Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pembelaan Biden Atas Netanyahu, Bukti HAM Barat Beraroma Busuk

Senin, 24 Juni 2024 | 18:14 WIB Last Updated 2024-06-24T11:14:56Z

Tintasiyasi.id.com -- “What happening (Palestine) is not genocide. We reject that. And We’ll always stand  with Israel (Peristiwa yang sedang terjadi di Palestina bukanlah genosida. Kita menolak itu. Dan kita akan selalu bersama dengan Israel).” Itulah kalimat yang secara terang-terangan dismapaikan oleh Presiden AS, Joe Biden dalam sebuah video yang dirilis oleh TRTWorld, Selasa (21/05/2024).

Dalam kesempatan lain, saat keputusan jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan  meminta surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, Biden menyatakan bahwa Keputusan tersebut keterlaluan dan menjamin akan mendampingi Israel pada setiap proses hukum yang berjalan.

Padahal,Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Karim Khan, juga mengajukan surat penangkapan terhadap mengajukan surat penangkapan kepala biro politik Hamas Ismail Haniyeh, kepala sayap militer Hamas Mohammed Diab Ibrahim Masri, dan pemimpin Hamas di Jalur Gaza Yahya Sinwar. Sayangnya, tidak ada satu pimpinan negara manapun berani memberikan dukungan layaknya AS terhadap Israel. Jika keduanya dianggap bersalah dalam peristiwa pasca 7 Oktober 2023, seharusnya Hamas juga layak dibela.

Tidak cukup memberikan pembelaan terhadap negara Zionis Israel, AS juga mengajukan penjatuhan sanksi kepada Internastional Criminal Court (ICC) atas tindakan perintah mengadili Netanyahu dan beberapa petinggi Zionis lainnya. Bagi AS, Internastional Criminal Court (ICC) telah melakukan pelanggaran hukum atas tuduhan terhadap negara Israel. 

Omong Kosong dan Aroma Busuk HAM Barat

Persitiwa genosida yang terjadi di Palestina kini hampir memasuki sembilan bulan, jika dihitung sejak 7 Oktober 2023 tahun lalu. Meskipun sebenarnya, penjajahan atas tanah yang diberkati itu bukanlah baru dimulai sembilan bulan. Melainkan sejak PBB yang pimpinannya dikuasai oleh Barat dan sekutunya memberikan hak tanah atas pendirian negara zionis Israel di Palestina tahun 1948.

Sejak kehadiran entitas Zionis di Palestina, kehidupan kaum Muslim bak neraka yang diseret ke bumi. Penjajahan yang dipertontonkan dengan pendudukan, perampasan tanah, penembakan, pemerkosaan, hingga pengeboman pemukiman di Palestina tidak pernah berhenti. Bahkan kian mengerikan. Sementara dunia membisu dan buta, tiada yang berani melihat dan memusatkan perhatiannya terhadap Palestina.

Barat, sebagai pemimpin peradaban dunia modern yang meyakini, dan katanya menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, khususnya hak hidup, adalah anti kekerasan dan perang. Alasan pemikiran demikianlah yang menginsipirasi Barat melahirkan ide-ide kebebesan (the freedom), hak-hak asasi (the rights), dan kemananan dunia. Kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya organisasi internasional bernama LBB (Liga Bangsa-Bangsa), yang selanjutnya berubah nama menjadi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Kehancuran yang dialami oleh dunia Barat, dalam perang dunia (I dan II) yang dikuasai oleh Inggris dan Perancis, membuat keduanya mencari jalan lain untuk tetap menancapkan hegemoninya di dunia. Salah satu target yang diambisikan adalah menghancurkan benteng kaum Muslim yang masih berdiri di Turki hingga tahun 1924. Atau yang dikenal dengan Kekhilafahan Utsmaniyah (Ottoman Empire). 

Sebab, wilayah kekuasaan Islam di bawah kekhilafahan sangatlah luas membentang bahkan hingga ke Eropa. Wajar saja secara politik, Barat merasa sangat terganggu dan tersaingi dengan keberadaan ideologi Islam di samping sosialisme yang telah digeser oleh sekulerisme kaptalis Barat.

Hadirnya Lembaga dunia (internasional) seperti LBB atau PBB dengan latar belakang untuk menghentikan perang dan mengkampanyekan kemerdekaan bagi setiap negeri, maupun wilayah yang dijajah saat itu oleh Eropa sendiri, nyatanya tidak berlaku untuk wilayah Islam, atau kekhilafahan. Justru kekhilafahan dijajah, dipecah, dan didesign  dengan istilah Merdeka dengan model negara-negara nasionalisme kecil yang lemah dan rapuh.

