TintaSiyasi.id -- Jika dilihat pertamina itu punya utang 800 T lalu harus bayar bunga sebesar 7,5 % rata rata, berarti pertamina harus bayar tiap tahun 60 T rupiah. Ini aja membuat tensi Pertamina pasti naik. Mungkin ini alasan mengapa secara terburu buru mau membuat manajemen resiko di seluruh sub holding. Ini tensi resiko berkaitan dengan masalah uang. Ini direktorat baru yang sudah pasti akan menelan biaya besar juga.
Mengapa? Karena untung Pertamina tidak sampai segitu. Untuk bayar utang tentu dia perlu utang baru, atau perlu uang. Bisa minta juga ke negara tapi dengan berbagai alasan, atau mencari utang dan investor. Tapi semua orang tahu Pertamina beroperasi lebih besar pasak dari pada tiang. Jadi gak berani lagi swasta utangin karena kuatir Pertamina tidak bisa bayar atau menunda pembayaran dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
Lalu setelah itu terjadi kebakaran Kilang Balikpapan disaat Pertamina sedang terjerat utang. Ini resiko non uang yang berimplikasi terhadap keuangan dengan cepat. Sebab walaupun kebakaran kilang bisa diatasi, namun ke depannya masih ada masalah. Kepercayaan investor menurun, resiko meningkat lagi, utang murah sulit didapatkan, bahkan mungkin tak akan ada yang berani utangin.
Nah, kalau Pertamina tidak dapat utang berarti tensi naik lagi. Uang cash terbatas maka akan ada yang dikorbankan termasuk keamanan fasilitas vital. Karena semua perlu uang. Uang segalanya dalam urusan pertamina dan minyak ini. Kalau uang kurang maka aset vital akan jadi korban. Atau aset vital yang kondisinya membahayakan dijadikan alasan minta uang pada negara. Begitu boleh juga.
Jadi usaha manajemen pertamina sekarang harus fokus dalam memonitor tensi darah Pertamina secara lebih intensif. Selain itu harus mengerahkan sumber daya lebih banyak untuk menjaga fasilitas vital Pertamina. Sebab bisa jadi kebakaran akan terus terulang dan kita tau sudah terulang berkali kali. Seluruh kilang minyak utama Pertamina telah terbakar dalam 5 tahun terakhir. Kilang Cilacap dan Kilang Balikpapan sudah berkali kali kebakaran hebat. Kilang balongan dampaknya membuat ribuan orang mengungsi dari tempat tinggal mereka. []
Oleh. Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia