Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Badai PHK Menghantam, Masihkah Betah dengan Ekonomi Kapitalisme?

Rabu, 09 Oktober 2024 | 09:02 WIB Last Updated 2024-10-09T02:02:17Z

TintaSiyasi.id -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat hampir 53.000 tenaga kerja sudah menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang Januari hingga September 2024.

Dilansir data dari Kemnaker, sebagaimana dikutip Kontan, pada September 2024, tercatat ada tambahan jumlah korban PHK sebanyak 6.753 orang. Sehingga, bila digabung sejak Januari lalu maka total pekerja yang terkena PHK mencapai 52.933 orang. Kasus PHK terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah dengan total 14.767 kasus, lalu disusul Banten 9.114 kasus, dan DKI Jakarta 7.469 kasus. (Kompas.com, 29/9/2024)

Sungguh ironis, PHK masih terus terjadi di negeri yang kaya akan SDA. Padahal banyaknya PHK akan semakin banyak pengangguran dan akan sangat mempengaruhi segala aspek kehidupan, sulitnya mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik sandang, pangan, maupun papan. Maka dengan sulitnya hidup tak ayal akan membuat sebagian orang akan melakukan tindak kejahatan.

Maraknya PHK sejatinya merupakan akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara yang menggunakan sistem kapitalisme. Sistem ini menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai.

Inilah yang menjadi dasar sistem ekonomi kapitalis yang dimana kebebasan kepemilikan memberi ruang seluas-luasnya bagi individu untuk memiliki apapun dan menguasai kekayaan apapun, dengan cara apapun. Sehingga yang menjadi tolak ukur perbuatan adalah manfaat, tidak ada prinsip benar dan salah semua sah asal ada manfaatnya.

Sistem ekonomi kapitalisme juga mengakui pengembangan ekonomi nonrill. Maka tak heran bermunculan transaksi yang menjadikan uang sebagai komoditas seperti saham dan bursa efek, perbankan sistem ribawi, dan asuransi. Efeknya adalah pertumbuhan uang yang beredar lebih cepat dari sektor rill, dan hal ini mendorong terjadinya influsi dan penggelembungan harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor rill.

Perusahaan-perusahaan di sektor rill akan terdampak kerugian bahkan gulung tikar. Banyak pengangguran baru tak terhindarkan karena akan terjadi PHK besar-besaran. Peningkatan sektor nonrill dalam sistem kapitalisme telah mengakibatkan harta beredar hanya pada kelompok tertentu dan tidak berkontribusi pada penyediaan lapangan pekerjaan.

Selain itu negara menyerahkan penyediaan lapangan pekerjaan kepada swasta melalui regulasi yang mempermudah pihak swasta dalam membuka bisnis bahkan mengelola SDA negeri ini. Selama mereka memiliki modal pemerintah memberi support penuh. Bahkan kini pemerintah memiliki jalan pintas bagi pihak swasta untuk membangun usaha di negeri ini yakni memberi label PSN. Padahal kebijakan ini bukannya menyejahterakan rakyat sebagian besar dari proyek strategis tersebut justru merugikan rakyat, khususnya rakyat setempat. Bahkan tak jarang PSN berujung terjadinya konflik agraria.

Di sisi lain, negara seharusnya mampu menjamin tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai. Maka jika terjadi gelombang PHK pada rakyat maka pemerintah bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan pekerjaan.

Sistem kapitalisme memandang buruh hanya sebagai pekerja semata atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan. Sehingga jika perusahaan harus menekan biaya produksi untuk menyelamatkan perusahaan maka pilihannya adalah PHK pekerjanya. Sebab pekerja dalam paradigma kapitalisme hanya dipandang sebagai faktor produksi, karena sistem ini hanya mementingkan perusahaannya ketimbang buruhnya.

Hal ini membuktikan bahwa upaya pemerintah menyerahkan ketersediaan lapangan pekerjaan kepada pihak swasta salah besar. Berpangku tangannya penguasa dari menjamin lapangan pekerjaan memadai dan layak bagi rakyatnya telah menghasilkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang kontroversial.

Para pekerja atau buruh memandang UU tersebut memberi kemudahan bagi pihak perusahaan melakukan PHK. UU tersebut semakin mengecilkan peluang bekerja karena syarat memperkerjakan tenaga kerja asing (TKA) semakin dipermudah. Inilah konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini.

Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam institusi Islam Khilafah Islamiah. Penerapan sistem Islam yang bersumber dari Al Khalid meniscayakan terwujudnya rahmat bagi seluruh alam termasuk kehidupan manusia.

Islam menjamin kesejahteraan rakyat melalui dengan berbagai mekanisme dalam bingkai sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam secara sempurna hanya bisa diterapkan oleh negara Islam dalam bingkai Daulah Islamiah. Sistem ekonomi Islam bertujuan mewujudkan kesejahteraan individu per individu.

Negara memiliki peran penting menyelesaikan pengangguran. Namun negara yang mampu mewujudkannya hanyalah negara yang menerapkan Islam kaffah termasuk ekonomi Islam dan politik Islam.

Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan kepada setiap warga negaranya. Negara wajib menanggung mereka yang lemah secara fisik seperti orang cacat, orang tua, termasuk wanita jika mereka tidak memiliki kerabat atau kerabatnya tidak sanggup menafkahi mereka. Negara juga wajib membantu mereka yang lemah secara hukum, yakni mereka yang mampu bekerja namun tidak mendapatkan pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Upaya negara dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang luas adalah bagian dari jaminan negara secara tidak langsung bagi rakyatnya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan, dan papan. Negara juga memudahkan akses bagi rakyat atas kebutuhan pokok tersebut melalui mekanisme yang diatur syariat Islam sehingga harga pangan, sandang, maupun papan tidak terlampau mahal dan mudah mengalami kenaikan.

Adapun layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan dipenuhi secara langsung. Semua kebutuhan dasar tersebut akan diakses seluruh rakyat tanpa syarat dengan gratis. Hal ini mudah bagi Khilafah dengan keuangan yang kuat dan unggul di bawah Baitul Mal Khilafah.

Islam secara tegas melarang negara menyerahkan pengelolaan SDA kepada pihak swasta karena SDA termasuk kepemilikan umum (rakyat). Sebaliknya negara wajib mengelolanya untuk kemaslahatan rakyat. Perusahaan-perusahaan yang dibangun untuk mengelola SDA ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

Khilafah akan menyelenggarakan pendidikan murah bahkan gratis untuk semua, dengan begitu rakyat akan dapat mengenyam pendidikan sesuai keinginan mereka tanpa terbebani dengan biaya pendidikan. Laki-laki pun akan diberikan pemahaman bahwa tugas seorang laki-laki adalah mencari nafkah. Sungguh hanya Khilafah yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyatnya dan anti PHK. Wallahu a’lam bishshawab. []


Hamsia
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update