Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Rumah Rakyat vs Wakilnya

Rabu, 23 Oktober 2024 | 06:58 WIB Last Updated 2024-10-22T23:58:54Z
TintaSiyasi.id -- Menggemaskan. Baru saja dilantik, anggota DPR periode 2024-2029 telah menelurkan kebijakan kontroversial. Bagaimana tidak kontroversial, rumah dinas yang masih layak pakai dianggap sebaliknya oleh mereka. Mereka meminta tunjangan rumah bulanan yang berkisar antara Rp30 juta hingga Rp50 juta per bulan. Bukankah hal ini berpotensi membebani anggaran negara?

Sekjen DPR menerbitkan surat nomor B/733/RT.01/09/2024 yang melegitimasi kucuran dana tunjangan rumah bulanan dan menghentikan penggunaan rumah dinas. Alasannya demi efisiensi dan penghematan anggaran. Rumah dinas yang ada dianggap dalam kondisi tua dan memerlukan perawatan yang membutuhkan anggaran lebih besar. Di samping itu, para anggota DPRD juga telah menerima tunjangan perumahan bulanan, jadi DPR ingin hal yang sama.

Yaah, melihat kelakuan para wakilnya, rakyat hanya bisa beristighfar dan mengelus dada. Dengan tunjangan rumah bulanan sebesar itu, wakil rakyat bisa menyewa rumah mewah dengan fasilitas lengkap, mulai dari kamar tidur lebih dari tiga, garasi yang bisa menampung lebih dari empat mobil, hingga kolam renang. Yang lebih menyakitkan lagi, tunjangan itu menggunakan dana APBN, yang salah satu sumbernya berasal dari pajak yang dibayarkan rakyat. Luar biasa.

Di sisi lain, bagaimana dengan rumah rakyat? Ada yang hanya beralaskan tanah dan beratapkan langit. Ada pula yang tinggal di kolong jembatan. Meskipun menurut BPS, sebanyak 84,79% penduduk telah memiliki rumah sendiri, namun diperkirakan harganya jauh lebih murah dibandingkan rumah sewaan seharga Rp50 juta per bulan.

Nasib rakyat dalam sistem demokrasi kapitalisme hanya menjadi mainan mereka yang menamakan dirinya wakil rakyat. Calon wakil rakyat ini mendatangi rakyat hanya sesekali, terutama menjelang Pemilu. Mereka datang dengan janji menyuarakan aspirasi rakyat sambil mengemis untuk dipilih.

Namun, apa yang terjadi setelah kursi empuk anggota dewan diduduki? Suara rakyat tak lagi sampai ke telinga mereka, karena tersumpal oleh uang dari para kapitalis yang memberikan dana kampanye. Akibatnya, produk undang-undang yang dihasilkan hanya menguntungkan para pengusaha.

Sebut saja UU IKN yang melegitimasi perampasan lahan rakyat, UU Cipta Kerja yang memberikan kemudahan bagi kapitalis, dan UU BUMN yang memberi karpet merah bagi kapitalisasi BUMN. Sudah menjadi rahasia umum bahwa jika pelayanan publik diserahkan kepada swasta, rakyat hanya akan menjadi sapi perah untuk menghasilkan keuntungan bagi kapitalis. Double kill.

Kehidupan rakyat ibarat jatuh tertimpa tangga. Tidak ada kenyamanan hidup dalam sistem demokrasi kapitalisme ini. Sistem yang berdiri di atas akidah sekularisme menjadikan manusia, yaitu para wakil rakyat, seperti Tuhan yang membuat aturan hidup. Akibatnya, peraturan yang dibuat selalu sarat dengan kepentingan pribadi dan golongan, sehingga tidak membawa kemaslahatan bagi seluruh rakyat.

Berbeda dengan sistem Islam, hak membuat aturan berada di tangan Syara', yakni Allah SWT. Secara praktis, aturan diterapkan oleh negara dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk pengaturan struktur negara. Berdasarkan aktivitas Rasulullah Saw., dalam sistem Islam terdapat majelis umat.

Majelis umat adalah majelis yang beranggotakan orang-orang representatif dari kaum muslimin. Tugas mereka adalah memberikan pendapat kepada Khalifah, sekaligus menjadi tempat rujukan bagi Khalifah. Mereka juga mewakili umat untuk mengawasi para pejabat pemerintahan.

Tidak ada fasilitas istimewa yang diberikan kepada anggota majelis umat seperti yang diterima wakil rakyat dalam sistem demokrasi kapitalisme. Namun, sebagai rakyat, mereka akan mendapatkan fasilitas yang sama, yakni jaminan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Salah satu kebutuhan dasar tersebut adalah rumah.

Sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan rakyat secara individu. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi kepala keluarga sehingga mereka bisa menafkahi keluarga, termasuk memenuhi kebutuhan rumah. Pembukaan lapangan pekerjaan ini dimungkinkan oleh pengelolaan sektor pertambangan yang dilakukan oleh negara, bukan oleh swasta.

Dalam Islam, sumber daya alam (SDA) termasuk kepemilikan umum. Negara wajib mengelolanya untuk kemakmuran rakyat. Haram hukumnya menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta, apalagi asing. Juga haram mengambil keuntungan dari hasil pengelolaan harta milik umum. Pengelolaan harta milik umum ini akan memudahkan rakyat memiliki rumah.

Negara juga akan membangun industri pengolahan kayu, besi, baja, aluminium, dan bahan-bahan lainnya menjadi bahan bangunan siap pakai. Sehingga, rakyat bisa memperolehnya dengan mudah dan dengan harga yang terjangkau. Asas kemaslahatan umat yang berstandar syariat membuat industri yang dibangun tidak akan merusak manusia atau lingkungan.

Islam melarang penelantaran tanah. Rasulullah bersabda, "Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya memberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, maka tanah itu hendaknya diambil." (HR Bukhari). Negara berhak mengambil tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut oleh pemiliknya dan berhak memberikannya kepada siapa pun, termasuk untuk membangun rumah.

Islam juga akan mengawasi semua akad dalam bisnis properti, menghapus semua akad batil seperti akad ganda, riba, denda, dan asuransi. Birokrasi dan persyaratan administrasi dalam kepemilikan rumah juga akan dipermudah.

Dengan semua mekanisme tersebut, siapa pun akan mudah memiliki rumah. Tak perlu menunggu menjadi wakil rakyat dulu untuk mendapatkan tunjangan rumah. Wallahu a'lam.


Oleh: Mahrita Julia Hapsari
Aktivis Muslimah Banua

Opini

×
Berita Terbaru Update