Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dampak Liberalisasi Listrik, Listrik Mahal Tak Mampu Alirkan ke Pelosok

Senin, 09 Desember 2024 | 22:16 WIB Last Updated 2024-12-09T15:16:54Z
TintaSiyasi.id -- Listrik merupakan salah satu sarana penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Seperti kebutuhan pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain - lain. Apalagi di zaman yang serba canggih dan modern saat ini, dengan listrik akan memudahkan aktivitas secara online. Seperti di daerah pelosok desa. Namun mirisnya hingga saat ini masih ada desa terpencil yang belum teraliri listrik. 

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jisman P Hutajulu, mengatakan sampai triwulan I 2024 masih ada 112 desa/kelurahan yang belum teraliri listrik. Jumlah ini turun dari akhir 2023 yang mana sebanyak 140 desa/kelurahan semuanya terletak di Papua belum mendapat aliran listrik. "Sampai dengan Triwulan I 2024, Ditjen Ketenagalistrikan telah menetapkan daerah belum berlistrik sebanyak 0,13 persen 112 desa/kelurahan," katanya, saat dihubungi Tirto, Senin (10/6/2024). (https://tirto.id/10/7/2024).

Pertanyaannya, mengapa listrik masih belum teraliri ke desa pelosok bukankah ini merupakan tugas dan tanggung jawab negara  ?

Akibat Liberalisasi Listrik

Aliran listrik ke pelosok desa selalu mengalami kendala. Walaupun sudah berupaya menjangkaunya namun kenyataan masih belum terealisasi. Jika ditelusuri, ada beberapa faktor yang menyebabkan pemasangan listrik terkendala. 

Pertama, minimnya fasilitas pembangunan listrik ke desa. Jalan akses ke desa dengan sarana dan fasilitas yang tidak mampu masuk desa menyebabkan listrik tak mampu dibangun. Seperti jalanan terjal, jurang, tebing yang susah dilewati. Ditambah tak ada dukungan fasilitas dari pemerintah, listrik semakin lama masuk ke desa bahkan tidak sama sekali.

Kedua, negara tak serius. Selama ini listrik tak mampu masuk desa oleh karena pemerintah tak serius. Alhasil, tidak segera tertangani, butuh bertahun - tahun hingga pergantian pemimpin, tak ada hasil yang signifikan. Alhasil, desa pelosok selalu tertinggal dan tak mendapatkan pelayanan terbaik, baik untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya. 

Ketiga, liberalisasi listrik. Ialah menjadi salah satu penyebab listrik tertunda masuk desa. Adanya liberalisasi tata kelola listrik oleh negara, listrik menjadi mahal. Untuk memasang di daerah terpencil, butuh biaya besar. Negara hanya melayani listrik di tempat yang mampu membiayai layanan listrik. Alhasil, harus membayar pemasangan listrik. Jelas ini berorientasi pada keuntungan bukan memikirkan kebutuhan rakyat. Akibatnya penyediaan listrik di desa tidak terlalu diperhatikan. Kalaupun diperhatikan, desa harus menanggung biaya yang lebih mahal.

Keempat, penyediaan listrik diserahkan pada pihak swasta (korporasi) mengakibatkan layanan listrik menjadi mahal. Negara seolah lepas tangan sebab tak mampu menjamin kebutuhan listrik. Mirisnya, negara justru memalak rakyat melalui tata kelola listrik yang berasaskan Kapitalistik. Wajar listrik menjadi mahal. Akibatnya rakyat yang tak mampu, terlunta-lunta nasibnya. Harus menunggu sekian tahun padahal setiap tahunnya biaya listrik terus mengalami kenaikan. 

Apalagi adanya keran liberalisasi listrik semakin kuat dengan diterbitkannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang memudahkan investor swasta mengelola energi listrik dalam negeri. Jelas akan mempersempit kesejahteraan rakyat sebaliknya swasta lebih diuntungkan. Pasang listrik atau tidak pasang, rakyat tetap menderita. Rakyat selalu menjadi korban, menanggung sendiri beban hidupnya memperoleh listrik.  

Akibat penerapan sistem Sekuler Kapitalis yang berorientasi pada keuntungan materi. Alhasil  kesejahteraan rakyat terabaikan. Maka bagaimana mungkin mengharapkan rakyat Indonesia maju dan sejahtera jika listrik saja belum merata di setiap desa ?

Listrik Milik Umum

Dalam pandangan Islam, listrik merupakan kepemilikan umum. Artinya, listrik tidak boleh dimiliki individu/swasta. Listrik merupakan kebutuhan rakyat secara umum. Kewajiban negara mengelolanya dan dikembalikan pada rakyat untuk dinikmati secara gratis/murah (mudah dijangkau). Dalam sabda Rasulullah saw, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Listrik merupakan benda yang menghasilkan percikan api. Karena itu listrik terkategori kepemilikan umum. Maka negara harus memastikan setiap individu rakyat telah terpenuhi kebutuhannya termasuk listrik dengan secara gratis hingga pelosok desa. Hal itu bukan sesuatu yang mustahil diwujudkan selama negara tidak mengambil keuntungan dari pengelolaan listrik ini.

Dalam Islam memenuhi kebutuhan rakyat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditunda. Sebab satu orang yang lapar saja kelak seorang pemimpin akan dimintai tanggung jawab sebab kelalainnya. Pun masalah listrik bukan lagi alasan untuk tidak mampu mengelola. Allah SWT telah ciptakan SDA yang kaya dan melimpah untuk dikelola dengan sebaik-baiknya. Pengelolaannnya harus sesuai Syariat Islam. 

Selama ini kebutuhan hajat hidup rakyat tidak diatur dengan Syariat Islam namun diatur berdasarkan kebebasan kepemilikan. Wajar listrik tak mampu dinikmati desa terpencil. Namun hanya dinikmati oleh pihak swasta yang bermodal besar. Maka dimanakah tanggung jawab negara ?

Karena itu Islam datang untuk melindungi manusia dari sifat keserakahan akibat kebebasan kepemilikan. Islam datang membawa rahmatan lil alamin. Islam sesuai dengan fitrah manusia. Sebab Allah SWT, lebih mengetahui apa yang dibutuhkan manusia. Karena itu hadist Nabi saw, diatas menjadi tolok ukur kebolehan untuk memilikinya. 

Maka dalam pengelolaan listrik, Islam menempatkan negara sebagai pelayan rakyat untuk menyediakan sarana prasarana terbaik. Fungsi seorang pemimpin yaitu melayani rakyat dengan sungguh - sungguh. Memenuhi kebutuhan rakyat adalah perkara utama yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Saatnya pemimpin negeri ini memimpin sesuai dengan Syariat Islam agar turun keberkahan dari langit sehingga kesejahteraan dirasakan di semua aspek kehidupan. Wallahu a'lam bisshowab.


Oleh: Punky Purboyowati
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update