TintaSiyasi.id -- Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Dikutip dari detik.com, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2024 ini adalah 281.603.800 jiwa dan menjadi nomor empat terbanyak di dunia (25/06/2024). Besarnya jumlah penduduk Indonesia yang tidak diimbangi dengan sistem regulasi yang baik sehingga mengantarkan Indonesia pada berbagai problem seperti terjadinya peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia. Menurut data Dana Moneter Internasional (IMF) pada World Economi Outlook April 2024, tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,2 % tertinggi dibandingkan 6 negara lain di ASEAN yakni Filipina 5,1%, Brunei 4,9%, Malaysia 3,5%, Vietnam 2,1%, Singapura 1,9% dan Thailand 1,1% (okezone.com, 21/07/2024).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai hampir 7,2 juta orang pada Februari 2024. Jumlah ini berkurang sekitar 790 ribu orang atau menyusut 9,89% dibanding Februari 2023 (katadata.co.id, 21/07/2024). Meski jumlah pengangguran di negeri ini berkurang akan tetapi Indonesia tetap berada pada peringkat tertinggi diantara negara-negara ASEAN.
Sementara itu, negara tidak berhenti menyerap tenaga kerja asing. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, terdapat sekitar 168 ribu tenaga kerja asing di Indonesia sepanjang 2023, paling banyak berasal dari China. Jumlah ini naik 50,66% dibanding 2022 yang sebanyak 111 ribu orang (katadata.co.id, 06/05/2024). Hal ini akan membuat para pekerja lokal makin kesulitan mencari pekerjaan disebabkan adanya persaingan dengan tenaga kerja asing ditambah jumlah lapangan pekerjaan yang sangat minim.
Tingginya angka pengangguran menunjukkan bahwa negara telah gagal mengurus rakyatnya. Kebijakan menyerap tenaga asing serta minimnya penyediaan lapangan pekerjaan bagi warga lokal cukup menjadi bukti. Alih-alih melatih warga lokal untuk menjadi tenaga ahli malah mendatangkan tenaga kerja dari luar.
Tingginya tingkat pengangguran akan sangat berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Jika masyarakat tidak bekerja maka akan sulit memenuhi kebutuhan hidup yang pada akhirnya akan mengantarkan masyarkat pada kemiskinan. Negara semestinya harus memikirkan dampak dari kebijakan yang diputuskan dan harus berupaya mencegah hal-hal yang bisa membuat kehidupan masyarakat makin melarat. Namun, penguasa yang berupaya melakukan perbaikan dan memutuskan kebijakan yang pro rakyat akan sangat sulit ditemukan pada sistem hari ini. Saat ini, negara ini mengadopsi sistem kapitalisme, sistem yang memiliki asas manfaat dan segalanya disandarkan pada materi. Dari sistem ini, lahir pemahaman liberalisme yakni mengakui adanya kebebasan baik secara individu maupun secara global.
Masuknya tenaga kerja asing secara masif di Indonesia tidak lepas dari kekuatan kapitalisme global yang memperburuk ekonomi dunia melalui pemaksaan liberalisasi pasar. Kapitalisme global menjerat negara-negara berkembang dalam berbagai kebijakan ekonomi yang membuka arus barang dan jasa di tengah data saing yang lemah dari negara pembebek (MuslimahNewsId.com, 26/07/2024). Maka tak heran jika penguasa hari ini jor-jor mengeluarkan kebijakan yang pro asing seperti impor barang dan tenaga kerja padahal tidak urgent-urgent banget secara di dalam negeri sudah tersedia sisa dikelola dengan baik. Selain itu, adanya iming-imingan keuntungan yang besar membuat para penguasa tak lagi memikirkan nasib rakyatnya.
Maka dari itu, agar kita bisa mendapati penguasa yang pro kepentingan rakyat, bisa berlepas diri dari dominasi negara adidaya serta bisa mengatasi problem yang menimpa masyarakat hal yang wajib kita lakukan adalah mencampakkan sistem kapitalisme dan segera beralih kepada sistem yang baik dan benar yakni sistem Islam.
Sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang berasal dari Sang Pencipta yang mengetahui segala hal yang dibutuhkan manusia termasuk cara mensejahterakan hidup manusia. Islam mewajibkan negara mengurus rakyat dengan pengurusan yang sempurna.
Adapun cara Islam mengurai permasalahan pengangguran di antaranya:
Pertama, Islam mewajibkan para ayah untuk menafkahi keluarga. Salah satu jalan untuk mencari nafkah adalah dengan bekerja. Oleh sebab itu, negara harus menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi para ayah agar mudah mendapatkan pekerjaan. Negara harus mengedukasi dan mengingatkan para ayah akan tanggungjawabnya dan kemaksimalan dirinya dalam mencari nafkah.
Kedua, negara senantiasa mensupport para ayah/wali dalam mengembangkan usaha dalam rangka meningkatkan taraf hidup keluarganya. Bentuk support yang dapat diberikan oleh negara salah satunya adalah modal usaha. Modal usaha dari negara diperoleh dari baitul mal. Dimana baitul mal ini adalah kas negara yang pemasukannya dari berbagai sumber seperti dari hasil pengelolaan SDA, zakat, ghonimah (harta rampasan perang), jizyah (pajak dari negara kafir dzimmi), dan masih banyak lagi sumber yang lain.
Ketiga, negara harus membekali individu terutama para laki-laki (yang nantinya bertugas menafkahi) dengan keahlian dan keterampilan. Negara harus mempersiapkan SDM yang tangguh yang punya keahlian yang mumpuni dibidangnya masing-masing. Negara dapat melakukan upaya seperti mendirikan sekolah atau perguruan tinggi dengan berbagai jurusan. Juga menyediakan forum-forum pelatihan, pembekalan skill maupun program belajar dari negara lain. Ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. dimana beliau mengutus para sahabat untuk mempelajari teknologi perang di Yaman.
Keempat, negara harus mengelola SDA secara mandiri tanpa campur tangan pihak swasta ataupun asing. Dalam Islam, sumber daya alam adalah milik umum yang nantinya akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan ke rakyat. Sebagaimana hadis Rasulullah, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yakni padang rumput, air, dan api” (H.R Abu Daud dan Ahmad). Jika negara mengelola SDA secara mandiri tanpa intervensi negara lain akan mempermudah tenaga kerja lokal mendapatkan pekerjaan sehingga angka pengangguran akan semakin kecil dan tingkat kesejahteraan rakyat akan semakin meningkat.
Demikianlah cara Islam mengurai benang kusut pengangguran. Sudah sepatutnya kita menjadikan sistem Islam sebagai acuan dalam menjalani kehidupan terutama kehidupan bernegara. Sistem kapitalisme dari awal diusung sudah nyata merusak kehidupan manusia sedangkan sistem Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah telah terbukti selama kurang lebih 14 abad memberi kesejahteraan kepada umat manusia. Wallahu a’lam bishshawab. []
Misdalifah Suli, M. Pd.
Tim Pena Ideologis Maros