Dan target yang sangat ingin mereka taklukan sepenuhnya adalah Arab. Sebab Barat meyakini, jika Arab tertaklukkan, maka seluruh negara-negara kecil bekas wilayah kekuasan kekhilafahan Islam juga akan tunduk otomatis.

Maka cara paling efektif untuk memecah Arab dan kaum Muslim adalah menciptakan konflik perang dan pendudukan di Palestina. Oleh karena itu, persoalan Palestina secara global hakikatnya tidaklah muncul baru-baru ini. Melainkan telah menjadi isu internasional sejak zaman pemerintahan Sultan Abdul Hamid II (kekhilafahan Ustmani).

Para pemuka Yahudi (seperti Teodore Heltz) melalui bantuan Inggris, berusahan keras agar memiliki tempat pemukiman di Palestina.  Akan tetapi, rencana tersebut terhambat selama Sultan Abdul Hamid II memimpin. 

Pasca kekhilafahan runtuh tahun 1924, Inggris menepati janjinya kepada Theodore Heltz untuk memberikan tanah dan pemukiman kepada Yahudi di Palestina. Perjanjian itu dikenal dengan Sky-Picot. Lalu tahun 1947, melalui Lembaga internasional PBB mengeluarkan resolusi sebagai legalisasi pemukiman pendatang. Palestina dibagi antara penduduk pribumi dengan pendatang.

Seolah-olah, Barat bersama PBB telah menyelesaikan satu persoalan rumit di Palestina. Akan tetapi, urusan Palestina tidak berakhir hanya sampai resolusi tahun 1947. Inggris dengan akal busuknya, merancang perang bersama penguasa-penguasa Arab asuhannya, seperti Libanon, Yordania, Mesir, Irak, Suriah, dan lainnya untuk menyerang Israel.

Namanya perang rancangan, Israel dinobatkan sebagai pemenang perang dan akhirnya menguasai 70% wiilayah Palestina.  Sehingga terjadilah eksodus warga Palestina yang berada di wilayah Israel ke wilayah negara nasional Palestina yang telah dibagi dua negara dalam satu tanah.

Atas nama pertahanan diri Zionis, perang yang dirancang kemudian membiarkan Israel merampas dan menjajah Palestina lebih luas lagi atas nama kemerdekaan Israel dari perang. Bukannya mengusir Israel sebagai biang kerok pendudukan Palestina, PBB malah membantu Zionis sebagai wujud dukungan nyata atas penerapan konsep hak asasi bagi Zionis.

Begitulah seterusnya, situasi perang yang terjadi di Palestina tidak pernah berhenti hingga hari ini. PBB diam dan tidak berdaya atas kekejaman Zionis yang telah melakukan kejahatan besar kemanusiaan. Padahal dalam pemikiran Barat sendiri, mengklaim anti kejahatan perang. Bahkan Zionis penjajah melampaui perang , yaitu genosida atau permbersihan etnis.

Ribuan, hingga ratusan ribu manusia tak berdosa telah menjadi korban kekejaman entitas penjajah Zionis. Inggris, India, dan negara Barat lainnya memberikan suara dukungan kepada negara Zionis atas nama self defence dari serangan Hamas, Oktober lalu. 
Padahal sudah jelas, persoalan Palestina-Israel bukan dimulai sejak 7 Oktober tahun lalu.   Melainkan sejak masuknya entitas penjajah Zionis Yahudi ke Palestina dan diberikan legalisasi sebagai negara resmi oleh PBB.

Apalagi sejak negara adidaya AS muncul sebagai penguasa ideologi kapitalisme global. Persoalan Israel kian tidak menemukan titik terang. Penjajahan atas Palestina tidak hanya membiarkan eksistensi Yahudi Zionis bercokol di sana. Tetapi juga, membuat benteng pertahana di negara-negara Arab agar bungkam dan tidak perlu bertindak apapun dengan situasi yang terjadi di Pelestina.

Harapannya dengan kasus genosida ini, akan semakin membukakan mata dunia khususnya umat Islam, bahwa HAM yang selalu dikampaneyekan hakikatnya adalah omong kosong dan bau busuk, serta tidak akan pernah berpihak kepada negeri Muslim, seperti Palestina.

