Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mengharapkan Rahmat Allah SWT

Minggu, 23 Juni 2024 | 12:34 WIB Last Updated 2024-06-23T05:35:06Z

TintaSiyasi.id -- Sobat. Rasulullah SAW  memerintahkan kepada orang-orang beriman agar mensyukuri rahmat yang menjadikan mulia, dapat beramal sholeh dan mengikuti petunjuk-Nya.  Allah SWT berfirman

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ  

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf (7): 56)

Sobat. Dalam ayat ini Allah melarang manusia agar tidak membuat kerusakan di muka bumi. Larangan membuat kerusakan ini mencakup semua bidang, seperti merusak pergaulan, jasmani dan rohani orang lain, kehidupan dan sumber-sumber penghidupan (pertanian, perdagangan, dan lain-lain), merusak lingkungan dan lain sebagainya. Bumi ini sudah diciptakan Allah dengan segala kelengkapannya, seperti gunung, lembah, sungai, lautan, daratan, hutan dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk keperluan manusia, agar dapat diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, manusia dilarang membuat kerusakan di muka bumi.

Selain itu, Allah juga menurunkan agama dan mengutus para rasul untuk memberi petunjuk agar manusia dapat hidup dalam kebahagiaan, keamanan dan kedamaian. Sebagai penutup kenabian, Allah mengutus Rasulullah saw yang membawa ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Bila manusia mengikuti ajaran Islam dengan benar, maka seluruhnya akan menjadi baik, manusia menjadi baik, bangsa menjadi baik, dan negara menjadi baik pula. 

Sesudah Allah melarang manusia membuat kerusakan, maka di akhir ayat ini diungkap lagi tentang etika berdoa. Ketika berdoa untuk urusan duniawi atau ukhrawi, selain dengan sepenuh hati, khusuk dan suara yang lembut, hendaknya disertai pula dengan perasaan takut dan penuh harapan. Cara berdoa semacam ini akan mempertebal keyakinan dan akan menjauhkan diri dari keputusasaan, karena langsung memohon kepada Allah yang Mahakuasa dan Mahakaya. Rahmat Allah akan tercurah kepada orang yang berbuat baik, dan berdoa merupakan perbuatan baik. 

Oleh karenanya, rahmat Allah tentu dekat dan akan tercurah kepadanya. 

Anjuran untuk berbuat baik banyak diungkap dalam Al-Qur'an, seperti berbuat baik terhadap tetangga, kepada sesama manusia, kepada kawan, kepada lingkungan dan lainnya. Karena itu, bila seseorang akan menyembelih binatang, hendaknya ia melakukan dengan cara yang baik, yaitu dengan pisau yang tajam agar tidak menyebabkan penderitaan bagi binatang itu.

Sobat. Al-Ghazali, seorang ulama besar dan filsuf Muslim dari abad ke-11, memberikan pandangan yang mendalam tentang konsep mengharapkan rahmat Allah dalam karyanya yang terkenal, Ihya Ulum al-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama). Berikut adalah beberapa poin utama mengenai harapan terhadap rahmat Allah menurut Al-Ghazali:

1. Keyakinan dalam Kasih Sayang Allah: Al-Ghazali menekankan bahwa seorang Muslim harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Allah senantiasa memberi rahmat kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Harapan akan rahmat Allah harus didasarkan pada pemahaman bahwa Allah tidak akan pernah mengecewakan hamba-Nya yang berserah diri dan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya.

2. Keseimbangan antara Harapan dan Ketakutan: Dalam konsep tasawuf, Al-Ghazali menjelaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara harapan (raja') dan ketakutan (khauf). Harapan tanpa rasa takut dapat mengarah pada sikap lalai dan merasa aman dari siksa Allah, sementara ketakutan tanpa harapan dapat membawa keputusasaan. Seorang hamba harus selalu berharap pada rahmat Allah sembari tetap takut akan siksa-Nya, agar dapat menjalani hidup yang penuh dengan ketaatan dan kehati-hatian.

3. Taubat dan Penyesalan: Harapan akan rahmat Allah seringkali dikaitkan dengan taubat yang tulus. Al-Ghazali mengajarkan bahwa taubat yang sebenar-benarnya melibatkan penyesalan yang mendalam atas dosa-dosa yang telah dilakukan, serta tekad yang kuat untuk tidak mengulanginya. Dengan bertaubat, seorang hamba menunjukkan pengakuan atas kesalahan dan berusaha memperbaiki diri, yang pada gilirannya membuka pintu rahmat Allah.

4. Amalan dan Ibadah: Harapan pada rahmat Allah harus diiringi dengan amal soleh dan ibadah yang ikhlas. Al-Ghazali menekankan pentingnya melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Melalui ibadah yang sungguh-sungguh, seorang hamba menunjukkan komitmennya kepada Allah, yang menjadi dasar untuk berharap pada rahmat-Nya.

5. Doa dan Munajat: Doa merupakan salah satu cara utama untuk mengungkapkan harapan pada rahmat Allah. Al-Ghazali menganjurkan untuk selalu berdoa dan memohon ampunan serta rahmat dari Allah. Doa adalah bentuk pengakuan ketergantungan manusia pada Allah dan merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

6. Penyucian Hati: Harapan pada rahmat Allah juga berkaitan erat dengan penyucian hati. Al-Ghazali menekankan pentingnya membersihkan hati dari sifat-sifat tercela seperti iri, dengki, sombong, dan riya'. Hati yang bersih dan tulus akan lebih mudah merasakan kedekatan dengan Allah dan lebih layak menerima rahmat-Nya.

