Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Masalah Narkoba Bukan Sekadar Persoalan Kriminalitas Individu tapi Sistem

Sabtu, 01 November 2025 | 22:16 WIB Last Updated 2025-11-01T15:16:28Z
TintaSiyasi.id -- Pada 26 Oktober 2025, dilaporkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berhasil mengungkap 38.943 kasus narkoba dan menetapkan 51.763 tersangka, sekaligus menyita 197,71 ton narkotika berbagai jenis sepanjang periode Januari–Oktober 2025. 

Misalnya dalam rilis detiknews.com (26/10/2025) pukul 18:04 WIB disebutkan bahwa Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi capaian tersebut sebagai wujud akuntabilitas dalam pemberantasan narkoba. Data‐tambahan: barang bukti tersebut terdiri dari ganja ±184,64 ton, sabu ±6,95 ton, ekstasi 1.458.078 butir, tembakau gorila ±1,87 ton. 

Fakta ini jelas menunjukkan bahwa masalah narkoba di Indonesia bukanlah persoalan “kasus satu dua individu” yang kebetulan, tapi sudah mencapai skala sistemik, melintasi provinsi, melibatkan puluhan ribu pelaku dan ratusan ton barang bukti. Jika kita hanya melihatnya sebagai “kesalahan pengguna” maka kita seperti mengobati gejala, bukan menyentuh akar.

Kenapa Sistemik Bukan Sekadar Individu?

Pertama, Iman individu yang melemah dalam sistem yang sekuler. Bicara narkoba, tentu kita tidak mengabaikan unsur individu, seperti iman, ketakwaan, kontrol diri. Tapi ketika sistem sosial, politik dan ekonomi tidak dibangun atas fondasi nilai‐Islam, maka kerentanan individu makin besar.

Dalam kerangka pemikiran Syaikh Taqiyuddin an‑Nabhani, dalam kitabnya Nidham al-Ijtima’i fi al-Islam, beliau menegaskan bahwa sistem Islam adalah sistem yang mencakup seluruh aspek (akidah, syariah, muamalah, siyasah) dan bahwa sistem non‐Islam (seperti sekuler) menciptakan kondisi “jahiliyah modern” karena hukum Allah tidak diterapkan secara menyeluruh. 

Dalam sistem sekuler-kapitalis yang berlaku di banyak negara termasuk Indonesia, norma agama sering dipisahkan dari kehidupan publik, seperti ekonomi, pendidikan, politik. Akhirnya, individu menjadi “terbuka” terhadap godaan narkoba karena moral dasar lemah, identitas kabur, orientasi hidup duniawi.

Kedua, sanksi hukum dan pengendalian sosial yang lemah sebagai bagian sistem. Fakta bahwa Polri masih menangani puluhan ribu kasus dan ratusan ton narkoba berarti bahwa sistem pengendalian belum efektif cukup untuk mencegah, bukan sekadar menangani. Jika sistem negara hanya menegakkan hukum setelah kerusakan terjadi (reaktif), tanpa mencegah dan membina, maka efek jera dan efek preventif sangat terbatas.

Dalam sistem Islam menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan bahwa negara memiliki fungsi menyeluruh (siyasah) yang menjaga umat dari kerusakan dan membina umat. Karena sistem sekuler tidak mengatur semuanya atas hukum Allah, maka banyak ruang bagi sindikat narkoba menyusup, beroperasi, berkembang.

Ketiga, lingkungan ekonomi‐sosial yang rusak efek dari sistem kapitalis sekuler. Ketika sistem ekonomi tidak adil, kesempatan kerja terbatas, kesejahteraan rakyat belum terpenuhi maka sebagian orang bisa terdorong ke jalan pintas, seperti menjadi kurir, pengguna, atau “terseret” dalam jaringan narkoba. Itu bukan semata‐kesalahan moral individu, tapi akibat struktur sosial-ekonomi yang gagal.

Sistem Islam menekankan distribusi kekayaan, keadilan ekonomi, bahwa negara wajib memenuhi kebutuhan rakyat agar mereka tidak “terpaksa” ke jalan haram.

Keempat, konsumsi dan jaringan global (sifat sistemik narkoba). Data ratusan ton menandakan bukan hanya “pengguna lokal” tetapi jaringan besar, lintas provinsi, bahkan lintas negara. Hal ini menguatkan bahwa kita berhadapan dengan “sistem” kriminal yang kompleks yang hanya bisa diputus dengan perubahan sistemik, bukan hanya penangkapan sporadis.

Jadi, ketika kita katakan “narkoba bukan sekadar persoalan kriminalitas individu”, maksudnya ya, individu tetap bertanggungjawab, tapi akar dan skala persoalannya adalah sistem sosial, ekonomi, politik dan ideologi yang salah. 

