Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Jaminan Perlindungan Anak, Utopis dalam Sistem Kapitalis

Rabu, 03 Juli 2024 | 22:06 WIB Last Updated 2024-07-03T15:06:22Z
Tintasiyasi.id.com -- Kasus pencabulan terhadap anak kembali terjadi. Kali ini yang menjadi korban adalah siswi SD berusia 13 tahun di Baubau, Buton, Sulawesi Tenggara. Mirisnya, pelaku berjumlah 26 orang. Polisi menyatakan tersangka rata-rata anak di bawah umur alias masih berstatus pelajar.

Kapolres Baubau, AKBP Bungin Masokan Misalayuk masih belum mau mengungkapkan identitas para tersangka karena mayoritas anak di bawah umur. Bungin mengungkapkan, pencabulan dilakukan beberapa kali sejak April, namun baru dilaporkan pada bulan Mei 2024.

Menurutnya, kasus ini terjadi lantaran korban maupun pelaku sama-sama tidak dalam pengawasan dari orang tua
(www.cnnindonesia.com, 23/6/2024).

Kekerasan terhadap anak masih sering terjadi, baik di lingkungan masyarakat, sekolah bahkan keluarga. Pelakunya beragam, bisa orang dewasa termasuk orang tua dan guru, atau teman sebaya. Anak yang menjadi pelaku kekerasan sungguh dipengaruhi banyak hal. 

Saat ini, pendidikan anak oleh ibu sebagai madrasah di rumah sebagian besar tidak berjalan. Pernikahan seolah tidak dipandang sebagai salah satu wadah mencetak generasi unggul yang akan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, agama dan bangsa. 

Alhasil, ketika pernikahan menghasilkan keturunan, anak-anaknya tidak terdidik dengan baik sehingga jauh dari kepribadian Islam dalam dirinya. Padahal, terbentuknya kepribadian Islam adalah kewajiban orang tua, khususnya ibu. 

Mirisnya, saat ini para ibu justru didorong bekerja di luar rumah atas nama pemberdayaan perempuan. Hal ini didukung oleh regulasi yang diterapkan pemerintah yang mendukung pemberdayaan perempuan dalam ekonomi ini. Di sisi lain, perekonomian yang tidak menentu hari ini telah memaksa para ibu untuk ikut membantu suami mencari nafkah. Alhasil, generasi kehilangan masa pendidikan di dalam rumah oleh seorang ibu. 

Belum lagi sistem sekularisme yang menjadi pemahaman dan standarisasi di tengah masyarakat serta menjadi landasan bernegara. Sistem Sekularisme telah menghasilkan pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Porsi belajar agama dalam sistem ini sangat sedikit, bahkan cenderung formalitas. Tidak ada pembelajaran Islam sebagai standar perilaku dan penentu benar dan salah, yang ada hanya pelajaran terkait ibadah ritual saja. 

Sungguh, sistem pendidikan ini gagal melahirkan individu yang berakhlak mulia, sebaliknya sistem ini justru menghasilkan generasi yang krisis jati diri. Remaja menjadi tidak mengenal siapa dirinya dan apa tujuan Allah subhanahu wa ta'ala menciptakannya di dunia. 

Akibatnya, bukannya menjadikan syariat sebagai standar berperilaku, remaja malah menjadikan kepuasan jasadiyah sebagai tujuan utama. Bila dengan melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain atau menyakiti orang lain membuat puas, maka akan dia lakukan. 

Selain dari lingkungan keluarga dan pendidikan, Sekulerisme ini juga dibentuk dari lingkungan sekitar atau masyarakat. Masyarakat hari ini cenderung individualis, mereka tidak peduli atas apa yang terjadi dengan sekitarnya. Bila ada tetangganya yang melakukan kesalahan, masyarakat sekuler tidak terbiasa mengingatkan dan lagi-lagi negara membiarkan masyarakatnya menjelma menjadi masyarakat sekuler dan kapitalis. Negara sejatinya menjadi sumber kekerasan sebenarnya, karena menerapkan aturan yang memberi celah lebar bagi terjadinya kekerasan terhadap anak, bahkan sistem sanksi pun tidak mampu mencegahnya. 

Solusi atas persoalan ini tidak lain hanya melalui penerapan aturan Islam secara kaffah di bawah negara yang diridhai Allah subhanahu wa ta'ala, yakni Khilafah Islamiyah. Sistem Islam sangat berbeda dengan sistem Kapitalisme. Dari sejarahnya saja, sepanjang Khilafah berdiri selama kurang lebih 1.300 tahun lamanya, Khilafah terbukti mampu melahirkan generasi unggul, pemuda berkepribadian Islam, berakhlak mulia dan beradab. Semua ini tidak lepas dari bentuk negara yang taat dan tunduk pada aturan Allah subhanahu wa ta'ala. 

Khilafah memiliki sistem perlindungan anak dengan cara menegakkan 3 pilar dalam kehidupan;

Pertama, adanya keimanan dan ketakwaan individu. Pembentukan ketakwaan individu dimulai dari keluarga, khususnya seorang ibu sebagai madrasatul ula bagi anak. Ibu akan sangat memahami perannya sebagai pendidik generasi dan al-Umm wa Rabbatul Bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). 

Karena itu, mereka akan mengutamakan peran ini sebelum mengambil aktivitas lain yang dibolehkan syariat, seperti bekerja. Peran mendidik generasi dipahami sebagai amal yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat, sehingga mereka akan belajar bagaimana mendidik anak hingga memiliki kepribadian Islam. 

Apalagi negara Khilafah memberi dukungan bagi para keluarga dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas dan gaji yang layak bagi para laki-laki pencari nafkah. Semua ini akan memudahkan para ibu menjalankan peran strategisnya di rumah. 

Selain itu, Khilafah hanya akan menerapkan sistem pendidikan Islam. Dalam pendidikan Islam peserta didik akan dicetak memiliki kepribadian Islam, sehingga mereka akan selalu berusaha berpikir dan bersikap sesuai dengan standar Islam.

Mereka tidak berani bermaksiat, karena sebelum melakukan mereka sudah terbayang betapa mengerikannya hari pertanggungjawaban nanti. Selain itu, peserta didik juga akan diarahkan untuk mengisi waktunya dengan baik demi kemajuan peradaban Islam. Mereka akan dididik untuk menjadi ulama handal sekaligus menguasai sains dan teknologi, sehingga tidak akan ada remaja yang waktunya terbuang sia-sia untuk melakukan aktivitas maksiat, termasuk kekerasan.

Kedua, kontrol masyarakat dengan amar makruf nahi munkar. Dalam Khilafah, masyarakat akan dibentuk oleh negara menjadi masyarakat Islami yang memiliki pemahaman, standarisasi dan keyakinan bersandar pada Islam, sehingga mereka tidak akan abai terhadap perilaku generasi, bahkan akan mudah menasehati generasi jika menemukannya melakukan kemaksiatan.

Ketiga, penerapan aturan oleh negara. Negara dalam Islam, penuh tanggung jawab dalam membina generasi, sehingga memiliki kepribadian mulia bahkan menjadi salah satu peradaban Islam.

Demikianlah penerapan sistem Islam dalam naungan Daulah Khilafah, yang Insya Allah akan mencetak generasi gemilang dan berkepribadian Islam yang tangguh.
Wallahu'alam bishshawwab.

Oleh: Sumariya
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update