Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Makin Banyak Utang Negara, Pertumbuhan Ekonomi Makin Rendah

Jumat, 28 Juni 2024 | 17:26 WIB Last Updated 2024-06-28T10:27:17Z
TintaSiyasi.com -- Menanggapi utang negara yang makin meningkat, Guru Besar Ilmu Ekonomi Prof. Dr. Firman Menne mengatakan, makin banyak utang sebuah negara maka pertumbuhan ekonominya akan makin rendah. 

"Makin banyak utang sebuah negara itu maka pertumbuhannya (ekonomi) makin rendah," ujarnya dalam FGD FORDOK #44 Sengkarut Ekonomi Nasional dan Masa Depan Bangsa di kanal YouTube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa, Sabtu (15/6/2024).

Ia mengungkapkan hal itu berdasarkan hasil dari berbagai penelitian dan kajian literatur yang membuktikan bahwa dampak dari utang terhadap pertumbuhan ekonomi adalah negatif (rendahnya pertumbuhan ekonomi).

"Ini menunjukkan bahwa kalau kita berkiblat kepada kebijakan utang sebagai solusi dalam pembangunan bangsa ini. Saya kira, ini fakta empirisnya sudah menunjukkan bahwa utang ini tidak bisa diharap," jelasnya.

Ia mengatakan, seharusnya penguasa mengubah kebijakan atau defisit budget system dalam penganggaran. Kemudian harus juga berpotret pada pendapatan yang dimiliki negara untuk pengalokasian kebutuhan uang belanja. 

"Kalaupun kemudian belanja sedari awal lebih besar daripada pendapatan maka kita akan berada dalam kubangan kemiskinan secara terus-menerus," ucapnya. 

Ia menganalogikan, betapa beratnya beban hidup seseorang atau rumah tangga yang terjerat utang hingga dikejar-kejar depkolektor, bisa dipastikan kehidupannya tidak akan tenang. "Maka ini kalau kita naikan levelnya ke tingkat negara juga seperti itu. Negara akan tersandera, kemandiriannya akan ternodai dengan banyaknya utang," ujarnya.

Ia menjelaskan, instrumen utama pendapatan dan pembangunan negara saat ini adalah dari utang dan pajak. Pola inilah yang seharusnya diubah agar menghadirkan kemandirian pengelolaan sumber daya alam yang bisa dioptimalkan. Dalam perspektif agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia yaitu Islam, utang dengan tambahan bunga (riba) jelaslah hukumnya haram.

"Riba ini tentu sesuatu yang haram baik dalam kehidupan kita secara individual, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ucapnya. 

Begitupun dengan pajak, jelasnya, jika berkiblat dalam sistem pemerintahan Islam, pungutan pajak dilakukan hanya pada saat keadaan darurat, yakni ketika kas negara (Baitul Mal) habis. Pungutan pajak juga berlaku hanya untuk orang Muslim yang kaya dan tidak dibebankan kepada orang-orang miskin dan kafir. 

"Artinya ada kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh negara, tetapi negara tidak mampu lagi karena kasnya kosong," ungkapnya. 

Ia berharap agar pemimpin negeri ini berani untuk keluar dari lingkaran utang dan pajak, kemudian beralih mengelola SDA dengan syariat Islam yang hasilnya dikembalikan untuk kemakmuran rakyat bukan seperti hari ini kekayaan alam tersandera oleh asing. 

Karena itu, ungkapnya, ini tentang kewajiban terhadap agama Allah bahwa segala aset yang mengusai hajat hidup orang banyak, tidak boleh diserahkan kepada individu karena bukan termasuk kepemilikan individual, melainkan kepemilikan umum yang harus dikelola negara yang hasilnya dikembalikan kepada masyarakat.

"Andai kemudian negeri ini dikelola seperti itu saya kira tidak perlu ada pajak, ada utang, yang dua-duanya ini khawatir menjebak kita dalam prilaku yang bertentangan syariat," ucapnya.  

Apalagi, ia lanjutnya, setiap manusia termasuk para pemangku kebijakan yang menyebabkan derita rakyatnya, menyebabkan kekacauan dan ketimpangan sosial, pasti akan ada pertanggungjawabannya di akhirat kelak. 

"Bahwa titik tolak kehidupan kita ini tidak boleh hanya sekedar berpikir untuk kepentingan dunia. Tetapi kita bersifat transendental bahwa nanti ada kehidupan setelah kehidupan dunia ini karena kehidupan di akhirat kelak akan di pertanggungjawabkan dan perbuatan prilaku kita kemudian menentukan keselamatan kita di Yaumil Akhir," tandasnya.[] Tenira

Opini

×
Berita Terbaru Update