Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Keluarga Berkualitas Melahirkan Generasi Emas

Jumat, 05 Juli 2024 | 15:55 WIB Last Updated 2024-07-05T10:16:43Z
TintaSiyasi.id -- Peringatan Harganas (Hari Keluarga Nasional)  dengan tema "Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas" dalam peringatan Harganas (Hari Keluarga Nasional) memberi angin segar di tengah karut-marutnya kondisi keluarga dan soaial masyarakat. 

Tingkat perceraian yang tinggi, data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada 28 Februari 2024, jumlah perceraian di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 463.654 kasus. Kasus KDRT, sebagaimana dilansir CATAHU (catatan tahunan) Komnas Perempuan menyatakan tahun 2023 jumlah kekerasan terhadap perempuan sebanyak 289.111 kasus. Belum lagi kasus istri membakar suami, ayah atau ibu membunuh anak. Kenakalan remaja Indonesia yang mengarah pada kriminalitas menurut UNICEF mencapai 50%, serta  berbagai permasalah sosial lainnya.

Dalam  sambutannya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (PMK) Muhadjir Effendy, Sabtu (29-6-2024) yang mengatakan, keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara. Oleh sebab itu, katanya, pemerintah saat ini tengah bekerja keras untuk menyiapkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing.

Selanjutnya beliau menyatakan pemerintah menargetkan pembentukan keluarga berkualitas yang dimulai sejak prenatal (masa sebelum kehamilan), masa kehamilan, dan masa 1.000 hari pertama kehidupan manusia. Dalam hal ini, intervensi dilakukan terutama pada perempuan. Berawal dari remaja putri, yakni dengan pemberian tablet tambah darah untuk memastikan mereka betul-betul sehat dan kelak setelah menikah siap hamil, bimbingan perkawinan bagi calon pengantin, pengecekan kesehatan sebelum menikah, pengecekan HB darah, cek lingkar lengan, serta memberikan intervensi gizi untuk ibu dan bayi, sampai 1.000 hari pertama kehidupan.

Lebih lanjut, intervensi untuk menyiapkan keluarga yang berkualitas juga dilakukan dengan menyiapkan fasilitas pemantauan kesehatan dan gizi ibu dan bayi yang terstandar di Posyandu dan Puskesmas mulai dari alat timbang terstandar, alat ukur antropometri, dan juga penyuluhan gizi dengan kader-kader yang terlatih. Ia pun menekankan agar BKKBN dapat terus mengawal keluarga Indonesia terkait upaya pemerintah dalam rangka percepatan penurunan stunting sesuai target Presiden Jokowi. Ia berharap 2024 ini angka stunting bisa di bawah 20% sebagaimana ketentuan SDGs.

Solusi Jauh Panggang dari Api

Jika kita cermati, permasalahan keluarga di Indonesia tidaklah sekadar permasalahan kesehatan fisik. Tingginya tingkat perceraian, KDRT, ibu stres dan lain-lain, berakibat  munculnya berbagai kasus dan krisis generasi. Tak cukup dengan solusi kesehatan reproduksi, pemberian tablet tambah darah, pencegahan stunting, fasilitas pemantauan kesehatan, dan gizi ibu dan bayi yang semuanya hanya berfokus pada solusi kesehatan fisik.

Permasalahan kualitas keluarga Indonesia juga terkait dengan permasalahan kesehatan mental, kesehatan sosial masyarakat, juga kesehatan negara.

Tak bisa kita mungkiri salah satu kunci keluarga berkualitas adalah kesehatan mental orang tua. Ekonomi bukan kunci utama keluarga berkualitas, banyak kita jumpai kasus perceraian, KDRT, kenakalan, dan kriminalitas remaja pada keluarga-keluarga dengan taraf ekonomi menengah ke atas. Di sisi lain banyak keluarga dengan ekonomi terbatas bisa melahirkan generasi berkualitas. Pondasi kesehatan mental adalah Iman yang kuat. Maka, selayaknya jika pemerintah ingin membangun keluarga berkualitas, juga harus memperhatikan kondisi keimanan rakyatnya.

Kunci yang penting juga untuk membangun keluarga berkualitas adalah memperhatikan kualitas ibu. Karena ibu adalah pendidik pertama dan utama, di tangan ibulah ditentukan kualitas generasi penerus negeri. Namun sayangnya, saat ini ibu tidak diposisikan sebagaimana mestinya, dengan dalih kesetaraan, ekspresi diri, ambil peran  sebagai tulang rusuk, para ibu didorong untuk keluar rumah, berkarier/bekerja. Dampaknya, peran domestiknya sebagai pendidik generasi berkurang porsinya. Ditambah lagi tekanan di sektor publik membuat ibu menjadi stres.
Bisa dibayangkan dengan kuantitas waktu yang  terpangkas, kualitas pengasuhan dan pendidikkanpun terbatas, mungkinkah menghasilkan generasi emas?

