Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Harga BBM Terus Meroket, Rakyat Makin Tercekik

Jumat, 23 Agustus 2024 | 07:37 WIB Last Updated 2024-08-23T00:37:09Z

TintaSiyasi.id -- Pertamina kembali melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak atau BBM non-subsidi jenis Pertamax ron 92 yang berlaku efektif mulai 10 Agustus 2024. Hal ini sebagai implementasi keputusan Menteri ESDM nomor 245 titik ka garing g titik nol satu garing MMTM garing 2022 sebagai perubahan atas keputusan menteri nomor 62/12/2020/ tentang formula harga dasar dalam perhitungan. (CNBC Indonesia, 10/08/24)

Melalui aturan ini kenaikan harga Pertamax dari Rp 12.950 per liter menjadi Rp. 13.700 per liter resmi diterapkan. Kenaikan harga yang berlaku untuk wilayah DKI Jakarta dan beberapa provinsi di Pulau Jawa, termasuk Jawa Tengah. (nasional.sindonews, 10/08/24) 

Meski kenaikan harga BBM kali ini terjadi pada BBM non-subsidi, namun tentu berimbas pada perekonomian rakyat. Sebab perusahaan perusahaan besar tentu menggunakan BBM non-subsidi. Sedangkan sebagian kebutuhan masyarakat merupakan hasil produksi perusahaan perusahaan tersebut. Persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari konsep liberalisasi ekonomi yang diberlakukan di negeri ini. Liberalisasi sektor hulu hingga hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis migas. 

Liberalisasi sektor migas adalah konsekuensi penerapan sistem kapitalis di negeri ini. Liberalisasi ini sejatinya hanya berpihak pada kepentingan perusahaan tambang migas asing dan para kompradornya di dalam negeri. Mereka ingin jualan migas di negeri ini. Memandang pasarnya terus tumbuh membesar seiring dengan kenaikan jumlah penduduk dan konsumsi BBM. Hal ini sangat memprihatinkan, sebab sumber daya alam migas itu berasal dari negeri kita sendiri. Bagaimana mungkin harganya harus menyesuaikan keinginan pihak swasta asing yang notabenya pendatang di negeri ini?

Kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai penjajahan ekonomi negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, mustahil memberi harga secara murah atau gratis kepada rakyat. Padahal segala yang terkandung di alam ini sejatinya bukan milik negara, sehingga pemerintah dengan bebas menyerahkan pengelolaan sumber daya alam tersebut kepada siapa yang dikehendaki.

Migas sebagai bahan baku BBM dalam jumlah yang sangat berlimpah pada hakikatnya adalah milik rakyat sehingga rakyat miskin maupun kaya berhak mengakses dan mendapatkan dengan mudah dan murah. Namun negara yang berparadigma kepemimpinan kapitalisme selalu mempertimbangkan untung dan rugi. Dalam menetapkan kebijakan hubungan di antara keduanya dibentuk seperti penjual dan pembeli. Dalam artian jika hari ini negara mengelola bersama pihak swasta, maka negara akan terus mendapat keuntungan besar dari bisnis ini. Negara berperan penting sebagai pelayan rakyat secara otomatis. Namun hal tersebut sirna yang tersisa hanya peran negara sebagai regulator yang abai terhadap kesejahteraan rakyatnya. 

Berbeda dengan pengelolaan tambang migas berdasarkan syariah Islam yang dilaksanakan oleh negara Islam, Khilafah Islamiyah. Dalam pandangan Islam tambang apapun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang dituturkan oleh Abyadh bin Hamal ra.

"Sungguh dia abyadh bin hamal pernah datang kepada Rasulullah SAW, dia lalu meminta kepada beliau atas konsensi tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada abyad. Namun tatkala abyad telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah SAW. "Tahukah anda apa yang telah anda berikan kepada abyadh? Sungguh anda telah memberi dia harta yang jumlahnya seperti air mengalir atau sangat berlimpah. Mendengar itu Rasulullah saw lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu." (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi) .

Hadis tersebut berkaitan dengan tambang garam. Namun, ini berlaku umum untuk semua jenis tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Berdasarkan hadis tersebut, tambang apapun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah sebagaimana tambang migas haram dimiliki oleh pribadi atau swasta. Apalagi pihak asing termasuk haram diklaim sebagai milik negara. Negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya, lalu hasilnya diberikan untuk sebesar besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. 

Imam atau khalifah yakni penguasa dalam sistem pemerintahan islam harus memberikan akses atas milik milik umum ini kepada semua rakyatnya. Baik miskin atau kaya sebab khalifah adalah pelayan seluruh rakyatnya. Oleh karena itu klaim pemerintah bahwa subsidi BBM selama ini salah sasaran karena banyak dinikmati oleh orang kaya. Ini sebabnya baik miskin atau kaya memiliki hak yang sama untuk menikmati semua sumber daya alam milik umum yang menguasai hajat hidup orang banyak. 

Adapun terkait distribusi BBM yang diproduksi negara, negara boleh memberikannya kepada rakyat secara gratis atau menetapkan harga produksi. Atau menetapkan dengan harga murah dengan keuntungan tertentu. Namun hasil keuntungan tersebut wajib dikembalikan kepada rakyat. Ini karena negara hanya mewakili umat untuk mengelola barang tersebut. Demikianlah pengelolaan BBM dalam sistem Islam yang jauh dari kezaliman. Wallahu a'lam. []


Oleh: Febriani Safitri, S.T.P.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update