TintaSiyasi.id -- Ahli Fikih Islam K.H. Shiddiq Al Jawi, M.Si menilai toleransi di Indonesia dibentuk bukan berdasarkan aturan-aturan dari islam. Sehingga, konsep toleransi hanya akan bertabrakan dengan syariat islam.
"Jadi, konsep toleransi di Indonesia dikaitkan dengan syariat islam bertabrakan," ujarnya di kanal YouTube Ngaji Subuh berjudul Toleransi Islami vs Toleransi Liberal, Jumat (27/12/2024).
Kiai Shiddiq mengatakan bahwa pemahaman toleransi di Indonesia dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan dalam beragama. "Tapi, dirukunkan dengan aturan-aturan yang bukan syariat islam, tetapi aturan dari mereka (pemerintah Indonesia)," mirisnya.
Kemudian ia mencontohkan, ketika Idul Adha tahun 2024, Masjid Istiqlal menerima 1 ekor Sapi dari Gereja Katedral, serta menerima 22 ekor sapi dari masyarakat non muslim. Hal tersebut dianggap toleransi yang hebat banget. Padahal, dalam syariat islam tidak boleh Kristen Katolik menyembelihkan hewan qurban kepada masjid, tidak sah.
"Syarat shohibul qurban yang pertama itu seorang Muslim. Sehingga, dengan Gereja Katedral dan non muslim berqurban sapi tidak sah karena bukanlah muslim," tegasnya.
"Alasannya toleransi. Pada waktu itu Imam Besar Masjid Istiqlal yang sekarang Menteri Agama kalau dibilang tidak belajar fiqih, nanti terkesan menghina, tetapi faktanya begitu. Shohibul qurban dari kafir tidak diterima, kurang ajar sekali itu," sindirnya.
Jadi menurutnya, konsep toleransi di Indonesia berasal dari Eropa, disebut konsep toleransi liberal atau toleransi sekuler. Alhasil, konsep toleransi yang dianut di Indonesia tidak berlaku untuk semua orang atau semua agama. Hal tersebut lantaran konsep toleransi di Indonesia muncul dalam konteks masyarakat Eropa yang dilatarbelakangi terkait konflik agama.
"Toleransi ini dilatarbelakangi oleh konflik agama, khususnya agama Katolik dengan Protestan tahun 1572. Jadi, tidak bisa konsep yang khas itu kemudian dipaksakan kepada umat Islam. Toleransi ini landasannya sekularisme, relativisme, dan pluralisme," pungkasnya. [] Taufan