TintaSiyasi.id -- Salah satu masalah utama dalam dunia pendidikan adalah kurangnya fasilitas yang memadai. Indonesia menghadapi masalah serius terkait fasilitas pendidikan, dan terbatasnya jumlah sekolah dan fasilitas yang mendukung untuk proses belajar-mengajar.
Dikutip dari Katadata.co.id (20/09/2024), Kisruh terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dalam sistem zonasi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh terbatasnya jumlah sekolah negeri. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), ada 1.841 kecamatan yang belum memiliki sekolah menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK). Pada tahun 2024, Kemendikbudristek memperkirakan bahwa pembangunan sekolah baru, mulai dari tingkat PAUD hingga SMA/SMK, membutuhkan anggaran sekitar Rp5,1 triliun. Ini hanya mencakup pembangunan sekolah baru. Belum termasuk fasilitas-fasilitas lain seperti laboratorium dan perpustakaan.
Salah satu penyebab mendasar dari kurangnya fasilitas pendidikan di Indonesia adalah sistem sekuler-kapitalis yang hanya mengutamakan keuntungan ekonomi. Sistem ini cenderung mengabaikan tanggung jawab sosial negara terhadap penyediaan fasilitas pendidikan yang layak. Dalam sistem kapitalis, pendidikan sering kali dipandang sebagai barang yang dapat diperjualbelikan.
Biaya pembangunan sekolah yang tinggi dan kebutuhan akan dana besar membuat banyak daerah kekurangan fasilitas pendidikan. Sistem pendidikan sekuler-kapitalis menjauhkan seorang anak dari agama, yang lebih fokus pada hasil akademik sering mengabaikan pendidikan agama. Keberhasilan pendidikan dalam sistem sekuler-kapitalis sering diukur dari nilai ujian dan pencapaian materi, sementara pendidikan agama, yang seharusnya menjadi landasan karakter, tidak dianggap sebagai pelengkap. Hal ini membuat seorang anak kurang memiliki akidah yang kuat.
Seperti halnya sekolah swasta, meskipun sering memiliki fasilitas yang lebih baik, tapi hanya dapat diakses oleh kalangan menengah ke atas. Hal ini menciptakan kesenjangan pendidikan yang signifikan, di mana anak-anak dari keluarga kurang mampu terpaksa menghadapi keterbatasan dalam kualitas pendidikan. Dalam banyak kasus, sekolah negeri yang seharusnya menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas justru tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar siswa.
Dalam sistem Islam, pendidikan adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses yang merata terhadap pendidikan yang berkualitas. Ini mencakup pembangunan sekolah-sekolah di seluruh wilayah, termasuk kecamatan yang belum memiliki SMA/SMK, serta perbaikan fasilitas sekolah yang rusak. Anggaran negara dalam sistem Islam akan diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat, termasuk pendidikan, dan tidak hanya disandarkan pada prinsip untung rugi.
Pendidikan Islam menekankan pentingnya menanamkan nilai-nilai akidah dan akhlak yang kuat sejak dini. Dengan mendidik anak-anak berdasarkan sesuai dengan ajaran Islam, tentunya seorang anak tidak hanya diarahkan untuk sukses secara akademik, tetapi juga memiliki kepribadian yang bermoral dan berakhlak mulia. Hal ini akan membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki keimanan yang tinggi kepada Allah Swt.
Dalam Islam, pendidikan tidak dianggap sebagai komoditas, tetapi sebagai kewajiban negara yang harus dipenuhi. Negara bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai bagi seluruh rakyatnya, tanpa diskriminasi. Negara Islam juga akan mengelola dana secara efisien berdasarkan syariat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sekolah, rehabilitasi ruang kelas yang rusak, dan menyediakan fasilitas penunjang seperti perpustakaan ataupun laboratorium.
Dikutip dari Muslimahnews.net (20/09/2024) seperti yang diuraikan oleh Noor Afeefa, sistem pendidikan formal yang dijalankan oleh Islam sepenuhnya didanai oleh negara melalui baitulmal. Ada dua jenis pendapatan baitulmal yang digunakan untuk membiayai pendidikan. Pertama, dari pos kepemilikan negara, seperti ghanimah (harta rampasan perang), khumus (seperlima dari rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua, dari pos kepemilikan umum, yang mencakup sumber daya alam, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, serta hima (kekayaan umum yang penggunaannya telah diatur). Selain itu, pembiayaan pendidikan sering kali juga didukung melalui wakaf. Meskipun negara memiliki kewajiban utama dalam menyediakan anggaran untuk pendidikan, Islam tetap mengizinkan partisipasi masyarakat, khususnya dari kalangan kaya, untuk ikut berkontribusi secara sukarela dalam mendukung pendidikan.
Dengan demikian hanya dengan menerapkan Islam, sistem pendidikan di Indonesia dapat menjadi lebih merata, berkualitas, dan adil. Pendidikan akan diarahkan untuk mencetak generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan siap mencetak peradaban yang cemerlang.
Wallahualam bishawab.
Oleh: Ilvia Nurhuri
Aktivis Muslimah