Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Sekolah Negeri Tidak Memiliki Gedung, kok Bisa?

Kamis, 10 Oktober 2024 | 21:09 WIB Last Updated 2024-10-10T14:09:16Z

Tintasiyasi.id.com -- Miris! sejumlah sekolah negeri di negara yang kaya akan sumber daya alam tetapi tidak memiliki bangunan sekolah sendiri. Untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) mereka harus menyewa gedung atau menumpang di sekolah lain.

Sekolah Negeri tersebut diantaranya SMPN 60 Bandung. Sejak tahun 2018 siswa di SMPN 60 Bandung ini harus menumpang di SDN 192 Ciburuy kecamatan Regol Bandung. Sementara tidak semua kelas dapat tertampung dalam bangunan SD tersebut, sehingga sebagian siswanya harus belajar di luar kelas dengan beralaskan terpal plastik. 

Siswa juga sering belajar di bawah pohon rindang, atau disingkat DPR. Puluhan siswa SMPN 60 Bandung yang belajar di luar kelas berjumlah dua rombongan belajar (rombel), sedangkan tujuh rombel lainnya belajar di ruangan kelas. Para guru pun menggilir rombel yang terpaksa harus belajar di luar ruangan kelas (detik.com, 28/09/2024).

Dilansir dari metrotvnews.com, Humas SMPN 60 Bandung, Rita Nurbaeni mengaku sudah mengajukan permohonan gedung kepada Dinas Pendididkan Kota Bandung. Akan tetapi, sampai saat ini belum mengetahui secara pasti perkembangan permohonan permintaan tersebut.

Sungguh miris sekolah negeri tanpa gedung. Pasalnya, pendidikan adalah bidang penting dalam menentukan masa depan bangsa. Selain itu, pendidikan merupakan kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Sayangnya pengelolaan pendidikan dalam sistem kapitalis membuat negara tidak sepenuhnya berpihak pada rakyat.

Hal ini semakin nyata ketika sekolah didirikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, namun negara tidak memfasilitasi ketersediaan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar.

Dalam sistem Kapitalisme, negara jauh dari fungsi raa’in (pengurus). Anggaran pendidikan diminimalkan sehingga pembangunan infrastruktur sekolah menjadi  terhambat. Disamping itu, urusan pendidikan cenderung diserahkan kepada pihak swasta bahkan juga menjadi ajang korupsi. Banyak sekali persoalan yang lambat penanganannya, bahkan tidak tertangani. Ada sekolah tanpa bangunan, ada sekolah yang rusak namun tidak kunjung diselesaikan.

Berbeda dengan sistem Islam, Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu bidang strategis untuk membangun peradaban yang maju dan mulia. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok rakyat yang wajib disediakan negara dengan anggaran yang bersifat mutlak.

Negara dalam Islam berperan sebagai raa'in. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw;

“Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyarnya.” (HR. Bukhari).

Hadits tersebut menuntut negara mengurus rakyatnya dengan baik termasuk menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan. Dalam membangun pendidikan, negara wajib menyediakan sarana dan prasarana yang memadai seperti gedung sekolah, laboratorium, balai penelitian, perpustakaan, buku-buku pelajaran, internet, teknologi yang mendukung kegiatan belajar mengajar dan sebagainya.

Semua jenjang pendidikan harus memiliki fasilitas pendidikan yang sama, agar semua peserta didik di setiap wilayah dapat menikmati fasilitas pendidikan yang berkualitas.

Semua itu menjadi tanggung jawab negara sebagai pengurus rakyat. Seluruh pembiayaan tersebut menjadi tanggung jawab negara, bukan peserta didik. Pendidikan dalam Islam tidak boleh dijadikan ladang bisnis yang dikomersialisasikan. Seluruh pembiayaan pendidikan dalam Islam diambil dari baitul maal, yakni dari fai dan khoroj serta pos kepemilikan umum.

Di bawah penerapan sistem politik Islam-lah negara mampu memenuhi kebutuhan anggaran pendidikan. Apalagi pembiayaan tersebut bersifat mutlak. Selain itu, negara akan menyediakan tenaga pengajar profesional dan memberikan gaji yang layak.

Inilah sistem pendidikan Islam yang mampu mewujudkan pendidikan berkualitas dan dapat diakses secara gratis oleh siapapun, kaya atau miskin, muslim maupun non muslim dengan sarana prasarana  terbaik dan unggul. Wallahu'alam bishshowab.

Oleh: Ajeng Erni Sukarningtiyas
(Aktivis Muslimah)


Opini

×
Berita Terbaru Update