TintaSiyasi.id -- Kenya telah mendapatkan pinjaman sebesar Ksh. 40 miliar (dalam mata uang Shiling Kenya) dari Cina untuk membantu menyelesaikan proyek-proyek yang terhenti di 15 daerah. Kepala Komite Anggaran Nasional, Ndindi Nyoro mengatakan kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua negara tersebut akan membuat para kontraktor kembali bekerja pada bulan September.
Komentar
Upaya transformasi struktural ekonomi merekalah yang membuat negara-negara seperti Kenya terjerat utang, sehingga menyebabkan peningkatan utang. Untuk memulai transformasi struktural ekonomi, banyak negara Afrika memerlukan investasi besar-besaran dalam infrastruktur yang didukung oleh pinjaman dari dua arah bursa, baik domestik dan eksternal.
Oleh karena itu, Pemerintah Kenya memutuskan kembali untuk mengambil pinjaman baru dari Cina. Padahal, Kenya baru saja menggelontorkan uang sebesar Ksh.152,69 miliar untuk membayar utang akhir tahun kepada Cina untuk membangun jalur kereta api modern. Tentunya, tambahan pinjaman yang diajukan oleh negara Kenya akan menambah beban pajak bagi rakyat.
Ketika pemerintahan Ruto mulai menjabat pada bulan Agustus 2022, utang luar negeri negara tersebut sekitar $62 miliar, atau 67 persen dari produk domestik brutonya. Rezim terakhir yang dipimpin William Ruto sebagai Wakil Presiden telah banyak meminjam dari negara-negara pemberi pinjaman komersial seperti Tiongkok, untuk membiayai mega proyek infrastruktur, termasuk jalur kereta api yang menghubungkan Nairobi dengan kota pelabuhan Mombasa.
Sebagian besar pinjaman tersebut bersifat komersial, artinya memiliki suku bunga yang tinggi. Sementara itu, infrastruktur yang dibangun gagal menghasilkan pendapatan yang diharapkan. Lebih buruknya lagi, banyak pemimpin Afrika yang meminjam uang dari luar negeri, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi. Akhirnya, meninggalkan utang kepada rakyat.
Pada aksi protes dua bulan lalu yang menelan korban jiwa, poster-poster dikibarkan untuk mengecam Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang dituduh sebagai penyebab krisis.
“IMF, Bank Dunia, Hentikan Perbudakan Modern,” tulisan dalam salah satu poster merah.
Protes tersebut tentulah merupakan hasil dari kebijakan Kapitalisme yang korup seperti menaikkan pajak dan mencari pinjaman yang telah menyebabkan penderitaan dan kesulitan yang luar biasa yang tidak hanya terjadi di Kenya, tetapi juga di seluruh dunia.
Dan ternyata, mencari pinjaman merupakan alat rancangan yang digunakan oleh Barat yang membina sekelompok kecil orang (pemimpin) yang akan memadukan kekuatan politik dan komersial untuk mengendalikan ekonomi negara-negara dunia ketiga termasuk Kenya.
Untuk memutus rantai monster utang, Kenya dan dunia pada umumnya membutuhkan sebuah model ekonomi baru, yaitu sistem ekonomi Islam yang fokus pada distribusi dan sirkulasi kekayaan, bukan pada produksi dan akumulasi kekayaan di kalangan segelintir elit. Lebih jauh lagi, dengan mata uang bimetalik yang hanya didasarkan pada emas dan perak, pinjaman berbasis bunga tidak memiliki peluang dalam ekonomi Islam. Sistem unik ini memang akan diterapkan di bawah Negara Khilafah yang akan tegak kembali berdasarkan metode Nabi Muhammad Saw. []M. Siregar
Sumber terjemahan berita: Perwakilan Media Partai Pembebasan Wilayah Kenya, The Capitalist Interest Based Loans Bring More Economic, Shabani Mwalimu, Kamis (05/09/ 2024).