TintaSiyasi.id -- Berita terkait kerusakan generasi seolah tidak pernah sepi menghiasi jagat media. Setiap hari, kita disuguhkan dengan berita-berita prilaku remaja yang makin hari makin menjadi-jadi.
Seperti kasus terbaru yang memilukan terjadi di kota Palembang, empat remaja tega memperkosa siswi SMP yang berujung pada pembunuhan. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata para pelaku adalah pecandu film porno dan telah berencana untuk melakukan aksi bejatnya kepada korban. Mirisnya, setelah menghabisi nyawa korban. Para pelaku dengan bangganya menceritakan kejadian sadis tersebut kepada teman-temannya, (Kompas.com, 5/9/2024).
Inilah realitasnya, kondisi generasi secara umum masih dan makin memprihatinkan. Padahal pemerintah mewacanakan generasi emas 2045. Alih-alih mempersiapkan generasi yang berkualitas menuju tahun 2045, namun kalau melihat fakta hari ini, mungkin lebih tepatnya menuju generasi cemas 2045?
Tentunya, kita masih berharap akan ada perubahan yang lebih baik untuk generasi kedepan. Akan tetapi, upaya pemerintah untuk menyelamatkan generasi dari kubangan pornografi tampaknya kurang membuahkan hasil. Terbukti, kasus diatas hanyalah salah satu potret yang tersiar di media masa. Mungkin saja, masih banyak korban-korban lain dengan kasus yang serupa namun tidak terungkap bahkan juga tidak tertolong. Jika ditelisik, kasus pornografi yang membuat candu para remaja bukanlah hal baru. Namun sudah bertahun-tahun menjerat generasi dan sampai saat ini belum ada solusi yang mampu memberantasnya hingga tuntas. Bahkan akibat kecanduan pornografi berujung ke tindak kejahatan kriminal lainnya, seperti pembunuhan. Sungguh mengerikan!
Bagaimanapun, pemerintah sebagai pemangku kebijakan adalah pihak yang paling bertanggung jawab dan berperan penting untuk menyelesaikan persoalan ini. Seharusnya dengan segala perangkat yang ada, pemerintah mampu menutup rapat-rapat pintu pornografi, memblokir situs-situsnya, memfilter tayangan iklan atau tontonan video dan film, hingga tidak ada lagi celah yang masih terbuka untuk masuknya pornografi. Mungkinkah itu bisa terjadi?
Jawabannya adalah bisa, namun dengan syarat, paradigma negara ini harus dirubah dulu ke paradigma Islam. Sebab, paradigma sekuler liberal yang saat ini tengah diadopsi dan masih juga dipertahankan, inilah yang membuat persoalan ini belum juga terselesaikan. Secara asasi, Kerusakan paradigma sekularisme telah jelas, meminggirkan agama dari kehidupan.
Paradigma yang berasal dari barat ini juga mendewakan kebebasan dalam hal apapun termasuk dalam berprilaku. Maka, menjadi sesuatu yang lumrah terjadi, jika generasi berprilaku bebas hingga kebablasan. Karena atmosfer yang tercipta dalam paradigma sekuler liberal ini adalah untuk berlomba-lomba dalam kemaksiatan bukan untuk kebaikan. Bahkan tidak sedikit remaja yang dengan rasa bangga menunjukkan kemaksiatannya secara terang-terangan.
Pun persoalan pornografi ini hanyalah salah satu buah dari paradigma sekuler liberal, yang persoalannya sudah menjamur dan sistemis. Kemudian masih banyak juga persoalan lain di negeri ini yang juga butuh solusi secara komprehensif.
Dengan demikian, umat ini harus segera berbenah, beralih dan berfikir untuk kembali mewujudkan agar Islam menjelma sebagai sebuah institusi negara. Karena ketika Islam yang mengambil alih tata kelola kebijakan, persoalan seperti pornografi ini bisa dengan tuntas terselesaikan. Para pelaku yang sudah baligh akan mendapatkan sanksi yang tegas sesuai ketentuan syariat, efeknya akan membuat jera dan mencegah agar tidak terjadi lagi.
Dalam Islam, remaja yang sudah baligh maka sudah termasuk mukalaf (seseorang yang sudah harus terikat dengan syariat/aturan Islam dan sudah bisa bertanggung jawab atas perbuatannya). Jelas, hal demikian tidak kita temukan dalam sistem hari ini.
Kemudian, sistem pendidikan dalam Islam, kurikulumnya dibangun berlandaskan akidah Islam. Sehingga, generasi tidak hanya cerdas secara intelektual namun juga punya dorongan keimanan untuk melaksanakan syariat Islam.
Walhasil, sistem Islam akan melahirkan generasi yang punya pola pikir dan pola sikap yang islami, yang bisa membedakan hal baik dan hal yang buruk. Menjalankan segala perintah dan meninggalkan apapun yang dilarang Allah Swt. Suasana ketaatan akan begitu terasa, seperti berlomba dalam mengerjakan kebaikan dan saling menasehati jika ada kekeliruan dan kemungkaran. Generasi bertakwa seperti inilah yang sesungguhnya akan menjadi generasi emas untuk peradaban di masa mendatang. WalLahu a'lam.[]
Tenita Sawitri, S.Sos.Analis
Mutiara Umat Institute