TintaSiyasi.id -- Mirah Sumirat, S.E. Aktivis Buruh Nasional, yang juga Presiden Women Committee Asia Pasific UNI Apro, prihatin dengan kondisi nasib pekerja/Buruh Indonesia yang semakin buruk. Dampak dari penetapan upah murah sejak tahun 2015 lewat PP 78/2015 tentang Pengupahan yang menghilangkan perhitungan komponen hidup layak (KHL), serta “meniadakan” fungsi Dewan Pengupahan mengakibatkan politik upah murah berlaku tanpa hambatan lalu munculnya UU Omnibuslaw Cipta Kerja makin memperkuat penetapan Upah murah bagi Pekerja/buruh Indonesia. Demikian disampaikan Mirah Sumirat, SE dalam keterangan press pada media (16/8/2024).
Mirah Sumirat mengungkapkan sebuah pribahasa yang tepat bagi nasib pekerja/buruh Indonesia. “Sudah jatuh tertimpa tangga” demikian nasib pekerja/buruh Indonesia. Belum lagi usai derita upah murah mendera, kondisi ekonomi pekerja/buruh Indonesia diperburuk dengan tingginya harga pangan dan harga barang kebutuhan pokok hampir 20% dari tahun 2022 sudah dirasakan sampai saat ini cenderung harga tidak terkendali.
Dampaknya daya beli turun, di mana upah tidak bisa mengimbangi harga pangan dan kebutuhan dasar yang cenderung tidak terkendali. Penetapan upah murah menyebabkan daya beli turun sehingga barang dan jasa yg dihasilkan Perusahaan kecil, menengah dan besar menjadi tidak laku. Dampak mengerikan adalah perusahaan banyak yang tutup karena produksi menumpuk alias tidak lalu, sehingga perusahaan melakukan PHK massal para pekerja/buruhnya sebagai jalan satu-satunya agar perusahaan bisa tetap berjalan.
Ternyata penderitaan itu bukan hanya milik pekerja/buruh saja. Perusahaan banyak yang tutup bukan hanya karena dampak upah murah tapi juga karena serbuan barang import terutama tekstil. Barang produksi lokal menjadi tidak laku karena kalah saing dengan harga yang lebih murah dengan kwalitas hampir sama.
Belum lagi bergesernya model industri dari konvensional menjadi digitalisasi/otomatisasi membuat sebagian besar perusahaan tutup dan mem-PHK massal pekerja/buruhnya.
Derita rakyat belum berhenti, anak-anak Pekerja/buruh dihadapkan dengan kenaikan biaya pendidikan (SPP), Uang Kampus Tunggal (UKT) yang semakin mahal. Berarti hanya anak-anak orang kaya saja yang bisa melanjutkan kuliah sedangkan anak pekerja/buruh tidak bisa merasakan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Hal ini menyebabkan nasib hidup anak-anak pekerja/buruh semakin didorong ke sisi jurang kemiskinan, karena apa yang dicita citakan tidak terwujud kandas ditengah jalan.Padahal kita sama - sama tahu bahwa pendidikan itu dijamin oleh negara sesuai dengan amanat Konstitusi UUD 45 yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa.
Mirah Sumirat menyampaikan nasib golongan kelas menengah, saat ini mereka sedang menahan untuk konsumsi , karena daya belinya menurun ada istilah mantap (makan tabungan). Kondisi kelas menengah saat ini perlahan tapi pasti masuk ke jurang kemiskinan, karena merasakan PHK massal tapi tidak mendapatkan bantuan sosial seperti kelompok kelas bawah yang mendapatkan bantuan sosial dari Pemerintah, meskipun bantuan sosial tersebut tidak semua orang miskin mendapatkan dan bantuannya tidak bersifat menyelesaikan kesulitan ekonomi mereka karena sifatnya tidak maksimal.
Mirah mengingatkan bahwa Tahun 2024 sudah semakin memasuki akhir tahun, penetapan UMP (Upah Minimum Provinsi), jangan sampai menimbulkan polemik di antara pekerja dan pengusaha. Pemerintah harus belajar dari kondisi ekonomi rakyat saat ini, dampak upah murah membuat hidup pekerja/buruh semakin miskin dan kondisi pengusaha pun mengalami hal yang sama dimana hasil produksi barang dan jasa menjadi tidak laku akibatnya perusahaan menjadi bangkrut lalu tutup. Mirah berpesan untuk penetapan UMP tahun 2025, jika ingin ekonomi membaik maka sebaiknya Pemerintah tidak menerapkan Kebijakan Upah Murah bagi pekerja/buruh Indonesia.
Mirah Sumirat juga menyampaikan tingkat penganguran yang tidak sesuai target selama dua periode pemerintahan Pak Jokowi. Pada awal Pemerintahan menargetkan tingkat pengangguran diakhir periode kepemimpinan di 2019 berada dikisaran angka 5 persen. Namun, realisasinya angka pengangguran berada di atas 5 persen.
Kondisi yang hampir sama terjadi pada pemerintahan periode yang kedua, di mana targetnya lebih rendah yakni 3.6-4-3 persen disampaikan dalam RPJMN 2020-2024. Tapi realisasinya , pengangguran masih di angka kisaran 5 persen , angka tersebut masih jauh dari capain yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada Pekerja/Buruh dalam mengeluarkan kebijakan sangat mempengaruhi Hubungan Pekerja, Pemerintah dan Pengusaha .
Undang-Undang Cipta Kerja awalnya diartikan sebagai undang-undang untuk mengundang investasi masuk ke Indonesia ,namun kenyataannya justru banyak Perusahaan yang tutup dan PHK massal.
Mirah Sumirat juga mengajak pekerja/buruh dan pengusaha untuk membangun kembali hubungan industrial Pancasila supaya dilaksanakan oleh semua pihak. Menjaga hubungan yang harmonis antara pekerja dengan pengusaha bisa menjadi jalan keluar yang baik bagi kedua belah pihak. PHK adalah jalan terakhir yang diambil, Pemerintah memfasilitasi dan melindungi pengusaha dan pekerja supaya tidak terjadi PHK, Pemerintah harus menjadi wasit yang adil. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah supaya pabrik tidak tutup dan Pekerja tidak di-PHK, bisa dengan memberikan subsidi produksi, pengurangan pajak dan lain-lain.
Mirah Sumirat berharap Pemerintah yang baru bisa memperbaiki kondisi ekonomi saat ini dengan memastikan semua warga negara Pekerja/Buruh mendapatkan kesejahteraan, cita -cita semua pihak untuk mewujudkan Indonesia Emas bisa terealisasi. Hal ini juga sesuai dengan amanat Konstitusi UUD 45, pasla 27 ayat 2 menyatakan: “Tiap-tiap Warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Jangan sampai cita-cita para pendiri dan pahlawan bangsa yang telah berjuang dengan mengorbankan harta dan nyawa menjadi sia-sia karena melihat kondisi bangsa saat ini.
Menjadi kewajiban kita semua untuk meneruskan cita-cita para Pahlawan Bangsa.
"Selamat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79," pungkas Mirah Sumirat, S.E. []