Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Rezeki Lahir dan Rezeki Batin Menurut Ibnu Athaillah

Senin, 10 Juni 2024 | 14:43 WIB Last Updated 2024-06-12T09:57:47Z

TintaSiyasi.id -- Ibnu Athaillah, seorang ulama sufi terkenal, memberikan pandangan yang mendalam tentang rezeki dalam konteks lahir dan batin. Dalam ajaran tasawufnya, rezeki tidak hanya terbatas pada aspek materi, tetapi juga mencakup dimensi spiritual. Berikut adalah penjelasan mengenai rezeki lahir dan rezeki batin menurut Ibnu Athaillah:

Rezeki Lahir

Definisi: Rezeki lahir adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan fisik dan materi seseorang. Ini mencakup makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, serta segala bentuk kekayaan dan harta benda.

Pandangan Ibnu Athaillah:

1. Pemberian Allah: Rezeki lahir adalah pemberian Allah yang harus diterima dengan syukur. Ibnu Athaillah menekankan bahwa segala bentuk rezeki, baik sedikit maupun banyak, adalah bagian dari ketetapan Allah dan harus disyukuri.

2. Pengaturan Ilahi: Rezeki lahir ditentukan oleh Allah, dan setiap orang telah ditetapkan bagian rezekinya sejak lahir. Manusia diminta untuk berusaha, tetapi hasil akhir dari usaha tersebut tetap berada di tangan Allah.

3. Jangan Terlalu Terikat: Meskipun penting, Ibnu Athaillah mengingatkan agar manusia tidak terlalu terikat pada rezeki materi dan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Fokus utama tetap harus pada kehidupan akhirat dan hubungan dengan Allah.

Rezeki Batin

Definisi: Rezeki batin adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan spiritual dan internal seseorang. Ini mencakup ketenangan hati, kebahagiaan, ilmu yang bermanfaat, iman, ketakwaan, cinta kepada Allah, dan kebijaksanaan.

Pandangan Ibnu Athaillah:

1. Lebih Penting dari Rezeki Lahir: Rezeki batin dianggap lebih penting daripada rezeki lahir karena menyangkut kebahagiaan yang sejati dan abadi. Ketenangan hati dan kebahagiaan batin tidak dapat dibeli dengan harta materi.

2. Sumber Ketenangan dan Kebahagiaan: Rezeki batin adalah sumber ketenangan dan kebahagiaan sejati. Dengan memiliki rezeki batin, seseorang dapat menghadapi berbagai ujian hidup dengan sabar dan tawakal.

3. Hubungan dengan Allah: Rezeki batin memperkuat hubungan seseorang dengan Allah. Melalui dzikir, ibadah, dan kontemplasi, seseorang dapat meraih kedekatan dengan Allah dan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan.

4. Ilmu yang Bermanfaat: Salah satu bentuk rezeki batin adalah ilmu yang bermanfaat, yaitu pengetahuan yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah dan membuatnya lebih bijaksana dalam menjalani kehidupan.

5. Kesucian Hati: Rezeki batin juga mencakup kesucian hati, yaitu kemampuan untuk menghindari sifat-sifat buruk seperti iri hati, kebencian, dan kesombongan. Kesucian hati memungkinkan seseorang untuk hidup dengan damai dan harmonis.

Kesimpulan

Ibnu Athaillah mengajarkan bahwa kedua jenis rezeki ini harus diimbangi dalam kehidupan seorang mukmin. Rezeki lahir penting untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan fisik, tetapi rezeki batin adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan sejati dan kedekatan dengan Allah. Seorang mukmin idealnya berusaha memenuhi kebutuhan fisiknya tanpa melupakan atau mengabaikan kebutuhan spiritualnya.

Ketika Kamu berzikir kepada Allah dengan lisanmu, seluruh benda mati turut berzikir bersama zikir lisanmu.

Pernyataan bahwa ketika seseorang berzikir kepada Allah dengan lisannya, seluruh benda mati turut berzikir bersama zikir lisannya, menggambarkan sebuah konsep spiritual dalam Islam yang menunjukkan betapa besar kekuatan dan dampak zikir kepada Allah. Meskipun pernyataan ini lebih banyak ditemukan dalam literatur tasawuf dan mungkin tidak ada teks spesifik dari hadis atau Al-Qur'an yang menyatakan hal ini secara eksplisit, esensinya dapat ditemukan dalam ajaran Islam secara umum. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang konsep ini:

Konsep Zikir dan Alam Semesta

1. Kesadaran Alam Semesta: Dalam Al-Qur'an, disebutkan bahwa segala sesuatu di alam semesta bertasbih memuji Allah, meskipun manusia mungkin tidak memahami cara mereka bertasbih. Allah berfirman: "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka" (QS. Al-Isra: 44).