Upaya melahirkan keluarga berkualitas menuju Indonesia emas, agar tak sekadar jargon, juga perlu memperhatikan kesehatan sosial masyarakat. Maraknya fenomena mom shaming yang menambah tingginya tingkat stres ibu, karena berbagai komentar tentang  diri atau cara mengasuh/mendidik anak yang datang dari orang sekitarnya atau sosial media. Menunjukkan ketidaksehatan masyarakat kita.

Budaya bullying yang merebak, prank jadi hiburan, kenakalan remaja yang dianggap biasa, pergaulan bebas merajalela, semua adalah penyakit sosial yang juga harus diperhatikan oleh pemerintah. 

Persoalan anak stunting apakah solusinya cukup sekadar penyuluhan stunting dan pemberian makanan tambahan yang itu pun tidak terjadi setiap hari? Persoalan stunting  sejatinya penyebab utamanya adalah kemiskinan sistemik di tengah masyarakat. Ditambah inflasi pangan dan energi yang menggila, kenaikkan harga bahan pangan, membuat kondisi keuangan tidak mampu mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi.

Mencari Akar Masalah

Apabil kita ingin menyelesaikan masalah, selayaknya kita mencari akar masalah tersebut. Perceraian, KDRT, kesehatan mental orang tua karena aqidah yang lemah, juga tingkat pendidikkan rendah. Ibu harus bekerja, harga-harga melangit dan lain-lain. Semua itu terjadi karena sistem yang diterapkan di negri yang mayotitas pendudukkan Muslim ini adalah sistem kapitalis.

Dimana Aqidah tak jadi landasan untuk menjalani kehidupan. Bahkan dijauhkan. Wajar saat menghadapi goncangan mudah patah. 

Negara kapitalis sekuler, walau rakyatnya mayoritas Muslim enggan menerapkan aturan Islam, dimana negara wajib memberikan pendidikkan gratis dan layak. Agar para orang tua menjadi kuat imannya, serta memiliki kompetensi untuk mendidik anaknya. 

Islam mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi pencari nafkah, dengan demikian ibu-ibu yang sholihah dan cerdas tak perlu ikut keluar rumah mencari nafkah, dan mampu optimal menjalankan peran sebagai pendidik pertama dan utama. Bertolak belakang dengan negara sekuler kapitalis, yang berlepas tangan dari membuka lapangan kerja. Hanya menyerahkan pada pengusaha untuk membuka lapangan kerja.

Islam memerintahkan negara untuk mengelola sumberdaya alam yang merupakan milik rakyat, lalu hasilnya dikembalikan pada rakyat untuk pembiayaan, pendidikkan, kesehatan dan keamanan secara gratis. Sebaliknya, negara sekuler kapitalis menyerahkan SDA pada swasta dan Asing, akibatnya rakyat sang pemilik SDA tak menikmati, bahkan kesulitan untuk sekadar hidup.

Islam juga memerintahkan negara menjaga kemuliaan akal (dengan aturan larangan makan makann haram, larangan minuman keras, narkoba, judi, pornografi dll). Negara juga wajib menjaga kemuliaan nasab (larangan berzina, berkhalwat, dan ikhtilat). Semua hal tersebut saat ini tak jadi masalah, wajar jika banyak rumah tangga goncang karena judi dan perselingkuhan. Bentuk penjagaannya adalah dengan memberikan sanksi tegas bagi yang melanggarnya.

Keluarga Berkualitas Butuh Khilafah.

Keluarga berkualitas tak akan bisa dilahirkan dalam negara yang menerapkan sistem sekularisme. Menjauhkan rakyat dari agama, penerapan kapitalisme yang menjunjung tinggi kebebasan, telah terbukti menjadikan eksistensi keluarga hancur.

Keluarga berkualitas, yang dari sini  berawal terbentuknya generasi emas, yang mampu membangun peradaban mulia, hanya bisa terbentuk oleh Khilafah, dengan menerapkan syari’at Islam dalam hal pendidikkan, Ekonomi, Sosial masyarakat, dan sanksi.

Oleh: Dini Sumaryanti
Founder Komunitas Ibu Hebat

#KhilafahAjaranIslam
#khilafahsunnahrasul
#KamiRinduKhilafah

Opini

×
Berita Terbaru Update