Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Di Mana Naluri Keibuan Itu Berada?

Senin, 16 September 2024 | 16:12 WIB Last Updated 2024-09-16T09:12:48Z

TintaSiyasi.id -- Sedih sekaligus marah, itulah yang muncul ketika kita melihat berita di bawah ini. Dikutip dari salah satu laman berita nasional, seorang anak T (13) tahun di Sumenep Jawa Timur mengalami nasib tragis. Ia telah diperkosa oleh kepala sekolah J (41) tahun. Setelah diusut, ternyata J adalah selingkuhan si ibu korban E (41) tahun. Yang lebih mengerikan ternyata sang ibu mengantarkan, meridai, dan menyaksikan anaknya sendiri telah dicabuli oleh selingkuhannya. Alasan ibu melakukan hal tersebut karena kepala sekolah memberikan iming-iming sebuah motor vespa jika mau mengantarkan anaknya untuk diperkosa. (detikjawatimur.com, 01/09/2024)

Innalillahi, seraya jantung rasanya berhenti berdetak. Bisa-bisanya seorang ibu rela dan tega mengorbankan anaknya sendiri demi memenuhi nafsu sang kepala sekolah. Perbuatannya benar-benar di luar dugaan manusia. Karena sejatinya, ibu adalah sosok manusia pertama yang selalu menyayangi serta melindungi buah hatinya dari perbuatan jahat orang lain. Namun, melihat fakta tersebut, sungguh kejadian ini mencederai serta mencoreng predikat ibu.

Kejadian di atas telah mengkonfirmasi secara jelas kepada kita bahwa sistem saat ini merusak pola pikir dan sikap dari individu. Hanya dengan iming-iming sebuah motor, rela buah hatinya diserahkan untuk memenuhi nafsu bejad dari sang kepala sekolah. Kapitalisme telah berhasil mencetak pemikiran manusia untuk hanya memikirkan masalah manfaat serta materi (uang) semata. Bagaimana menghasilkan cuan dalam jumlah yang banyak dengan waktu singkat? Itulah yang terus saja dipikirkan oleh semua manusia di zaman sekarang. Termasuk pula mencari-cari aktivitas yang mampu mendapatkan manfaat yang banyak bagi dirinya. Nah, inilah dua hal yang selalu menjadi pemikiran dalam benak semua individu muslim. Masalah standar halal dan haram tak lagi dijadikan sebagai patokan hidup mereka. Yang penting adalah mereka merasa puas dan bahagia. Hal ini juga yang akhirnya memunculkan aktivitas di luar nalar tadi, tanpa memandang batasan secara riil yang harus dipegang.

Padahal sejatinya seorang ibu telah Allah berikan rahim. Yang mana di rahim tersebut akan melahirkan generasi. Baik dan buruknya tergantung pada si ibu. Jika ia mengajarkan sesuatu yang baik, maka insyaAllah generasi yang ada akan sesuai dengan itu. Sebagaimana Islam juga telah memberikan predikat yang luar biasa bagi perempuan, apalagi seorang ibu. Bahkan, perumpamaan yang semua orang telah mengetahui bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki ibu. Artinya marah serta ridha Allah ada di tangan seorang ibu juga. Belum lagi pahala yang luar biasa telah disiapkan jika seorang ibu mampu menjalankan aktivitasnya secara sempurna. Ia mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, mendidik, mengajari, dan masih banyak yang lainnya. Jika dilakukan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab.

Jika anak tersebut berakhlak buruk, maka orang lain akan melihat akhlak ibunya dan jika anak tersebut berakhlak baik, maka lihatlah ibunya. Dengan demikian seorang perempuan akan diminta pertanggungjawabannya tentang cara memimpin terhadap suaminya dan anak-anaknya. (HR. Bukhari)

Hadis di atas akan sukar untuk dilaksanakan jika masih dipimpin oleh kapitalisme sekuler. Dengan selalu mengharap pengumpulan materi, berikut tentang asas kebermanfaat maka telah menggeser makna kebahagiaan hidup. Saat ini makna bahagia selalu terikat dengan cuan dan cuan, tak lagi pada mendapatkan ridha dari Allah SWT. Ditambah sekuler yang begitu merajalela membuat agama tak lagi dijadikan standar hukum atas seluruh perbuatan manusia. Islam hanya hadir serta mengurusi masalah ibadah saja.

Termasuk masalah hukum dan pemberian sanksi, dalam sistem ini hanya sebatas pemanis bibir saja. Sehingga wajar jika banyak orang yang melakukan hal serupa. Hingga akhirnya tak mampu menekan dan memutus persoalan yang serupa. Masalah tersebut akan selalu ada jika tidak diputus akar masalahnya. Berbeda ketika Islam hadir dalam kehidupan manusia. Dengan aturan yang super lengkap lagi sempurna, Islam telah memberikan arahan jelas pada umatnya. Negara wajib memberikan bekal akidah yang kuat kepada masing-masing individu dengan cara pembinaan. Termasuk pula dalam lingkungan sekolah. Akidah ini dijadikan sebagai fondasi dalam kurikulum. Dengan begitu, standar yang dipakai adalah Islam (hukum syarak) bukan kebebasan, sekuler, ataupun lainnya. Dari sini tentu akan didapati bahwa tingkah laku manusia tentu sesuai syarak juga, karena halal dan haram menjadi acuan mereka. Hal ini menyangkut juga dalam skala di keluarga. Ibu, sebagai ummun warabatul bait akan mendidik buah hatinya dengan standar akidah serta keimanan yang kuat. Tentunya sebagai modal ketika anak keluar dari rumahnya. Ia mampu membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk. 

Di masyarakat, amar makruf nahi munkar juga berjalan dengan baik. Itu sebagai bentuk rasa sayang serta cinta terhadap sesama saudara. Sekaligus ingin menjalankan perintah Allah SWT. Dengan begitu maka terciptalah keharmonisan dan kebahagiaan. Sekaligus makna kebahagiaan telah kembali hanya ingin mendapatkan ridaNya. Itu merupakan cita-cita tertinggi dari setiap Muslim. 

Kehidupan seperti gambaran di atas tentu akan bisa terwujud manakala Islam hadir dalam kehidupan di dunia ini. Dan bisa terwujud jika ada sebuah institusi yang mau menerapkan Islam secara sempurna dan menyeluruh. Itulah Daulah Khilafah yang akan menerapkan semua dengan standar dari hukum syarak. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW di Madinah. 

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Mulyaningsih
Pemerhati Masalah Anak dan Keluarga

Opini

×
Berita Terbaru Update