TintaSiyasi.id -- Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) menganalisis yang dinyatakan dalam Intellectual Opinion No. 029 bahwa banjir bandang yang terjadi saat ini bukan semata-mata disebabkan oleh hujan, melainkan akumulasi izin-izin yang serampangan.
“Banjir bandang yang terjadi saat ini
bukan semata-mata disebabkan oleh hujan, melainkan merupakan akumulasi dari
izin-izin yang serampangan, dari konsesi yang gemuk, dari pembiaran kerusakan,
dari aparat yang lalai, (dan) dari oligarki yang serakah,” ulas HILMI.
Selain perubahan iklim sebagai
pemantik di langit, HILMI menyebut deforestasi sebagai "bensin di
darat" yang memperburuk bencana di Indonesia.
“Kerusakan alam terjadi karena hutan
dibabat, terutama untuk kepentingan tambang dan sawit, menyebabkan alam
kehilangan sistem pertahanannya,” tandas HILMI kepada TintaSiyasi.ID,
Senin (01/12/2025).
“Hutan memiliki peran vital sebagai
penyerap air hujan, penyangga lereng, pengatur aliran sungai, penjaga
kestabilan tanah, penyimpan karbon, dan penjaga biodiversitas. Ketika hutan
hilang, tanah menjadi telanjang, air hujan langsung mengalir di permukaan
alih-alih meresap, dan sungai kehilangan daerah tangkapan,” ungkap HILMI.
Ironisnya, HILMI menyatakan, deforestasi
dan pengrusakan lingkungan seringkali dibungkus dengan dalih kemajuan nasional,
seperti demi investasi, lapangan kerja, ketahanan energi, dan pertumbuhan
ekonomi.
“Pertumbuhan yang menghancurkan
fondasi ekologinya sendiri adalah pertumbuhan bunuh diri,” HILMI mengingatkan.
“Tragedi besar yang dihadapi bangsa
ini adalah kerusakan yang telah disahkan hukum, disponsori modal, dan
dibenarkan politik. Dalam konteks ini, tata ruang dapat direvisi dan kawasan
lindung dapat dikonversi, menghasilkan kerusakan yang legal secara prosedural,
namun tidak bermoral,” pungkas HILMI.[] Rere