2. Keterhubungan Spiritual: Dalam ajaran tasawuf, diyakini bahwa setiap zikir yang dilakukan oleh seorang mukmin memiliki dampak yang luas dan menyebar ke seluruh alam. Hal ini mencerminkan konsep keterhubungan spiritual antara manusia dan seluruh ciptaan Allah. Ketika seseorang berzikir, vibrasi spiritual dari zikir tersebut mempengaruhi lingkungannya dan seluruh benda mati di sekitarnya ikut serta dalam zikir tersebut.

3. Kesucian dan Keharmonisan Alam: Zikir membawa kesucian dan keharmonisan, bukan hanya pada individu yang berzikir, tetapi juga pada lingkungannya. Ini berarti bahwa tindakan zikir dapat memurnikan dan memberkahi lingkungan di sekitarnya, menjadikannya seolah-olah seluruh benda mati ikut serta dalam pujian kepada Allah.

4. Hadis Pendukung: Ada beberapa hadis yang mengindikasikan bahwa benda-benda mati dan makhluk lain pun bertasbih. Misalnya, Rasulullah SAW bersabda: "Aku mengetahui batu di Mekkah yang memberikan salam kepadaku sebelum aku diangkat menjadi Nabi, dan aku masih mengetahuinya sekarang" (HR. Muslim). Ini menunjukkan bahwa benda-benda mati pun memiliki kesadaran untuk memuji Allah dan berinteraksi dengan makhluk lain dalam konteks spiritual.

5. Makna Simbolis dan Spiritualitas: Pernyataan bahwa benda-benda mati turut berzikir bersama zikir lisan manusia juga bisa dipahami sebagai simbol dari harmonisasi antara manusia dan alam. Ketika seseorang berada dalam keadaan spiritual yang tinggi, dia menjadi satu dengan alam dan seluruh ciptaan Allah, menciptakan harmoni dan kedamaian yang mencakup seluruh lingkungan.

Kesimpulan

Konsep bahwa seluruh benda mati turut berdzikir ketika seseorang berzikir kepada Allah dengan lisannya mencerminkan keyakinan dalam tasawuf tentang kesatuan dan keterhubungan seluruh ciptaan Allah dalam ibadah dan pujian kepada-Nya. Ini menekankan pentingnya zikir bukan hanya sebagai praktik pribadi, tetapi juga sebagai tindakan yang membawa berkah dan harmoni ke seluruh alam.

Waktu kamu berzikir kepada Allah dengan hatimu, maka alam semesta beserta seluruh dunia Allah yang ada dalamnya turut berzikir bersama hatimu.

Pernyataan bahwa ketika seseorang berzikir kepada Allah dengan hatinya, alam semesta beserta seluruh dunia Allah yang ada di dalamnya turut berzikir bersama hatinya, menggambarkan kedalaman dan keluasan pengaruh zikir yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan ketulusan. Ini menunjukkan bagaimana zikir yang mendalam bisa beresonansi dengan seluruh ciptaan Allah. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang konsep ini:

Zikir Hati dan Alam Semesta

1. Kesadaran Kosmik dan zikir: Dalam banyak ajaran tasawuf, hati dianggap sebagai pusat spiritual yang memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan seluruh alam semesta. Ketika hati seorang mukmin berzikir, getaran zikir tersebut dipercaya bisa beresonansi dengan seluruh ciptaan Allah, karena semua yang ada di alam semesta ini bertasbih kepada-Nya.

2. Tasbih Alam Semesta: Al-Quran menyatakan bahwa seluruh ciptaan Allah, baik yang hidup maupun yang mati, bertasbih memuji Allah. Ayat yang sering dikutip dalam konteks ini adalah QS. Al-Isra: 44, "Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka."

3. Keterhubungan Spiritual: zikir yang dilakukan dengan hati yang tulus menciptakan suatu energi spiritual yang dapat berhubungan dengan seluruh makhluk. Ini karena dalam pandangan tasawuf, segala sesuatu memiliki roh atau esensi yang juga mengenal dan memuji Allah. Zikir hati yang murni memperkuat ikatan spiritual ini.

4. Hadis dan Ajaran Tasawuf: Dalam banyak riwayat dan ajaran sufi, disebutkan bahwa hati yang dipenuhi dengan cinta dan ingatan kepada Allah dapat mempengaruhi seluruh alam. Misalnya, ada cerita tentang para wali Allah yang ketika mereka berzikir, seluruh alam seolah-olah ikut merespon dalam harmoni spiritual yang sama.

