkan, bila yang membenci (menolak) ajaran Islam khilafah justru kaum Muslim sendiri. Entah karena kebodohannya atau terjebak kepentingan duniawi. Para pengidap islamfobia dan khilafahfobia mengalami halusinasi, ketakutan yang berlebihan kepada Islam, agama paling damai di dunia. Pun takut pada khilafah sebagai solusi hakiki bagi problematika umat saat ini. 

Begitu masifnya para haters menolak dakwah khilafah seharusnya tak membuat umat Muslim berdiam diri. Berikut strategi umat mendakwahkan khilafah sebagai ajaran Islam.

Pertama, tidak takut menunjukkan jati dirinya. Isyhadu bi anna Muslimun. Sebagai dorongan dari akidah Islam kaffah sebagaimana contoh  Rasulullah SAW. Pun berani menyatakan khilafah sebagai ajaran Islam dan berposisi penting sebagai taajul furudh (mahkota kewajiban). Tidak boleh ragu menegakkannya, walau dicela oleh kaum munafik dan jahil.

Kedua, menjelaskan pernyataan khilafah sebagai ajaran radikal dan pemecah-belah merupakan narasi sesat dan menyesatkan. Ini adalah kesalahpahaman terhadap ajaran Islam. Di sinilah fungsi penting dakwah Islam secara kaffah. Islam adalah rahmatan lil alamin. Tidak ada ajaran Islam sebagai wahyu Allah SWT, yang membuat manusia sengsara atau  binasa. Justru pemahaman keliru terhadap Islamlah yang akan menjauhkan Islam dari sifat rahmatnya.

Ketiga, memahami opini negatif terhadap ajaran Islam khilafah serta pejuangnya, merupakan upaya  musuh Islam untuk menjauhkan Islam dari kesejatiannya, yaitu Islam kaffah. Dakwah mesti disertai kasyful khuththath (menyingkap makar di balik sesuatu). Umat pun harus mengetahui bahwa di balik penentangan terhadap ajaran khilafah, terdapat makar jahat  (hidden agenda) oleh negara-negara Barat dengan perpanjangan tangan dari internal umat Islam. Sehingga umat Islam tidak terlibat dalam upaya pecah-belah diri sendiri. 

Keempat, menumbuhkan kesadaran akan musuh bersama _(common enemy)_. Kesalahan menetapkan musuh menyebabkan kesalahan bersikap. Perlu penegasan bahwa musuh utama umat Islam adalah ideologi sekularisme berikut ide turunannya maupun sosialisme komunis. Bukan sesama umat Islam meski berbeda kelompok/organisasi.  

Kelima, mengoptimalkan penggunaan seluruh media milik umat Islam untuk membendung opini negatif terhadap ajaran Islam khilafah dan pejuangnya. Individu maupun komunitas Muslim sebagai pemilik maupun pengelola media hendaknya bervisi dakwah dan menjadikan medianya sebagai sarana amar makruf nahi mungkar. 

Keenam, bersinergi dengan berbagai komponen umat Islam; tokoh Islam, aktivis gerakan Islam, ulama, ustaz, penggerak majelis taklim, dan seterusnya, untuk mengonter opini negatif terhadap khilafah. Pun mendorong mereka menyampaikan pada jejaring, massa atau pengikutnya. 

Ketujuh, agar tidak terkena jerat Pasal 188 KUHP,  sampaikan substansi dan kognisi khilafah, bukan persuasi. Lurus dakwah tentang ajaran Islam khilafah, dan tidak memaksa orang lain menerapkannya apalagi dengan kekerasan. Hindari kata ajakan, bujukan, rayuan, dan lain-lain. 

Demikian strategi umat Islam dalam mendakwahkan khilafah sebagai ajaran Islam. Semoga kebangkitan Islam kembali hadir  dengan tegaknya khilafah islamiyah 'ala minhajin nubuwah. Hingga rahmat Islam kelak menaungi seluruh alam. []

Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media)

Opini

×
Berita Terbaru Update