×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

One Piece dan Potret Ketimpangan Sosial dalam Sistem Kapitalis

Selasa, 12 Agustus 2025 | 18:39 WIB Last Updated 2025-08-12T11:39:33Z

Tintasiyasi.id.com -- Viralnya aksi pengibaran bendera bajak laut One Piece dalam momen HUT ke-80 RI memunculkan berbagai respons dari pemerintah, termasuk anggapan bahwa tindakan itu sebagai bentuk pembangkangan. 

Namun, jika ditelaah lebih dalam, ekspresi tersebut muncul dari keresahan publik yang merasa kehidupan mereka tak kunjung adil meski negara telah lama merdeka (Kompas, 2025; Tempo, 2025). 

Simbol bajak laut tak serta-merta berarti pemberontakan, tapi justru sindiran tajam terhadap ketimpangan dan kemapanan yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
Tokoh utama One Piece, Monkey D. Luffy, dikenal sebagai bajak laut yang menolak ketidakadilan dan kerap membebaskan wilayah dari dominasi penguasa lalim.

Ia dan kelompoknya berani menghadapi World Government dan Tenryuubito, simbol kelas elite yang penuh arogansi dan penyalahgunaan kuasa. Sebaliknya, mereka justru menjadi pelindung masyarakat kecil dan lawan bagi kekuatan yang menindas. 

Gambaran ini menggambarkan situasi sosial Indonesia hari ini, di mana rakyat masih merasakan penindasan dalam berbagai bentuk meski telah hidup dalam negara merdeka.

Sebagai catatan, One Piece adalah karya legendaris mangaka Eiichiro Oda yang pertama kali rilis tahun 1997 melalui majalah Weekly Shonen Jump. Hingga 2025, serial ini telah menghasilkan lebih dari 1.090 episode anime dan 1.080 lebih bab manga. Salah satu filmnya, One Piece Film: Red (2022), mencatat rekor fantastis sebagai film terlaris di Jepang, meraih lebih dari 19 miliar yen. 

Manga ini telah terjual lebih dari 500 juta kopi di seluruh dunia, menjadikannya sebagai manga paling sukses sepanjang sejarah. Capaian luar biasa ini menjadikan One Piece lebih dari sekadar hiburan, melainkan representasi kuat dari semangat perlawanan terhadap ketidakadilan.

Narasi dalam One Piece

Mengangkat banyak isu struktural: penindasan, korupsi, ketimpangan, diskriminasi, serta dominasi elite yang merusak tatanan. Maka, ketika rakyat Indonesia mengibarkan simbol bajak laut ini, hal itu bisa dibaca sebagai ekspresi bawah sadar kolektif terhadap sistem kekuasaan yang sudah kehilangan legitimasi moral.

Fakta di lapangan memperlihatkan, meski Indonesia secara formal telah merdeka selama 80 tahun, banyak rakyat masih belum menikmati buah dari kemerdekaan itu. Harga kebutuhan pokok melonjak, lahan-lahan produktif dikuasai asing, dan layanan publik menjadi komoditas mahal.

Rakyat hanya menjadi penonton kebijakan yang dibuat untuk kepentingan pemodal. Keadaan ini sangat mencerminkan sistem kapitalisme yang memprioritaskan keuntungan elite dan mengabaikan hak rakyat banyak.

Kapitalisme sekuler menempatkan kekayaan sebagai ukuran keberhasilan, dan negara bertindak lebih sebagai fasilitator pasar ketimbang pelindung rakyat. Dalam sistem ini, demokrasi tak lebih dari alat legitimasi kebijakan elite. 

Masyarakat yang lemah ekonomi akan terus terpinggirkan dan tidak punya kuasa untuk memperjuangkan keadilan. Berbeda dengan itu, Islam menawarkan sistem hidup yang menyeluruh dan adil. Islam bukan sekadar agama pribadi, tetapi panduan kehidupan yang mengatur sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam sejarah Islam, pemimpin bukan penguasa absolut, melainkan pelayan umat. 

Kepemimpinan dalam Islam dibangun atas dasar takwa dan tanggung jawab di hadapan Allah SWT. Negara dalam sistem Islam bertugas mengurusi urusan rakyat, bukan menjual aset publik atau menyerahkannya ke pihak swasta. Khilafah Islamiyah, sebagai sistem pemerintahan yang pernah diterapkan secara nyata, menunjukkan bahwa keadilan sosial bisa ditegakkan tanpa harus tunduk pada sistem kapitalisme. 

Pemimpin seperti Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz merupakan teladan yang mengutamakan kesejahteraan umat dan menolak hidup mewah.
Kesadaran rakyat yang kini mulai tumbuh, walaupun dimulai dari simbol seperti bendera One Piece, harus diarahkan ke arah perjuangan ideologis.

Perubahan tidak akan datang hanya dari viralitas media sosial, tetapi memerlukan gerakan yang berpijak pada solusi mendasar: mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam yang menerapkan syariat secara menyeluruh (kaffah).

Perjuangan ini bukan sekadar perlawanan spontan, melainkan dakwah yang terstruktur dan berorientasi pada perubahan sistemik. Dakwah politik yang mendorong penerapan Islam sebagai solusi tatanan kehidupan akan menjadi jalan keluar dari berbagai krisis yang diciptakan oleh sistem buatan manusia.

Kemerdekaan hakiki tidak akan dirasakan selama sistem yang diterapkan masih kapitalisme sekuler. Hanya dengan kembali kepada Islam sebagai ideologi dan sistem kehidupan, umat akan benar-benar terbebas dari eksploitasi dan penindasan. Islam menjanjikan tatanan dunia yang adil, manusiawi, dan berorientasi pada maslahat seluruh rakyat, bukan hanya golongan tertentu.[]

Oleh: Prayudisti SP
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update