Tintasiyasi.ID -- Menanggapi permintaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap pemerintah untuk menghentikan tayangan adu orang yang biasa dikenal dengan UFC (Ultimate Fighting Championship) atau MMA (Mixed Martial Arts), Forum Tabayun DR. M. Ali Syafi”udin mengatakan respons dari MUI sudah tepat.
"Kan tadi sudah sudah disampaikan awalnya satu televisi, kemudian semakin banyak permintaan di situ. Kemudian sampai merambat ke seluruh dunia lebih dari 150 negara kan luar biasa. Nah ini juga masuk ke Indonesia, juga ditayangkan. Makanya kan respons dari MUI sudah tepat,” jelasnya dalam acara Kabar Petang Live, UFC Haram? di kanal Youtube Khilafah News, Kamis (04/07/2024).
Jadi memang dalam sistem kapitalis sesuatu itu, baik berupa barang atau jasa, pelayanan ini akan memiliki nilai ekonomi jika dibutuhkan atau ada permintaan dari masyarakat, tidak peduli sesuatu itu halal maupun haram.
“Memang kapitalis tidak memandang antara halal maupun haram, tetapi pandangannya ini dibutuhkan masyarakat atau tidak. Ini diperlukan masyarakat, ada permintaan dari masyarakat atau tidak. Yang menjadi dasar ini adalah nilai ekonomi,” katanya.
Ia tidak bisa menampik, itulah yang terjadi di dunia saat ini, apapun baik barang maupun jasa itu dikatakan memiliki nilai ekonomi jika itu dibutuhkan atau diperlukan oleh masyarakat. Namun dalam pandangan Islam standarnya adalah halal dan haram.
"Kalau ini, haram maka tidak boleh ditawarkan kepada masyarakat, juga masyarakat itu juga seharusnya juga gak boleh melihat. Karena tayangan-tayangan itu kan tidak boleh ditayangkan, diharamkan maka juga melihat pun juga tidak di diperbolehkan di situ,” tegasnya.
UFC Haram
Syafi’udin menjelaskan kalau yang UFC lebih bebas dan dahsyat. Apa dampaknya tampak pengaruhnya sehingga benar-benar terjadi dharar. Segala gaya mulai dibekuk, dibanting, dan ditendang. Jadi lebih banyak madaratnya.
Ia mengutip dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 195, “Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri pada kebinasaan.”
"Jadi jelas adu jotos dengan orang lain akan memberikan kemadaratan, membahayakan, kebinasaan bagi dirinya sendiri dan juga kepada orang lain. Dalam surat lainnya disebutkan larangan membunuh diri sendiri,” ungkapnya.
Lanjut dikatakan, “Sesungguhnya Allah sangat penyayang kepada kalian.Dan juga di dalam hadis itu tidak diperbolehkan kita mendatangkan madarat. Janganlah kalian berbuat dharar, bahaya, dan hal-hal yang mendatangkan bahaya. La dharara wala dhirar, disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Ahmad.
Dampak Buruk UFC
Ia menunjukkan, UFC ini memberikan dampak secara psikologi atau perilaku kepada anak-anak yang menonton. Jadi pada anak-anak bisa terjadi perilaku, istilahnya psikopatik seperti orang-orang gila. "Kalau dia nonton terus, maka akan memiliki kecenderungan memandang dunia ini sebagai tempat yang tidak aman, yang bahaya, yang kurang simpatik menakurkan anggapan negatif ini," pesannya.
“Lama-kelamaan menimbulkan sikap kepribadian yang agresif dan gampang marah. Perilaku gampang marah ini membentuk perilaku psikopatik dan agresif. Nah ini pada anak-anak yang sering nonton atau film-film, ya kekerasan di situ, ya memunculkan sikap yang agresif,” imbuhnya.
Kemudian, juga akan tertanam dalam memori anak-anak itu akhirnya kalau itu ditiru itu kemudian dipraktikkan kepada temannya, dibanting temannya ikut-ikutan seperti dia, itu bahaya.
“Anak-anak yang sering nonton gitu akan menjadi tumbuh sosok anak yang sulit berkonsentrasi dan kurang perhatian terhadap lingkungan. Kemudian juga dengan tayangan ini kita lihat yang hampir-hampir semuanya itu menampilkan iklan yang menampakkan aurat. Nah, ini nanti seperti memberikan persepsi yang bahaya juga kalau ditiru kepada anak-anak,” terangnya.
Stop UFC
Ia menegaskan, penguasa atau pemerintah sebaiknya menangkal dan menutup acara-acara seperti itu, karena pemerintahlah yang memiliki power, yang memiliki kekuatan. Sebenarnya anjuran dari MUI itu sangat bagus, karena beliau ini mementingkan, memikirkan bagaimana umat manusia, bagaimana kaum Muslim ini supaya memiliki mental akhlak yang baik.
“Kemudian banyaknya tontonan-tontonan yang tidak sesuai dengan syariat, yang melanggar aturan-aturan Allah, yang mengumbarkan kekerasan, pornografi, dan seterusnya di situ, maka ini segera harus dihentikan dan yang bisa menghentikan ini adalah tiada lain yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Jadi tugas pemerintah. Kalau secara individu-individu ini agak sulit mengandalkan, itu harus penguasa yang yang menghentikan,” pungkasnya.[] Sri Nova Sagita