Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Krisis Ekonomi Akibat Penerapan Ekonomi Kapitalistik

Sabtu, 22 Juni 2024 | 05:47 WIB Last Updated 2024-06-21T22:47:19Z

TintaSiyasi.id -- Menyoal sengkarut ekonomi nasional, Direktur Inqiyad Assoc. Prof. Dr. Fahmy Lukman, M.Hum. menilai hal itu karena penerapan sistem ekonomi kapitalistik. "Aspek krisis ekonomi terkait dengan sistem kapitalistik. Pertumbuhan ekonomi kapitalisme bertumpu pada sistem mata uang kertas, utang piutang berbasis bunga (riba), dan sistem investasi berbasi spekulasi," tutur Prof. Fahmy Lukman dalam Fokus Grup Diskusi Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa ke-44: Sengkarut Ekonomi Nasional dan Masa Depan Bangsa, Sabtu (15-6-2024) di YouTube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa.

“Satu sisi pilar ekonomi kapitalisme mempercepat pertumbuhan ekonomi, pada sisi lain sebenarnya bersifat bubble economy. Jadi pertumbuhan ekonomi dalam kapitalisme bersifat fatamorgana,” tambahnya.

Ia menawarkan perbaikan ekonomi dengan Islamic value. "Sebuah tatanan yang negara menjamin pengelolaan sumber daya alam dan potensi pendapatan dengan syariah Islam. Tanggung jawab negara dalam pengurusan rakyat menjadi sangat penting," jelasnya.

Isu ibu kota negara (IKN) mendapat sorotan tajam dari Dr. Rizal Taufiqurrahman. IKN dari awalnya sudah menjadi polemik. Kebijakan ini tidak didasari kekuatan urgensitas dan budgeting.

“Urgensinya tidak fundamental dan anggarannya sangat tidak siap. Berkaca dari situ, kebijakan IKN gegabah dan terlalu berani. Bahkan mengambil resiko terlalu tinggi terkait berjalannya ekonomi, khususnya fiskal,” paparnya.

Tambahnya, “Masalah besar IKN tidak hanya dari sisi ranah kepastian kepemilikan lahan, tapi juga daya tarik investmenya atau investmen attrancion-nya itu sangat minim.”

Dr. Erwin Permana mengkritisi tabungan perumahan rakyat (tapera) dan uang kuliah tunggal (UKT) yang menyinggung kantong semua orang. Banyak menuai penolakan publik. Tapera yang sebelumnya hanya untuk orang tertentu, kini dipukul rata baik yang punya rumah atau tidak punya rumah. 

“Nah, ini kan sangat membeakan bagi masyarakat. Misalnya besaran tarikan iuran sebesar 3 persen itu sangat signifikan bagi penghasilan rumah tangga menegah ke bawah,” tegasnya.

“Kebijakan penarikan UKT tidak selaras dengan upaya menyerdaskan anak bangsa. Hal itu jika dikatikan dengan pembukaan UUD 45 maka beban pada negara tidak boleh dialihkan kepada masyarakat," imbuhnya.

“Mestinya pendidikan diupayakan gratis atau murah. Sehingga pendidikan bisa dinikmati oleh semua orang. Masyarakat Indonesia bisa menempuh pendidikan dasar sampai tinggi,” jelasnya.

Berkaitan dengan defisit anggaran, Prof. Dr. Firman Menne menyayangkan jika untuk menutupinya dengan utang. Ia menjelaskan sumber pemasukan negara lebih banyak dari pajak.

“Makanya masyarakat menjerit dengan kenaikan pajak di sana sini,” tegasnya.

Prof. Firman mendorong negara memanfaatkan sumberdaya alam agar berkontribusi signifikan. Potensi SDA yang luar biasa baik di darat maupun di lautan, serta pertambangan. 

“Kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk memanfaatkan migas, batu bara, dan emas. Ini karena kita mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme yang memberikan keleluasaan kepada pemilik modal,” bebernya. 

Tambahnya, “Sehingga keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari sektor tambang tadi hanya mengalir kepada individu. Celakanya lagi dari pengelolaan SDA ini hampir 85% dikeola asing maupun aseng.”

Focus Group Discussion kali ini memberikan atensi penting bagi ekonomi bangsa ke depan. Terbukti gamblang sistem ekonomi kapitalisme memorakporandakan kehidupan rakyat. Miskin bertambah miskin dan terasa berat. Maka solusi kembali kepada ekonomi Islam yang berasal dari Allah bukan hanya pilihan, tapi kewajiban menuju keberkahan.

Forum ini mendapatkan etensi dari pemirsa online dan offline. Kehadiran Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi Indonesia lebih baik. Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa dihadiri Assoc. Prof. Dr Fahmi Lukman, M.Hum (Direktur INQIYAD), Prof. Dr. Firman Menne (Guru Besar Ilmu Ekonomi), Dr Erwin Permana, dan Dr Rizal Taufiqurrahman (Ekonom INDEF).

Opini

×
Berita Terbaru Update