Jika sistem salah maka banyak individu akan jatuh termasuk yang sebenarnya punya potensi baik. karena lingkungan, norma dan kesempatan yang salah.

Solusi Islam Kaffah Memberantas Narkoba dari Akar

Dari kerangka pemikiran sistem Islam menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani solusi terhadap narkoba harus bersifat menyeluruh, mulai dari menguatkan iman individu sekaligus memperbaiki sistem sosial-negara. Berikut langkah‐konkritnya:

Pertama, penguatan iman, tauhid, dan karakter individu. Setiap Muslim harus menyadari bahwa hidup bukan sekadar untuk dunia, tapi untuk ibadah kepada Allah (QS. Adz-Dzariyat:56). Bila orientasi hidup kusempit “senang dunia dulu”, maka celah narkoba terbuka.

Pendidikan akidah, akhlak dan penguatan karakter harus dimulai dari keluarga, sekolah, masjid. Bila individu punya benteng iman yang kuat, maka godaan narkoba yang tampak “sedikit” akan ditolak.

Komunitas pendukung, seperti menyusun halaqah, mentoring, kelompok Muslim yang aktif, agar remaja dan orang dewasa punya “lingkungan tauhid” bukan lingkungan konsumsi dan hedon.

Kedua, menerapkan sistem sosial dan negara Islam (kaffah). Negara (khilafah) harus menjalankan fungsi yang menegakkan syariah secara menyeluruh, dari ekonomi, hukum, sosial, pendidikan. Karena Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa sistem Islam adalah sistem yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
 
Ekonomi yang adil, seperti distribusi kekayaan, lapangan kerja, sistem zakat/sedekah yang berjalan dengan baik sehingga rakyat tidak merasa terpinggirkan atau terdorong ke kriminalitas karena ekonomi.

Sistem pendidikan Islam yang mengintegrasikan nilai Islam, bukan hanya keberagamaan formal. Masyarakat hidup dalam norma yang jelas, yaitu haramnya narkoba bukan hanya karena hukum negara tapi karena hukum Allah dan norma rahmatan lil ‘Âlamîn.

Ketiga, fungsi jawabir (penebus dosa) dan zawazir (pencegah dosa). Karena narkoba tidak disebutkan secara tekstual dalam nash (Al­Qur’an/Hadis) sebagai hukuman had yang spesifik, maka para ulama tempatkan pada kategori ta‘zir, yaitu hukuman yang diputuskan oleh hakim atau negara menurut tingkat kerusakan dan urgensinya. 

Bagi pengguna: Ditentukan oleh penguasa/ hakim akan pemberian sanksi ta‘zir (misalnya penjara, denda, rehabilitasi) berdasarkan tingkat ketergantungan, kerusakan yang ditimbulkan, dan apakah dia juga terlibat dalam peredaran. 

Bagi produsen, pengedar, bandar narkoba: negara menyatakan bahwa sanksi bisa ditingkatkan (ta‘zir berat) bahkan hingga hukuman mati apabila terbukti merusak masyarakat dalam skala besar. 

Keempat, masyarakat sipil, keluarga dan lingkungan sebagai gardu depan.
Peran ayah‐ibu, orang tua sangat penting mendidik anak agar tidak kosong arah, supaya identitasnya jelas sebagai hamba Allah, bukan sekadar konsumen.

Lingkungan sekolah, masjid dan organisasi pemuda menyediakan aktivitas produktif, dakwah, kepemudaan, agar generasi muda punya alternatif selain “kesenangan instan” atau “pelarian melalui narkoba”.

Ditambah edukasi massal, seperti masyarakat harus sadar modus‐modus baru narkoba (contoh: rokok elektronik/vape, online), agar waspada. Program literasi bahaya narkoba harus berjalan terus menerus.

Kelima, kolaborasi antar institusi dan transparansi akuntabilitas. Negara dan lembaga harus transparan, akuntabel sebagaimana Kompolnas apresiasi Polri tapi menekankan bahwa tantangan masih besar. Sinergi antara aparat hukum, pendidikan, keagamaan, ekonomi harus berjalan karena narkoba bukan soal satu sektor saja.

Intinya, ketika kita melihat narkoba hanya sebagai “kesalahan individu”, kita berisiko menutup mata terhadap akar yang lebih dalam, yaitu diterapkannya sistem hidup sekuler dalam kehidupan bernegara. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, yang mengejar konsumsi, yang sanksinya lemah, yang ekonomi dan sosialnya timpang itulah yang membuat narkoba tumbuh dan merajalela. 

Seperti yang dikatakan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani bahwa Islam bukan sekadar ritual, tetapi sistem hidup yang menyeluruh. Maka solusi kita pun harus menyeluruh, seperti perkuat iman individu, tegakkan sistem Islam secara kaffah, jalankan fungsi jawabir dan zawazir secara tegas.

Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update