TintaSiyasi.id -- Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) menawarkan perspektif spiritual dan etis dalam mengatasi krisis daya dukung bumi, yang berpusat pada dua larangan utama dalam Islam, yaitu israf (berlebihan) dan tabzir (pemborosan).
“HILMI menawarkan perspektif
spiritual dan etis dalam mengatasi krisis daya dukung bumi, yang berpusat pada
dua larangan utama dalam Islam, yaitu israf (berlebihan) dan tabzir
(pemborosan),” sebut HILMI dalam Intellectual Opinion No. 24 kepada TintaSiyasi.ID,
Senin (03/11/2025).
Menurut HILMI, konsep carrying
capacity secara moral memiliki padanan dalam Islam, yaitu menjaga
keseimbangan (tawazun), tidak berlebih-lebihan (i‘tidāl), dan
menegakkan keadilan (‘adl) dalam pemanfaatan sumber daya.
“Larangan israf dan tabzir, Islam
secara tegas melarang konsumsi energi dan pangan yang melampaui kebutuhan (israf)
serta pemborosan sumber daya untuk hal yang tidak bermanfaat atau merusak (tabzir),”
sebut HILMI.
HILMI mengutip Al-Qur’an surah Al-A‘rāf
ayat 31 yang memerintahkan manusia untuk makan dan minum, tetapi tidak
berlebih-lebihan.
“Keadilan distribusi sebagai
pilar ekologi solusi sistemis Islam sebagai kunci untuk menjaga daya dukung
bumi. Islam menyediakan mekanisme sosial seperti zakat, wakaf, larangan
monopoli, dan konsep hisbah (pengawasan pasar),” ungkap HILMI.
Mekanisme tersebut disebut HILMI sesuai
dengan Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 7 yang bertujuan untuk memastikan
keseimbangan distribusi, sehingga harta dan sumber daya tidak hanya beredar di
kalangan orang kaya saja.
“Kajian ini menyimpulkan bahwa kapasitas bumi akhirnya bergantung pada sejauh mana manusia mampu menahan diri dari israf dan tabzir, serta menegakkan keadilan dalam rezeki," HILMI menyimpulkan.
"Inti dari etika
ekologi Islam adalah membangun resiliensi sosial-ekologis, di mana manusia
boleh tumbuh jumlahnya, tetapi tidak boleh tumbuh keserakahannya,” tandas
HILMI.[] Rere
