Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Waspada Judi Online Mengancam Keutuhan Keluarga Nasional

Selasa, 18 Juni 2024 | 21:01 WIB Last Updated 2024-06-18T14:02:04Z
Tintasiyasi.id.com -- Seorang polisi wanita (polwan), Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fadhilatun Nikmah, membakar suaminya yang juga polisi, Briptu Rian Dwi Wicaksono, di Asrama Polisi Polres Mojokerto, Jawa Timur, pada Sabtu, 8 Juni 2024. Pembakaran itu diduga dipicu karena korban menggunakan gajinya untuk judi online (judol).

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Dirmanto, mengatakan bahwa korban sering menghabiskan uang belanja yang seharusnya buat membiayai hidup tiga anaknya ini untuk bermain judi online. Sehingga istrinya marah tak terkendali (tempo.co, 13/6/2024).

Dilansir dari cnbcindonesia.com, (22/5/2024) Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menjelaskan, dari pihaknya kini sudah melakukan berbagai pencegahan dan melakukan pemblokiran konten judi online. Setidaknya ada 1.904.246 konten Judi online. Termasuk pengawasan dari platform digital, melihat ada 20.241 keyword judi yang berubah di Google dan 2.637 di platform digital Meta.

Sementara dari dari pihak Otoritas Jasa Keuangan, Budi menerangkan juga sudah melakukan pemblokiran 5.364 rekening yang terafiliasi judi online, dan 555 e-wallet yang diajukan ke Bank Indonesia untuk ditutup.

Adanya oknum aparat yang terjerat dan ketagihan judol menunjukkan bahwa negeri ini telah darurat judi online. Persoalan ini tentu harus diselesaikan hingga ke akarnya. Pasalnya, jika upaya yang dilakukan hanya menangkap pelaku atau memblokir situs judi online, hal ini tentu tidak akan mampu memberantas judi online.

Judi online maupun offline pada dasarnya adalah perbuatan haram yang membawa keburukan dalam kehidupan. Banyaknya generasi muda dan masyarakat yang terlibat dalam permainan ini dengan tujuan ingin mendapatkan cuan atau sekadar mendapatkan kepuasan saat bermain, sejatinya menggambarkan lemahnya keimanan masyarakat.

Disadari atau tidak, hari ini masyarakat sedang dikepung oleh pemikiran sekulerisme kapitalisme yang menggambarkan kebahagiaan dengan ukuran materi. Dunia pendidikan pun tidak lepas dari pandangan hidup yang condong pada kemaslahatan pribadi atau duniawi ini. Pasalnya, sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga peserta didik akan memahami Islam sekedar ibadah ritual. Sedangkan di luar dari itu mereka bebas bertingkah laku apapun. Tentu saja standar bertingkah laku itu akan merujuk kepada akal manusia yang lemah dan hawa nafsu, yakni kesenangan materi.

Pandangan hidup yang salah inilah yang menjadi dorongan para pelaku judol melakukan perbuatan haram tersebut meskipun ada unsur keharaman dan ada sanksi yang disediakan negara bagi para pelakunya. Parahnya, korban yang sudah kecanduan judi online akan merasa terus ingin memainkan game tersebut demi mendapatkan keuntungan bahkan hingga uang mereka habis.

Akibatnya, mereka akan mengabaikan kewajiban mereka dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh lebih banyak uang termasuk dengan melakukan tindakan kriminal. Pada saat yang bersamaan kesehatan finansial dan mental korban akan terganggu termasuk merusak hubungan antar anggota keluarga.

Judi online semakin sulit diberantas dengan kemiskinan yang masih menghantui masyarakat negeri ini. Hampir 30 juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Tidak ada satupun dari mereka yang menginginkan kondisi tersebut. Namun penerapan sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan minimnya lapangan kerja, mahalnya harga kebutuhan pokok, sulitnya mendapatkan skill dan keterampilan bekerja akibat mahalnya biaya pendidikan dan terparah adalah abainya negara terhadap kesejahteraan rakyatnya.

Hal inilah yang memicu masyarakat melirik judol di tengah kondisi iman yang lemah sehingga gagal paham terhadap konsep rezeki. Mirisnya, negara kalah melawan para pengusaha judol. Sanksi yang tidak menjerakan mengakibatkan judol terus tumbuh. Penegakan UU ITE terkait perjudian di negeri ini juga sangat lemah dan sulit ditegakkan.

Alhasil, mayoritas pemilik situs judi online memanfaatkan celah ini untuk mengoperasikan server mereka di negara yang mengizinkan perjudian, maka sudah sangat jelas bahwa sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini menjadi penyebab utama judi online gagal di berantas.

Cara Islam Memberantas Judi Online

Dalam Islam, judi online adalah perkara yang diharamkan secara mutlak oleh Allah SWT,

  الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ۝٩٠

"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al-Maidah: 90)

Tidak hanya mengharamkan judi online maupun offline, sebagai sebuah ideologi, Islam juga memberantas kemaksiatan ini hingga bersih dari kehidupan masyarakat. Di sinilah peran negara Islam, yakni khilafah dalam memberantas judi. Negara akan menerapkan seperangkat hukum syariah untuk menyelesaikan persoalan ini.

Melalui sistem pendidikan Islam, negara akan membentuk masyarakat memiliki kepribadian Islam. Dengan demikian, masyarakat memahami visi hidupnya di dunia, yaitu untuk meraih ridha Allah SWT dengan beribadah kepada Allah SWT.

Inilah yang menjadi standar kebahagiaan mereka. Sehingga mereka tidak mudah melakukan kemaksiatan. Karena paham bahwa setiap amal perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Merekapun memahami konsep rezeki dari Allah SWT sehingga tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang.

Hal tersebut didukung oleh terbentuknya masyarakat Islami yang terbiasa melakukan kewajiban dakwah amar makruf nahi mungkar sebagai kontrol sosial. Sehingga, masyarakat tidak membiarkan adanya kemaksiatan merajalela. Setelah mengedukasi masyarakat dengan Islam, khilafah akan menerapkan hukum sanksi Islam yang tegas jika masih ada praktek perjudian online maupun offline. 

Penerapan sistem sanksi dalam Islam memiliki dua efek khas, yaitu zawazir atau pencegahan manusia dari tindak kejahatan dan jawabir atau penebus dosa bagi pelaku di akhirat kelak. Untuk kasus judi, Islam akan menjatuhkan sanksi takzir yang bentuk dan kadarnya ditetapkan oleh khalifah. 

Melalui penerapan sistem ekonomi Islam  negara akan menjamin kebutuhan asasi rakyat. Kesejahteraan ini diharapkan dapat mengurangi minat kepada judol. Demikianlah cara Khilafah memberantas judi. Sehingga masyarakat bisa hidup aman dan mulia.[]

Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)

Opini

×
Berita Terbaru Update