Dengan pemahaman ini, Al-Ghazali mengajarkan bahwa mengharapkan rahmat Allah harus dilakukan dengan hati yang penuh keyakinan, disertai dengan usaha nyata dalam bentuk amal soleh, taubat, dan doa. Harapan ini bukanlah angan-angan kosong, melainkan sebuah sikap yang aktif dan dinamis dalam menjalani kehidupan beragama.

Allah SWT berfirman:

قُلۡ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٞ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا  

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". ( QS. Al-Kahfi (18) : 110 )

Sobat. Katakanlah kepada mereka, "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, mengakui bahwa semua ilmuku tidak sebanding dengan ilmu Allah, aku mengetahui sekedar apa yang diwahyukan Allah kepadaku, dan tidak tahu yang lainnya kecuali apa yang Allah ajarkan kepadaku. Allah telah mewahyukan kepadaku bahwa, "Yang disembah olehku dan oleh kamu hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya." 

Oleh karena itu barangsiapa yang mengharapkan pahala dari Allah pada hari perjumpaan dengan-Nya, maka hendaklah ia tulus ikhlas dalam ibadahnya, mengesakan Allah dalam rububiyah dan uluhiyah-Nya dan tidak syirik baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi seperti riya, karena berbuat sesuatu dengan motif ingin dipuji orang itu termasuk syirik yang tersembunyi. 

Setelah membersihkan iman dari kemusyrikan itu hendaklah selalu mengerjakan amal saleh yang dikerjakannya semata-mata untuk mencapai keridaan-Nya.

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah berfirman, "Saya adalah yang paling kaya di antara semua yang berserikat dari sekutunya. Dan siapa yang membuat suatu amalan dengan mempersekutukan Aku dengan yang lain, maka Aku tinggalkan dia bersama sekutunya." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Sobat. Definisi rahmat Allah dalam Islam mengacu pada kasih sayang, belas kasih, dan kemurahan Allah yang sangat luas dan meliputi segala sesuatu. Berikut adalah beberapa poin yang merangkum definisi rahmat Allah menurut perspektif Islam:

1. Kasih Sayang yang Tak Terbatas: Rahmat Allah mencerminkan kasih sayang-Nya yang tak terbatas kepada seluruh ciptaan-Nya. Allah dikenal sebagai Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang), yang menunjukkan bahwa rahmat-Nya meliputi segala sesuatu di alam semesta ini.

2. Pengampunan dan Maaf: Salah satu aspek penting dari rahmat Allah adalah kemampuan-Nya untuk mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa Dia Maha Pengampun dan menerima taubat dari hamba-hamba-Nya yang bertaubat dengan sungguh-sungguh.

3. Pemberian Rezeki: Rahmat Allah juga tampak dalam bentuk rezeki dan nikmat yang diberikan kepada makhluk-Nya. Allah memberikan berbagai bentuk nikmat, baik yang bersifat materi seperti makanan dan kesehatan, maupun yang bersifat spiritual seperti petunjuk dan ketenangan hati.

4. Hidayah dan Petunjuk: Rahmat Allah mencakup pemberian hidayah (petunjuk) kepada manusia agar dapat menjalani kehidupan sesuai dengan jalan yang diridhai-Nya. Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad adalah bentuk nyata dari rahmat Allah yang memberikan panduan hidup kepada umat manusia.

5. Pertolongan dan Perlindungan: Rahmat Allah meliputi pertolongan dan perlindungan dari berbagai kesulitan dan musibah. Allah berjanji akan membantu dan melindungi hamba-Nya yang beriman dan bertawakkal kepada-Nya.

6. Keindahan dan Kebaikan: Semua keindahan dan kebaikan yang ada di dunia ini adalah manifestasi dari rahmat Allah. Setiap kebaikan yang dilakukan oleh manusia juga dianggap sebagai bentuk dari rahmat-Nya yang mengalir melalui perbuatan manusia.

7. Kedamaian dan Kebahagiaan: Rahmat Allah membawa kedamaian dan kebahagiaan bagi hati yang menerimanya. Dalam konteks ini, rahmat Allah bukan hanya dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat sebagai balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh.

8. Surga sebagai Rahmat Tertinggi: Puncak dari rahmat Allah adalah pemberian surga kepada hamba-hamba-Nya yang taat dan beriman. Surga digambarkan sebagai tempat penuh kenikmatan dan kebahagiaan yang abadi, yang merupakan anugerah terbesar dari rahmat Allah.

Secara keseluruhan, rahmat Allah adalah konsep yang sangat luas dan mencakup segala bentuk kasih sayang, kebaikan, pengampunan, dan petunjuk yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya. Rahmat ini adalah bukti dari keagungan dan kebesaran Allah serta manifestasi dari sifat-Nya yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis  Buku  Gizi  Spiritual. Dosen Pascasarjana  UIT  Lirboyo 

Opini

×
Berita Terbaru Update