Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dari Lima Ciri Penceramah Radikal Versi BNPT, Dua Ciri Pertama Saklek Menyasar Ajaran Islam

Selasa, 09 Juli 2024 | 16:41 WIB Last Updated 2024-07-09T09:42:07Z
TintaSiyasi.com -- Pengasuh Tintasiyasi.Id Joko Prasetyo mengungkapkan dari lima ciri-ciri penceramah radikal yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2022, dua ciri pertama saklek menyasar dan menista ajaran Islam

"Pada 2022, BNPT merilis lima ciri-ciri penceramah radikal. Dua ciri pertama saklek menyasar dan menista ajaran Islam, tiga ciri lainnya ambigu," tuturnya dalam Tinta Intens Ke-10: RUU Penyiaran Berpotensi Kriminalisasi Dakwah Khilafah Benarkah? di Kanal YouTube Tintasiyasi Channel, Senin (8/7/2024).

Ia menjelaskan, yang saklek menyasar dan menista ajaran Islam tersebut mulai dari ciri pertama sampai ciri kedua. Pertama, "mengajarkan anti-Pancasila dan pro khilafah".

"Padahal, khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan yang hukumnya fardhu kifayah untuk ditegakkan. Tentu saja ini merupakan penghinaan terhadap khilafah ajaran Islam," tegasnya.

Biar tampak lebih seram lagi, lanjutnya orang yang mendakwahkan khilafah disebut anti-Pancasila, bahkan sekadar larangan salam lintas agama sebagaimana yang difatwakan Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI) Pusat malah dinilai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah mengancam Pancasila. 

"Dari sini sudah jelas, BNPT dan BPIP mengonfirmasi bahwa Pancasila dan Islam itu bertentangan. Buktinya, BNPT menentang fardhu kifayah khilafah dengan menyandingkannya sebagai anti-Pancasila dan BPIP menentang keharaman salam lintas agama dengan menyatakan larangan salam lintas agama telah mengancam Pancasila," lanjutnya. 

Maka menurutnya, tidak aneh, bila pada tahun 2020 ketua dari badan yang paling otoritatif dalam pembinaan ‘ideologi’ Pancasila Prof. Dr. Yudian Wahyudi mengatakan, “Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan.” Agama apa lagi yang dimaksud kalau bukan Islam.

"Kedua, "mengajarkan paham takfiri atau mengkafirkan yang beda paham dan agama". Padahal ajaran Islam dengan tegas dan jelas menyebutkan pemeluk agama selain Islam adalah kafir. Tetapi BNPT memberi konotasi ajaran Islam tentang menyebut kafir kepada orang beragama selain itu sebagai konotasi negatif, jelas ini merupakan penistaan," ungkapnya. 

Sedangkan yang ambigu, imbuhnya mulai dari ciri ketiga sampai ciri kelima. Ketiga, "menanamnkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah". Ciri ketiga tersebut sangat ambigu. Tetapi yang jelas, Islam juga mewajibkan kaum Muslim melakukan muhasabah lil hukkam (mengoreksi kepada penguasa) agar tetap dalam koridor Islam. 

"Nah, jangan sampai saja ketika Muslim mengamalkan muhasabah lil hukkam ajaran Islam dianggap sebagai radikal karena dianggap sesuai ciri ketiga. Keempat, "memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungannya". Eksklusif seperti apa yang dimaksud? Karena, Islam juga menegaskan keeksklusifan akidah dan ibadah mahdah, tak boleh dicampur dengan kekufuran dan ibadah agama lain yang ada di lingkungan. Kalau ini dianggap sebagai ciri keempat radikal, tentu BNPT juga telah menista eksklusivitas akidah dan ibadah mahdhah ajaran Islam," paparnya.

Kelima, "berpandangan antibudaya dan kearifan lokal keagamaan". Ia menanyakan antibudaya dan kearifan lokal keagamaan apa yang dimaksud. Pasalnya, Islam mengajarkan bahwa budaya dan kearifan lokal yang dilakukan kaum Muslim tidak boleh menyalahi syariat Islam.

"Jadi, kalau ada umat Islam menolak mengikuti budaya dan kearifan lokal yang bertentangan dengan Islam, jangan dinilai sebagai ciri kelima radikal. Kalau disebut radikal, fiks, memang BNPT menista Islam, karena itu ajaran Islam," pungkasnya.[] Nabila Zidane

Opini

×
Berita Terbaru Update