Imam Al-Ghazali dan ulama sufi lainnya sering menekankan pentingnya zikir hati sebagai jalan menuju kesatuan dengan Allah dan penciptaan harmoni dengan seluruh ciptaan-Nya.

5. Manifestasi Ketenangan dan Kedamaian: Zikir hati membawa ketenangan dan kedamaian yang tidak hanya dirasakan oleh individu tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya. Ini menggambarkan efek positif dari zikir yang dapat memurnikan dan memberkati tempat dan makhluk di sekitarnya.

Kesimpulan

Konsep bahwa alam semesta beserta seluruh dunia Allah turut berzikir bersama hati seseorang yang berzikir mencerminkan keyakinan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini saling terkait dalam ibadah dan pujian kepada Allah. Zikir yang dilakukan dengan hati yang tulus dan penuh cinta kepada Allah dapat menciptakan resonansi spiritual yang luas, membawa berkah dan harmoni tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi seluruh alam semesta. Ini menekankan pentingnya zikir hati dalam mencapai kesatuan spiritual dengan Allah dan seluruh ciptaan-Nya.

Saat kamu berzikir kepada Allah dengan jiwamu, langit beserta makhluk yang ada di dalamnya turut berzikir bersamamu.

Pernyataan bahwa saat seseorang berzikir kepada Allah dengan jiwanya, langit beserta makhluk yang ada di dalamnya turut berzikir bersamanya, menggambarkan konsep yang mendalam dan luas dalam spiritualitas Islam. Ini menunjukkan bagaimana zikir yang tulus dan mendalam memiliki efek yang melampaui batas individu dan menjangkau seluruh ciptaan. Berikut adalah penjelasan mengenai konsep ini:

Zikir dengan Jiwa dan Alam Semesta

1. Esensi zikir dengan Jiwa: zikir dengan jiwa (roh) adalah tingkat zikir yang paling mendalam dan tulus. Ini bukan hanya sekedar ucapan dengan lisan atau pemikiran dalam hati, tetapi zikir yang melibatkan keseluruhan eksistensi seseorang. Zikir ini mencerminkan kesatuan penuh antara jiwa manusia dan penciptanya.

2. Resonansi Spiritual: Dalam ajaran tasawuf, jiwa manusia memiliki potensi untuk terhubung dengan seluruh ciptaan Allah. Ketika seseorang berzikir dengan jiwanya, getaran spiritual dari zikir tersebut beresonansi dengan seluruh alam semesta, termasuk langit dan semua makhluk yang ada di dalamnya. Ini menggambarkan bahwa seluruh alam semesta berada dalam harmoni dengan zikir tersebut.

3. Tasbih Alam Semesta: Al-Quran mengajarkan bahwa setiap makhluk di langit dan bumi bertasbih memuji Allah. Sebagai contoh: "Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka" (QS. Al-Isra: 44). Dzikir jiwa yang tulus menyelaraskan diri seseorang dengan tasbih universal ini.

4. Hadis dan Tradisi Sufi: Banyak riwayat dan ajaran sufi mengajarkan bahwa para wali Allah dan orang-orang yang dekat dengan-Nya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi lingkungan mereka dengan dzikir mereka. Ketika mereka berdzikir, seluruh makhluk ikut serta dalam harmoni tersebut.

Contohnya, Imam Al-Ghazali dan sufi lainnya sering berbicara tentang keadaan spiritual di mana seorang mukmin yang sejati dapat merasakan dan berhubungan dengan tasbih makhluk lainnya.

5. Implikasi Spiritualitas: Dzikir dengan jiwa membawa ketenangan, kedamaian, dan keberkahan tidak hanya pada individu tetapi juga pada lingkungannya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tindakan dzikir yang tulus memiliki dampak yang jauh melampaui batas individu dan menjangkau seluruh ciptaan Allah.

Kesimpulan

Konsep bahwa saat seseorang berdzikir dengan jiwanya, langit dan makhluk yang ada di dalamnya turut berdzikir bersamanya, mencerminkan keyakinan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini saling terhubung dalam pujian dan ibadah kepada Allah. Zikir yang dilakukan dengan jiwa yang tulus menciptakan resonansi spiritual yang mendalam dan luas, membawa keberkahan dan harmoni tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi seluruh alam semesta. Ini menekankan pentingnya dzikir jiwa dalam mencapai kesatuan spiritual dengan Allah dan seluruh ciptaan-Nya.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Psikologi Pendidikan Pascasarjana UIT Lirboyo )

Opini

×
Berita Terbaru Update