×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kapitalisme Menciptakan Kemiskinan Massal

Selasa, 05 Agustus 2025 | 12:00 WIB Last Updated 2025-08-05T05:00:50Z

Tintasiyasi.id.com -- Kemiskinan struktural yang diciptakan di negeri ini bagaikan fenomena gunung es. Seiring berjalannya waktu jumlahnya semakin besar. Upaya untuk menyelesaikannya pun seperti tambal sulam. Tidak menyentuh akar persoalan.

Alih-alih dikatakan turun, justru negara bersembunyi di balik progres semu melalui standar miskin yang tak sesuai realita. Kenyataannya,  kemiskinan tidak sekadar permainan angka tetapi masalah serius yang harus diselesaikan segera.

Berbicara dengan penurunan data kemiskinan yang dibuat oleh pemerintah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, meragukan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) soal data kemiskinan lantaran dinilai tak sesuai dengan realita di lapangan. 

Menurutnya, tingkat kemiskinan merupakan komoditas politik, sehingga pihaknya menanti komitmen pemerintah untuk mengganti standar yang ada. Sebelumnya, BPS mengumumkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 sebanyak 23,85 juta orang, setara 8,47 persen dari total penduduk pada September 2024. 

Angka itu turun 0,10 persen atau sekitar 200 ribu orang, jika dibandingkan dengan September 2024 yang mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 24,06 juta orang atau 8,57 persen dari total penduduk (tirto.id, 26/07/2025).

Jelas data ini hanya permainan politik belaka, pemerintah menurunkan standar miskin untuk memperbaiki citra penguasa dalam pengurusan kesejahteraan rakyatnya. Rp. 20000 per hari menjadi batas per kapita seseorang itu dikatakan miskin. 

Lalu, yang menjadi pemikiran selanjutnya bagaimana jika dalam sebuah keluarga yang bekerja alias yang berpenghasilan hanya seorang bapak dan harus memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang banyak. Tentu tidak bisa dibayangkan jika uang senilai 20 ribu itu cukup membiayai seluruh kebutuhan keluarga.

Mulai dari sandang, pangan dan papan. Hasilnya, ketika hajat itu tak terpenuhi dengan baik, tidak heran berseliweran kasus pencurian demi hanya mencari sesuap nasi. 

Selaras dengan yang disampaikan oleh tokoh di atas bahwa data yang ada tidak mampu mewakili realita yang ada di tengah masyarakat. Negara harusnya memastikan setiap individu terpenuhi segala kebutuhannya.

Bahkan bukan hanya sekadar urusan sandang, pangan dan papan. Tetapi lebih dari itu, masyarakat juga berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang gratis. Karena hal itu adalah hak rakyat yang semestinya dijamin oleh negara. 

Namun, di negeri yang menjalankan sistem kapitalisme ini, pengangguran meningkat kemudian ditambah lagi dengan adanya PHK besar-besaran. Dan herannya tenaga kerja asing malah terus berdatangan.

Di tengah lapangan kerja yang sempit, rakyat saling berhimpit untuk berebut pekerjaan. Sementara negara abai dan tak peduli. Mereka hanya menjadi pelayan para kapitalis dalam mencaplok negeri ini. 

Kekayaan alam dibabat habis dan nyaris tak bersisa. Kepentingan rakyat acap kali tak dihiraukan. Penguasa dalam kapitalis hanya bekerja untuk pengusaha bukan untuk rakyat.

Sehingga banyak kita jumpai hasil alam dikeruk habis-habisan dan alamnya rusak, ekosistem punah dan rakyatnya kehilangan sumber penghasilan dari alam. Rakyat hanya memperoleh imbas kerusakan alam yang tak jarang memakan korban.

Kemiskinan massal lahir dari pengelolaan negara yang rusak. Sistem kapitalisme yang dijalankan dalam negeri ini adalah pangkal persoalannya. Mengapa demikian, karena paham ini hanya menjamin kekayaan bagi segelintir orang tepatnya pihak pemodal yang bersekongkol dengan para penguasa. Slogannya ialah yang kaya semakin kaya dan yang miskin makin miskin. Siapa yang kuat dia bertahan dan yang lemah ia akan tumbang.

Tak jarang kita melihat banyak yang depresi sampai gantung diri. Dan biasanya karena terlilit utang. Lagi-lagi persoalan ekonomi yang dalam hal ini negara tak hadir untuk menyelesaikan penderitaan rakyat yang kian bertambah.

Tetapi sebaliknya, negara bahkan mengimpor barang secara besar-besaran di saat rakyat tengah panen raya dan harga bahan pokok naik saat sumber penghasilan terus dipersulit. Rakyat seperti dicekik dalam himpitan ekonomi yang serba payah.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang terintegrasi dari penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk bernegara. Negara Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok bagi warganya dan pemimpin di dalam Islam adalah pengurus dan pelayan bagi rakyat. 

Pengelolaan harta yang disimpan di dalam Baitul mal akan didistribusikan secara adil dan merata. Sumber penghasilan negara bukan dari pajak sebagaimana negara kapitalis, melainkan dari dua belas sumber yang salah satu diantaranya adalah hasil tambang yang dikelola oleh negara dan haram diberikan kepada swasta apalagi asing. 

Karena itu, wajarlah Islam pernah memimpin dunia selama 13 abad lamanya dan kesejahteraan masyarakat mercusuar di mana-mana sampai dicemburui oleh Barat, yang tengah berada pada masa yang kelam saat itu. 

Oleh karena itu, sudah seharusnya umat Islam mengambil jalan baru Islam untuk kebangkitan yang sempurna. Karena penderitaan manusia tak akan selesai sebelum kembali kepada aturan penciptanya, yakni Allah SWT. Wallahu'alam bishshawwab.[]

Oleh: Jumratul Sakdiah, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update