TintaSiyasi.id -- Dalam diam yang menyayat, dunia menyaksikan kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina; perempuan, anak-anak, orang tua tanpa daya dan tanpa perlindungan. Di balik angka statistik dan laporan-laporan yang tak berujung, ada tangisan manusia yang tak terdengar oleh mereka yang mengaku sebagai penjaga Hak Asasi Manusia (HAM). Dunia membisu, dan umat Islam kembali menjadi korban dari sistem global yang pilih kasih dan hipokrit.
Padahal, deklarasi HAM internasional menjanjikan perlindungan tanpa diskriminasi. Namun, janji itu sering kali tak berlaku untuk umat Islam. Dari Palestina hingga Uighur, dari Kashmir hingga Myanmar, umat Islam tampak terjebak dalam poros politik global yang menindas dan menindih. Dunia hanya gaduh jika pelanggaran HAM terjadi di belahan yang menguntungkan secara politik dan ekonomi di Barat. Selebihnya? Sepi, sunyi, senyap.
Lalu, pertanyaannya: sampai kapan kita berharap pada sistem yang cacat? Sampai kapan bergantung pada lembaga internasional yang terbukti selektif dalam empati dan tajam dalam standar ganda?
Sistem internasional saat ini dibangun bukan atas dasar keadilan hakiki, tetapi atas fondasi kekuatan politik dan hegemoni negara-negara besar. Keputusan-keputusan penting yang menyangkut nyawa umat Islam sering kali diblokade oleh veto, tunduk pada kepentingan geopolitik, atau bahkan diabaikan begitu saja.
HAM hanya menjadi alat dagang moralitas. Di satu sisi digembar-gemborkan, di sisi lain dicampakkan ketika tak menguntungkan. Umat Islam menyaksikan ini bukan hanya di Palestina, tapi di banyak penjuru dunia di mana identitas Islam menjadi beban dan ancaman bagi narasi kekuasaan global.
Solusi Tambal Sulam Tidak Cukup: Kita Butuh Sistem, Bukan Sekadar Simpati
Demonstrasi, petisi, donasi, dan seruan damai memiliki tempatnya. Namun, hingga kini, semua itu belum mampu menghentikan genosida di Palestina atau kezaliman di tempat lain. Karena masalahnya bukan sekadar pelanggaran teknis atau moral, tetapi sistemik.
Selama dunia dikendalikan oleh sistem kapitalis-sekuler yang meminggirkan nilai-nilai ilahiah dan mendewakan kepentingan material, maka keadilan akan tetap menjadi ilusi bagi umat yang tertindas.
Solusinya harus lebih dari sekadar empati ia harus berupa struktur kekuasaan yang mampu melindungi, membela, dan menegakkan keadilan atas dasar wahyu, bukan kepentingan.
Sistem politik Islam yang kaffah bukan hanya konsep idealistis, tetapi model peradaban yang pernah terbukti mengayomi jutaan manusia lintas agama dan etnis. Islam mengatur tidak hanya ibadah ritual, tetapi juga tata kelola pemerintahan, peradilan, ekonomi, dan hubungan internasional.
Kepemimpinan khilafah yang bertanggung jawab atas perlindungan umat, bukan hanya sebagai simbol administratif, tetapi pelindung sejati bagi kaum Muslim di manapun mereka berada. Hubungan luar negeri berbasis prinsip syariah, di mana aliansi ditentukan bukan oleh kepentingan ekonomi, tapi oleh keadilan dan kekuatan aqidah. Jihad sebagai instrumen pembelaan terhadap umat tertindas, bukan sebagai teror, tapi sebagai hak dan kewajiban untuk melindungi kehidupan. Persatuan umat, yang menyatukan potensi umat Islam lintas negara, membongkar sekat nasionalisme artifisial yang justru melemahkan posisi politik umat secara global.
Dengan sistem Islam, HAM tidak lagi bergantung pada lembaga dunia yang penuh kompromi, tetapi menjadi bagian integral dari syariah yang mewajibkan perlindungan jiwa, agama, akal, harta, dan kehormatan setiap individu tanpa pengecualian.
Dunia telah menunjukkan bahwa ia tidak bisa diandalkan untuk membela umat Islam. Maka tibalah waktunya bagi umat untuk tidak lagi menadahkan tangan, melainkan membangun sendiri sistem yang akan membela mereka. Islam bukan hanya agama ibadah ia adalah sistem hidup yang lengkap dan menyeluruh.
Kembalinya sistem Islam secara kaffah bukan mimpi utopis, tetapi kebutuhan mendesak. Untuk melindungi anak-anak Gaza, perempuan Rohingya, umat di Xinjiang dan setiap Muslim yang merintih dalam ketidakadilan, kita butuh sistem yang lahir dari wahyu dan keadilan sejati.
Dan satu-satunya sistem itu adalah: Islam yang kaffah. []
Oleh: A. Asis Aji
Aktivis Islam Ideologis