Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Siapa Bilang Kehidupan Dunia Enggak Penting?

Senin, 08 Juli 2024 | 16:04 WIB Last Updated 2024-07-08T09:04:12Z
TintaSiyasi.id -- Walau kehidupan dunia ini hanya sementara, tapi menentukan sukses atau gagalnya di akhirat. 
Walaupun dunia bersifat fana, lahwun wa la’ibun (permainan yang melalaikan), dan mata’ul ghuruur(keindahan yang menipu), tapi kita umat muslim jangan melupakan kehidupan dunia.

Bahkan bisa dikatakan dunia ini lebih penting dari akhirat. Nggak percaya? Coba tanyakan kepada mereka yang sudah wafat.

Iya, mereka memang tidak mungkin menjawab pertanyaan tersebut. Tetapi Allah SWT memberitahu kepada kita, bahwa seandainya mereka bisa menjawab. Maka jawabannya tentu akan mengatakan ‘hidup di dunia lebih penting daripada di akhirat’.

Buktinya, mereka yang sudah mati itu ingin kematiannya ditunda, bahkan meskipun hanya sekejap saja. sebagaiman friman Allah SWT berikut ini,

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ [المنافقون/10]

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.”
Orang hidup masih bisa berbuat apa saja, sementara ketika mati segalanya sudah tidak bisa dilakukan.

Yang kaya tak lagi bisa sedekah, yang alim tak bisa lagi berdakwah, yang kuat tidak lagi bisa membantu yang lemah, yang ahli ibadah pun tak lagi bisa bersujud dan berzikir. Dan nggak bisa untuk bertobat.

Kematian memutus segalanya. Karena itu hidup di dunia ini jauh lebih penting daripada di akhirat.
Bagaimana dengan ayat 4 surat ad-Dhuha yang menyatakan bahwa akhirat lebih baik daripada dunia seperti ini.

وَلَلْآَخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى [الضحى/4]
“Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan.”

Para ulama tafsir sepakat yang ‘kemudian’ itu adalah akhirat dan yang ‘permulaan’ itu adalah dunia. Dan penafsiran tersebut tidak ada yang memungkiri. Hanya saja perlu diketahui bahwa kehidupan seseorang di akhirat yang super duper lebih baik itu hanyalah akibat belaka dari kehidupannya di dunia.

Karena itu soal mana lebih penting antara hidup di dunia atau di akhirat, maka jawabannya adalah hidup di dunia lebih penting. Karena saat hidup inilah segala amal shalih masih bisa dilakukan, dan segala angan-angan tentang kebaikan masih dapat ditempuh. Maka ayat tersebut perlu dimaknai begini, “Bahwa aktifitas manusia yang orentasinya akhirat itu lebih baik daripada amal yang orentasinya hanya untuk kehidupan di dunia saja”. Sebab memang amalan yang hanya berorientasi dunia hanya berhenti di dunia. Selesai saat ia mati. Sebaliknya amalan yang diniatkan akhirat maka itulah yang sejatinya amal yang akan membahagiakannya di kehidupan akhirat.

Karenanya, apapun profesinya kita niatkan untuk kebaikan dunia-akhirat. Jadi ASN, anggota DPR, kepala daerah atau bahkan pekerja kasar sekalipun jangan lupa pasang niat hasilnya untuk beribadah, memberi nafkah keluarga, bantu fakir-miskin,yatim-piatu dan atau untuk 'izzul Islam walmuslimiin'.

Jadi,bukan sebaliknya bekerja, gajinya hanya untuk dunia, poya-poya, memperturutkan hawa nafsunya, mencari perempuan cantik, untuk berjudi. Kalau sudah demikian bukan saja dunianya yang hancur berantakan tapi juga celaka di akhirat.

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:

تفسير ابن كثير – (ج 8 / ص 425)والدار الآخرة خير لك من هذه الدار. ولهذا كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أزهد الناس في الدنيا، وأعظمهم لها إطراحًا،

“Dan negeri akhirat itu bagimu lebih baik daripada negeri ini. Dan karena inilah Rasulullah Saw menganjurkan agar manusia zuhud dari kehidupan dunia dan mengagungkan untuk akhirat.”

Zuhud dari dunia maksudnya adalah jangan menjadikan hidup ini hanya untuk hidup di dunia saja, tetapi lakukan perbuatan yang ada buahnya di akhirat. Itulah amal shalih. Karena dunia adalah ladang untuk beramal. Jika ladang sudah tidak ada maka tidak bisa lagi buat bercocok tanam.

Rumusnya begini, akhirat itu lebih baik jika dan hanya jika manusia mengisi hidupnya untuk kepentingan ekherat. Bila yang terjadi sebaliknya, maka akhirat justru lebih buruk bagi manusia karena di sana tidak ada lagi pihak yang dapat dimintai pertolongan kecuali atas izin Allah.
Koruptor misalnya. Ia dengan leluasa mengambil uang negara karena kekuasaannya. Setelah itu masih bisa berpoya-poya dengan hasil korupsinya
Maka bagi manusia seperati ini akhirat adalah malapetaka. Ia akan dimasukkan kedalam neraka.
Semoga kita dapat mengisi sisa hidup ini untuk berbuat baik sebanyak-banyaknya, sehingga dapat merasakan keindahan dan kenikmatan akhirat yang diceirtakan Allah dalam Al-Qur’an maupun disabdakan Rasulullah Saw dalam sejumlah hadisnya.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ ‘Ulumuddin menyatakan:

الدنيا مزرعة الآخرة ؤكل ما خلق فى الدنيافيمكن أن يتزود منه للآخرة.إحياءعلومالدين٢٩٣/٦

“Dunia adalah ladang akhirat. Maka setiap yang diciptakan Allah di dunia, bisa untuk dijadikan bekal menuju akhirat”

Pahami Dinul Islam
Untuk ‘bercocok tanam’ kebaikan di dunia yang sebentar ini Rasulullah Saw telah memberikan petunjuk kepada umatnya agar benar-benar paham akan ‘dinul Islam’, Inipun dipersiapkan saat kita masih hidup di dunia.

Dari Mu’awiyah radhiallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia paham dalam agama.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Paham ‘dinul Islam’ yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi bukan harta atau jabatan modal untuk meraihnya tapi paham akan agama.
Ini sekarang sudah terbukti akan dangkalnya akidah Islam dan lemahnya ukhuwah Islamiyah bagi umat Islam karena lemahnya pemahaman akan ‘dinul Islam’. 

Misal, akibat lemahnya pemahaman ‘dinul Islam’ adalah lemahnya ‘ghirah’ atau kecemburuan umat terhadap Islam. Saat kitab suci Al-Qur’an dan atau Nabi Muhammad Saw dilecehkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, umat Islam masih banyak yang diam alias menjadi ‘syaithan akhras’ yakni setan bisu. Ketika banyak terjadi kemungkaran di depan mata, orang-orang shaleh banyak yang menjadi ‘setan bisu’.
Itu disebabkan lemahnya ‘ghirah’ umat Islam akibat lemahnya pemahaman ‘dinul Islam’.

Padahal dakwah dan amar ma'ruf nahi mungkar itu wajib bagi umat Islam paling tidak bagi para ulama,intelektual muslim, dan yang berilmu.( Baca Q.S.Ali Imran 104).

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa yang melihat satu kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman”. [HR Muslim].

Itu semuanya dilaksanakan saat di dunia ini, jangan menunggu ‘ajal maut’ menjemputnya. Wallahu a’lam’.

Oleh: Abdul Mukti
Pengamat Kehidupan

Opini

×
Berita Terbaru Update