TintaSiyasi.id -- Merespons terkait dugaan kasus oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melindungi ribuan situs judi online, Direktur Pamong Institute Drs Wahyudi Al Maroky mengatakan ini persoalan serousnya bukan hanya hukumnya yang tidak memberikan efek jera, tetapi persoalan sistemnya.
"Jadi bukan persoalan hukumnya yang tidak memberikan efek jera, tidak memberikan efek mencegah, tetapi persoalan seriusnya adalah bukan hanya persoalan hukumnya tetapi persoalan sistemnya," tuturnya dalam Gawat, Pejabat Tinggi Komdigi Terlibat Judi, Blokir Atau Lindungi Judi? Di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Ahad (17/11/2024).
Dia mengatakan, walaupun masyarakat di negeri ini mayoritas beragama Muslim, akan tetapi aturan agama tidak dipakai dalam terapan hukum-hukum ini. Hal itulah menurut Wahyudi persoalan seriusnya di situ. Itu bukan persoalan hukum saja.
Kalau Kapolri berniat ingin memberantas judol negeri ini, kata Wahyudi mungkin bisa. Akan tetapi dia (Kapolri) tidak boleh menabrak aturan hukum yang ada. Jadi kalaulah ada aparat yang sangat baik di republik ini ingin menghukum mati para penjudi atau korupsi, itu tidak akan berdaya. Walaupun dia jenderal bintang berapa pun, tetapi hukumnya tidak memberi ruang untuk itu, kecuali hukumnya dirubah.
"Karena kita itu secara sistemis tidak memberikan hukuman yang keras dan tegas kepada para penjudi atau pelanggaran hukum lainnya. Karena memang tidak didasarkan kepada hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah Swt. ataupun hukum Tuhan. Tetapi justru yang dibuat oleh manusia sendiri bahkan sebagian besar hukum kita masih hukum warisan penjajah Belanda. Di situ persoalan yang serius," ujarnya.
Ia menyebutkan alasan tidak bisa menghukum penjudi dengan hukuman berat. Pertama, perangkat hukum tidak memberikan ruang untuk dihukum berat. Dalam pasal 303 KUHP, orang yang berjudi ancamannya hanya 4 tahun maksimal dan denda 10 juta.
"Berarti dibawah itu kalau bisa di nego dan seterusnya mungkin, apalagi kita baru membahas hakim juga tersuap. Jadi para penjudi dengan uang yang berlipat bisa rendah hukumannya. Udah begitu, dendanya kan ya tadi saya sebutkan rendah, maksimal 10 juta. Berarti kan, bagi mereka ringan sekali. Jadi perangkat hukum kita tidak memberikan efek jera dan melindungi masyarakat dengan proporsional karena dengan kejahatan-kejahatan tadi baik judi maupun korupsi tidak ada hukuman maksimalnya," urainya.
Solusi Islam
Pertama, harus meningkatkan keimanan ketakwaan dari level individu masyarakat sehingga masyarakat shaleh, orang-orang yang baik, mudah diatur tidak ingin berbuat buruk.
"Kalau masyarakat bertakwa, baru bisa dipilih jadi pejabat sehingga dapat menjadi pejabat-pejabat yang bertakwa, yang shaleh kemudian disuruh melaksanakan aturan dan hukum yang memang hukum yang baik. Itu yang menjaga kesalehan orang sehingga tidak memberi ruang untuk terjadinya celah menjadi pejabat yang korup, pejabat yang bermain-main dengan hukum, pejabat yang melindungi jdi, kenapa? Takut dosan," ujarnya.
Ia mengatakan kontrol masyarakatnya dalam masyarakat-masakan yang bertakwa itu cukup bagus, beda dengan hari ini masyarakat bertakwanya malah tertekan justru tidak bisa mengontrol.
Kedua, sistemnya harus menggunakan sistem yang baik yang datang dari zat yang maha baik yaitu Allah Swt. hukum-hukum Allah yang harus diterapkan dan yang menerapkan adalah orang-orang yang baik. Jadi pejabatnya harus lebih baik lagi, yang integritas, ketakwaan lebih baik, takut dosa takut melanggar hukum nah itu nah kalau tidak ya akhirnya muncul lah praktek seperti apa yang terjadi hari ini.
"Kemudian perangkat hukumnya perangkat hukum yang dipakai adalah hukum yang berasal dari Allah subhanahu wa ta'ala yang memang punya efek jera, punya efek mencegah yang tinggi bahkan ada satu efek lagi, efek pembersih atau kita kenal sebagai istilah jawabir dan jawazir. Itu yang tidak ada dalam sistem hukum kita hari ini," pungkasnya.[] Alfia Purwanti