Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mitigasi Komprehensif, Cegah Bencana Berulang

Senin, 06 Januari 2025 | 19:16 WIB Last Updated 2025-01-06T12:16:30Z
Tintasiyasi.id.com -- Beberapa waktu terkahir, bencana demi bencana terjadi diberbagai pelosok negeri. Mulai dari banjir bandang, tanah longsor, lahar dingin gunung merapi, kekeringan dan krisis air, puting beliung, dll. Bahkan banjir besar terjadi secara merata di seluruh pulau-pulau besar Indonesia mulai dari Papua hingga Sumatera.

Semua bencana tersebut terjadi secara berulang dari tahun ke tahun, dan tentu berdampak besar bagi kehidupan masyarakat. Kerugian ekonomi dan sosial  sudah tak terbendung, dampak bencana yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya pun belum pulih sepenuhnya, sementara bencana-bencana yang sama terus berulang dan bisa saja akan terjadi bencana yang lebih besar di tahun-tahun yang akan datang jika tidak segera ditangani.

Dari rentetan fakta tersebut, tentu dibutuhkan perbaikan sikap mental tanggap bencana dalam setiap elemen masyarakat, termasuk pemerintah (sebagai penguasa yang bertugas mengurus rakyat). 

Namun sangat disayangkan, setiap bencana terjadi pemerintah seringkali kalah cepat oleh ormas, LSM, parpol, atau rakyat sipil yang sebenarnya tidak memiliki kewajiban penuh atas tugas 'mengurus rakyat' dalam hal ini 'mengatasi bencana'.

Baik pencegahan sebelum bencana terjadi, sikap tanggap saat terjadi bencana, maupun mitigasi bencana untuk mengantisipasi jika bencana serupa kembali terjadi.

Dari luasnya titik kejadian bencana dan banyaknya korban, menunjukkan bahwa mitigasi bencana tidak benar-benar berjalan sebagaimana semestinya. Seringkali masyarakat menyelesaikan penanggulangan bencana secara swadaya tanpa campur tangan pemerintah. 

Karena, pemerintah menolong seadanya dan selalu berkutat dengan persoalan kekurangan dana atau akses ke lokasi bencana yang sulit. Terlihat ketidak seriusan pemerintah dalam melakukan penanggulangan bencana, sehingga bencana serupa terus terjadi dari tahun ke tahun.

Inilah dampak kepemimpinan sekuler kapitalistik yang menyebabkan penguasa tidak memiliki sensibilitas dan ambisi serius untuk menyolusi perihal bencana mulai dari akarnya. 

Bahkan, banyak kebijakan penguasa yang justru menjadi penyebab munculnya bencana hingga berpotensi mendatangkan bencana baru. Seperti penggundulan hutan, alih fungsi lahan terutama di zona penyangga (hutan), deforestasi (Konversi hutan menjadi lahan pertanian, perkebunan, atau permukiman), kebijakan AMDAL yang longgar, dll.

Semua kebijakan-kebijakan ini, jika tidak diberlakukan secara hati-hati, justru sangat berpotensi menjadi faktor penyebab terjadinya bencana. Sehingga perlu adanya perbaikan serius mulai dari penetapan kebijakan sebagai faktor pencegahan sebelum bencana terjadi, sikap tanggap saat terjadi bencana, maupun mitigasi bencana untuk mengantisipasi jika bencana serupa kembali terjadi.

Dalam Islam seorang pemimpin betugas sebagai raa'in (pengurus urusan umat) dan junnah (penjaga). Oleh sebab itu, pemimpin wajib mengupayakan segala daya dan upaya untuk menyejahterakan umat serta menjauhkan mereka dari hal-hal yang berbahaya juga membinasakan salah satunya bencana.

Benar adanya bahwa setiap bencana adalah ketetapan Allah, bencana juga bisa terjadi kapan pun dan dimana pun, baik sebagai bentuk ujian ataupun peringatan bagi manusia. Namun, Islam memiliki aturan syara' yang terstruktur untuk menghindarinya, menghadapinya, serta mengatur mitigasi dalam bencana.

Mitigasi merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran, serta peningkatan kemampuan dalam menghadapi ancaman bencana.

Berdasarkan hal ini, mitigasi tentu menjadi hal yang sangat vital bagi rakyat dan merupakan tanggung jawab penuh dari penguasa. Karena, mitigasi bencana erat kaitannya dengan fungsi kepemimpinan seorang penguasa sebagai rain dan junnah bagi umat, yang mana pertanggungjawabannya berdimensi akhirat bukan hanya duniawi.

Rasulullah SAW. bersabda :

“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.”(HR Muslim dan Ahmad).

Adapun aktivitas menolong secara sukarela yang biasa dilakukan oleh masyarakat, maka itu merupakan kebaikan yang dianjurkan oleh agama dan tetap didorong oleh penguasa, bukan untuk menggantikan peran penguasa/pemimpin.

Pemimpin Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus yang sesuai dengan aturan Allah, mulai dari sistem keuangan, pertanahan, sanksi (untuk mencegah pelanggaran), penataan lingkungan yang kemudian dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam dalam rangka menjamin kesejahteraan setiap rakyat. 

Pembangunan dan pengelolaan bumi dalam Islam tidak melulu demi reputasi, apalagi kapitalisasi dan angka-angka semu pertumbuhan ekonomi belaka.

Islam bukan juga anti terhadap pembangunan. Banyaknya pembangunan di dalam sejarah peradaban Islam justru membuktikan bahwa pembangunan ditujukan untuk kepentingan umat.

Bangunan-bangunan peninggalan peradaban Islam bahkan masih banyak yang berfungsi baik dimasa kejayaan peradaban Islam dahulu hingga era modern ini, padahal usianya sudah ratusan tahun.

Pembangunan dalam Islam juga mengandung visi ibadah, dengan kata lain pembangunan harus bisa menunjang visi penghambaan kepada Allah Taala. Untuk itu, jika suatu proyek pembangunan bertentangan dengan aturan Allah ataupun berdampak pada terdzaliminya hamba Allah, maka pembangunan itu tidak boleh dilanjutkan.

Begitu pula perihal tata guna lahan. Penguasa sudah semestinya memiliki kemampuan menganalisa serta inventarisasi fungsi dari masing-masing jenis lahan. Seperti lahan yang subur dan efektif untuk pertanian tidak boleh dialihfungsikan menjadi permukiman maupun kawasan industri.

Lahan pesisir, difungsikan sesuai potensi ekologisnya, yakni mencegah abrasi air laut terhadap daratan. Sedangkan lahan hijau/kawasan hutan akan dilestarikan sebagai area konservasi agar dapat menahan/mengikat air hujan, sehingga tidak mudah menimbulkan tanah longsor sekaligus menjaga siklus air. 

Adapun untuk lahan permukiman dan industri memiliki karakteristik diluar dari ketiga lahan tersebut, sehingga alam dapat berjalan secara alami sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Allah SWT berfirman:

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah (Kami) akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
(QS Al-A’raf : 96).[]

Oleh: Marissa Oktavioni, S. Tr. Bns
(Aktivitis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update