TintaSiyasi.com -- Terkait pernyataan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bahwa pengharaman salam lintas agama mengancam eksistensi Pancasila, Ahli Fiqih Islam K.H. M Shiddiq Al Jawi mempertanyakan terkait apa urgensi penggunaan salam lintas agama atau salam pembuka semua agama tersebut.
"Dalam sejarah itu kalau kita lihat Presiden Soeharto kalau mengucapkan salam bagaimana? assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh kan cuma itu saja, apakah di zaman Pak Harto itu terjadi perpecahan antar umat beragama? Kan tidak. Terus atas dasar apa kita menambah-nambahi dengan shalom om swastiastu, salam sejahtera untuk kita semua dan sebagainya. Apa urgensinya?," tuturnya dalam Fokus: Salam Lintas Agama Ancam Pancasila? Di kanal YouTube UIY Official, Ahad (23/6/2024).
Dia menjelaskan bahwa secara sosio historis tidak ada salam lintas agama. Sejak zaman Soeharto di Orde Baru kalau melakukan ceramah hanya mengucapkan assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, tidak ada tambahan misalnya salam sejahtera untuk kita semua, shalom, om swastiastu, namo buddhaya.
"Secara sosio historis tertolak. Tidak memiliki landasan sosio historis yang kuat. Kecuali kalau memang ada fakta sejarah ketika pejabat atau penyelenggara negara mengucapkan salam seperti itu lalu terjadi perang atau terjadi konflik, kan tidak ada. Ini mengada-ada, yang Namanya BPIP, dibubarkan saja karena tidak ada faedahnya, cuma bikin tambah rumit persoalan kita (Indonesia). Kita sudah banyak persoalan ada judi online, pinjol. Kenapa BPIP tidak berbicara misalnya Judi online bertentangan dengan Pancasila, la kok ini bicara salam saja yang itu tidak ada konflik historis dulu, itu kemudian dikomentari, mengancam Pancasila," paparnya.
Ia menekankan, jika pengharaman salam lintas agama dinilai mengancam eksistensi Pancasila, itu seharusnya dibuktikan bertentangan dengan sila keberapa. Sebab memang harus ada pembuktian, tidak bisa hanya klaim tetapi tidak ada bukti.
"Itukan hanya klaim saja bahwa fatwa haramnya salam lintas agama mengancam eksistensi Pancasila apa buktinya? Itukan cuma klaim saja, kalau dalam Islam kita diajarkan:
" قل هاتو برهانكم إن كنتم صادقين"
Katakanlah (wahai Muhammad), datangkanlah bukti-bukti kamu, jika kamu orang yang benar!" (Qs. Al Baqarah 111)," paparnya.
Ia memaparkan, ayat tersebut mengajarkan ing kuntum ṣādiqīn, kebenaran itu dibuktikan dengan argumen, jadi tidak bisa hanya klaim, mengancam eksistensi Pancasila, tidak ada penjelasan yang memuaskan akal.
Sebenarnya, lanjutnya, Pancasila itu hanya ada di atas kertas saja, sedangkan yang diamalkan sekarang itu adalah ideologi sekularisme. Pengelolaan SDA yang sedemikian rupa merusak lingkungan kenapa itu tidak dikritisi bertentangan dengan Pancasila padahal sudah betapa banyaknya kerusakan alam yang ditimbulkan oleh tambang-tambang itu,.
Haram
Lebih lanjut Ahli Fiqih Islam itu menegaskan sependapat dengan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan keharaman salam lintas agama atau salam pembuka semua agama. Pertama, salam yang diajarkan oleh Rasul itu sudah sempurna sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al Maidah ayat 3
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu.
"Jadi agama Islam ini aturannya sudah sempurna, jadi kalau kita menambah-nambahi itu artinya kita tidak percaya Islam itu sempurna sehingga perlu kita tambah supaya lebih sempurna," ungkapnya.
Ia melanjutkan, bahwa Rasullulah mengajarkan salam yaitu assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bagi seorang Muslim yang menyampaikannya kepada audience itu sudah sempurna. Jadi tidak perlu ditambah-tambah lagi. Kalau ditambah-tambah lagi itu seolah-olah menganggap Islam ini belum sempurna, karena itu akan bertentangan dengan surat Al Maidah ayat 3.
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ
"Kemudian, kedua, bahwa salam yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kita assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh adalah sesuatu yang wajib diikuti, di dalam Q.S Al Hasyr ayat 7
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟
wa mā ātākumur-rasụlu dan apa saja yang diberikan oleh Rasul kepada kamu fa khużụhu maka ambilah dia wa mā nahākum 'an-hu fantahụ dan apa saja yang dilarang oleh Rasul bagi kamu maka berhentilah kamu.
"Ada pengertian sebaliknya dari ayat ini yang itu dikemukakan oleh Syekh Taqiyyuddin An Nabhani dalam kitabnya Syakhsiyah Islamiyah Juz 3 wa mā ātākumur-rasụlu apa saja yang diberikan oleh Rasul kepadamu ambillah maka pengertian sebaliknya, apa saja yang diberikan kepada kamu tentang ketentuan agama tetapi itu bukan dari Rasul maka janganlah kamu ambil," jelasnyanya.
"Jadi kalau dalam usul fiqih ada kalimat tersurat itu ya apa yang dari Rasul kamu ambil, sebaliknya yang bukan dari Rasul jangan kamu ambil, yang bukan dari Rasul apa? shalom, om swastiastu, salam sejahtera untuk kita semua. Surah Al Hasyr 7 bisa terapkan juga bagi seorang muslim untuk menolak salam lintas agama," lanjutnya
Dalil ketiga, tidak boleh mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil atau yang disebut sinkretisme Qs. Al Baqarah 43
وَلَا تَلْبِسُوا۟ ٱلْحَقَّ بِٱلْبَٰطِلِ
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil.
"Yang haq itu apa? assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh yang lainnya bathil, jangan dicampur adukkan, secara normative saya mendukung fatwa dari MUI walaupun ada perbedaan atau penambahan dari dalil-dalilnya secara syariah," pungkasnya.[] Alfia Purwanti