Meskipun sudah terjadi genosida dan perang puluhan tahun di sana, PBB dan negara-negara penjunjung HAM Barat, mati fungsi. 
Hadirnya Lembaga internasional dan bukum internasional tidak  menjamin dunia aman sentosa dari peperangan. Justru Lembaga tersebut menjadi alat untuk melegalkan penjajahan dan pelanggaran-pelanggaran HAM.

Aroma busuk pemikiran kapitalisme Barat semakin terangkat ke permukaan dari peristiwa terkini Palestina. Dukungan dan pembelaan negara Barat adidaya seperti AS, Inggris, dan sekutu lainnya terhdap Israel membuktikan bahwa solusi Palestina tidak akan pernah selesai di tangan mereka.

AS sebagai polisi dunia tidak melihat Palestina sebagai penjajahan dan genosida. Bahkan terus memberikan bantuan persenjataanagar perang terus berlanjut. Di samping  kesombongan, AS juga membutuhkan Israel di Plestina sebagai kontrol sikap penguasa-penguasa Muslim yang di wilayah Timur Tengah. Dan memastikan tidak menyerang Israel. Apalagi dengan tawaran solusi two-state dianggap sebagai angin segar penyelsaian peperangan.

Terbukti hingga saat ini, para penguasa Timur Tengah atau Arab yang berjarak sangat dekat ke Palestina masih bisa dikendalaikan oleh AS dan Inggris. Sebab sejak resolusi yang disebut Krisis Timur Tengah, yang diciptakan demi melayani kepentingan AS dan Inggris. Sehingga memelihara Israel dan menjadikan posisinya unggul dibandingkan negara lain di hadapan para penguasa Muslim. 
 
Kemenangan Hakiki Hanya Jika Institusi Politik Islam Tegak Kembali 

HAM yang selalu didendangkan oleh Barat telah terbukti nyata tidak mampu menjadi solusi bagi dunia. Slogan anti penjajahan dan perang kemanusiaan, justru menjadi permainan politik double standart di lapangan. Bagi negara-negara yang pro adidaya Barat, maka akan mendapatkan pembelaan. Itupun jika negara yang bersangkutan dinilai akan memberikan manfaat. Jika tidak, petolongan dan dukungan hanya sebatas jargon-jargon manis.

Lihat saja Ukraina yang diperangi oleh Rusia. AS dan negara-negara Barat sekitarnya, tidak juga mampu menggertak Rusia agar menghentikan serangan atas Ukraina. Sementara AS dan sekutunya, justru menikmati tontonan dan bahkan tidak mengirimkan tentara unggulan PBB, NATO, yang katanya menjaga perdamaian dunia.

Kendati demikian, Ukraina tetap mendapatkan dukungan dan pembelaan dari AS dan lainya. 
Sementara di negeri Muslim yang terjajah, mulai dari Palestina, Uyghur, Rohingya yang terlunta-lunta dan diusir oleh penguasanya sendiri, Kashmir yang dirampok oleh pemerintah India, tidak kunjung mendapatkan pembelaan dan keseriusan penanganan agar sampai pada solusi yang tuntas.

Bahkan, perang dan pendudukan dibiarkan berkepanjangan agar bisnis persentaaan, hegemoni, intervensi, tetap berjalan di negeri-negeri yang terjajah. Barat kapitalis sejatinya adalah pencipta masalah bagi dunia, tetapi bertopeng pahlawan menawarkan bantuan dan kerjasama. Padahal, tawarannya adalah intervensi.

Oleh karena itu, persoalan dunia Islam saat ini yang masih belum menemukan titik kemenangan hakiki tidak akan selesai sampai pada munculnya kesadaran umat untuk kembali bersatu dan menegakkan institusi poliitk Islam, yaitu khilafah.
 
Tidak akan ada solusi yang mampu membebaskan negeri Muslim khususnya Palestina, sebagai bagian dari jantung umat Islam, selain dengan mengusir Israel dengan kekuatan politik kepemimpinan Islam. Kemudian mengirimkan bala tentara untuk menghadapai Israel. Israel yang berada di bawah asuhan adidaya AS dan negara sekutunya, hanya akan berimbang lawan dengan kesatuan Islam dan seluruh negeri Muslim di bawah satu komando Khalifah. Wallahu a’alam bishshawwab.[]

Oleh: Nahdoh Fikiryyah Islam
(Analis Mutiara Umat Institute)

 




 

Opini

×
Berita Terbaru Update