TintaSiyasi.id -- Bila mendengar kata "pemuda" biasanya terlintas berbagai konotasi dalam benak kita, kuat, berani, bertekad. Pun yang tertulis dalam nash kalam Allah QS.Ar-Rum:54, terkumpul kekuatan dan segala potensi diantara dua kelemahan dalam pemuda karenanya mereka disebut berada di fase yang prima. Sayangnya, banyak pemuda hari ini dengan segala kemajuan teknologi, kekuatan yang dimiliki dan potensi besarnya justru disalurkan kepada hal sia-sia seperti berbuat onar dan kerusakan.
Misalnya beberapa kasus berikut, dari radarbogor pada 30 Juni 2024, Kapolsek Ciomas Kompol Iwan Wahyudi menyampaikan, "Tim berhasil mengamankan delapan remaja yang diduga terlibat dalam aksi tawuran. Dua di antara mereka kedapatan membawa senjata tajam berupa pedang," ungkapnya dalam keterangan rilis. Mereka merupakan pelajar yang berdomisili sekitar lokasi kejadian, rentang usianya 21 hingga 13 tahun.
Lagi, dari jatim.idntimes (27/6/2024) Enam orang remaja anggota gangster yang menamai diri “Pasukan Angin Malam” diringkus polisi, Kamis (27/6/20324). Mereka diringkus saat hendak tawuran di sekitar kawasan Sidotopo Dipo Surabaya Kamis (27/6/2024) dini hari. Enam pemuda tersebut berusia 20 hingga 13 tahun, didominasi oleh remaja usia SMP.
Kabar tawuran oleh remaja seakan membudaya dan dilakukan dengan cara yang kekinian, dengan kecanggihan teknologi saat ini tawuran dijadikan konten medsos oleh remaja untuk menghasilkan cuan dan popularitas. Seperti yang disampaikan Lurah Cipinang Besar Utara, Agung, angkat bicara terkait tawuran yang kerap terjadi di Bassura, Jaktim. Tawuran tersebut dijadikan muatan konten di media sosial oleh pelaku dengan melakukan siaran langsung serta janjian melakukan aksi tawurannya lewat media sosial pula (detiknews, 30/6/2024).
Akar Masalah Tawuran
Adanya gadget, game online, media sosial, tontonan, dan segala bentuk kecanggihan teknologi yang bebas tanpa filter dan mudah diakses semua usia juga berdampak penting menjadi penyebab tawuran. Dikutip dari unesa.ac.id (14/12/2022) disampaikan oleh Nurchayati S.Psi., M.A., Ph.D, dosen Psikologi dari Universitas Negeri Surabaya juga menambahkan bahwa gim merupakan salah satu penyebab anak muda terlibat dalam aksi kekerasan seperti tawuran. .
Tak bisa dipungkiri meski usia remaja-remaja tersebut sudah tergolong baligh, mayoritas mereka belum akil (bisa membedakan yang haq dan bathil), belum menemukan tujuan dan pedoman hidup yang jelas. Akhirnya tanpa pikir panjang, tanpa paham konsekuensi dari perbuatannya, rela melakukan perbuatan yang jelas merugikan nyawa demi eksistensi dan validasi dari sebayanya.
Beberapa kasus tersebut menunjukkan potret buram generasi muda yang disebabkan oleh pemisahan agama dari kehidupan. Akal manusia yang lemah dibebaskan untuk mengartikan kebahagiaan menurut hawa nafsunya sendiri tanpa dituntun dengan pedoman hidup dari Illah Semesta Alam. Dalam sistem pendidikan pun, pelajaran agama sangat sedikit porsinya dalam pembelajaran, alhasil kebanyakan tidak tertancap kuat dibenak pelajar dan remaja saat ini dibuktikan dengan potret-potret buram yang terjadi.
Menjadi jelas pula menunjukkan standar kebahagian remaja saat ini didasarkan pada seberapa banyak materi/cuan yang dimiliki. Bahkan menghalalkan segala cara untuk menempuhnya sekalipun akan membahayakan nyawa seperti tawuran.
Jauhkan Tawuran dengan Islam
Agar pemuda mampu menyalurkan kekuatan dan segala potensinya sebagai agen perubahan serta anti tawuran, kepribadian Islam harus dilahirkan di benak setiap individu. Kepribadian Islam hanya akan terwujud melalui sistem yang menggunakan agama sebagai pedoman dan tidak memisahkannya dari peraturan kehidupan yakni sistem Islam.
Islam memiliki sistem pendidikan terbaik berbasis akidah Islam yang terbukti berhasil melahirkan generasi berkualitas yang menjadi agen perubahan dan membangun peradaban yang mulia. Dalam hal ini, negara memiliki tanggung jawab besar untuk mewujudkannya.
Tujuan pendidikan yang ingin diraih yaitu mewujudkan kepribadian Islam agar setiap peserta didik memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dalam Islam pun ilmu dan tsaqofah yang dipelajari untuk diamalkan bukan hanya sekedar teori belaka. Sehingga generasi yang lahir memiliki akidah dan iman yang kokoh, tidak mudah terbawa arus, kepribadian islam yang menancap kuat serta mumpuni dan cerdas di bidang-bidang keilmuannya.
Sistem sanksi yang memberi efek jera akan diterapkan pula oleh negara. Setiap remaja baligh saat terbukti melanggar peraturan, akan dihukum sesuai jenis pelanggarannya. Misalnya terdapat sanksi qishas yang nantinya akan diberikan saat seseorang terbukti melukai dan membunuh orang.
Melalui penerapan syariat islam secara total inilah, kekuatan dan segala potensi pemuda akan dibina dan dimaksimalkan untuk Allah dan agama Islam. Melahirkan generasi terbaik pembangun peradaban mulia. Wallahu a'lam. []
Oleh: Azhar Nasywa
Aktivis Mahasiswa