TintaSiyasi.id -- Saat ini kenaikan harga beras di sebagian besar wilayah Indonesia menembus angka Rp. 15.000/kg. Memang kenaikan harga beras terjadi secara bertahap tetapi saat ini daya beli masyarakat sangat lemah. Sementara pedagang beras tidak mampu berbuat banyak dan hanya sebatas menyampaikan, jika kenaikan harga beras yang terjadi setiap hari itu berasal dari supplier (pemasok).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap harga beras terus mengalami kenaikan di beberapa kabupaten/kota pada minggu kedua Juni 2025. (Bisnis.com, 16/06/2025)
Salah satu dampak bagi pedagang dengan naiknya harga beras tersebut adalah para pedagang mengakui tidak dapat mengambil banyak untung. Karena jika mematok harga yang lebih tinggi dari pedagang lain maka para pelanggan mereka akan lari dan pindah ke pedagang lain. Sedangkan dampak dari para pelanggan itu sendiri adalah mereka mengurangi jumlah pembelian, dikarenakan jumlah uang yang mereka miliki tidak mencukupi atau mencari alternatif lain, seperti makan singkong, jagung, keladi, dll.
Kondisi seperti ini membuat para ibu rumah tangga pusing bahkan stress mengatur keuangan. Mereka menganggap beras adalah kebutuhan yang utama. Jadi berapapun harganya tetap harus dibeli. Masyarakat merasakan bahwa kenaikan harga beras tidak terjadi kali ini saja, tetapi sudah beberapa tahun silam hingga saat ini. Namun harganya tidak kunjung turun. Sebenarnya apa yang terjadi?
Faktanya, Indonesia adalah salah satu negara penghasil beras terbesar dan Indonesia juga termasuk negara agraris. Yang mampu melakukan swasembada beras. Hanya saja ketika petani panen raya pemerintah malahan membuka keran impor selebar-lebarnya. Pemerintah seakan menganggap bahwa kenaikan harga beras merupakan hal yang sepele dan biasa. Padahal beras adalah kebutuhan pokok masyarakat Indonesia yang jika terjadi kenaikan harga, maka akan berpengaruh pada pengeluaran keluarga. Terutama keluarga yang tidak memiliki penghasilan tetap dalam pendapatannya bahkan terbatas.
Meskipun Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan penghasil beras yang cukup melimpah. Namun produksi beras Indonesia belum mencapai level yang diinginkan dan seringkali negara ini mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam. Semua ini disebabkan karena kurangnya dukungan dari pemerintah dalam pemberian subsidi seperti pupuk dan benih berkualitas. Bahkan pupuk yang disubsidi kualitasnya tidak sebagus pupuk non subsidi.
Selain faktor produksi, faktor distribusi juga turut mempengaruhi harga beras yang semakin mahal di Indonesia. Beberapa distributor beras menimbun beras untuk menciptakan kelangkaan dan menaikkan harga jualnya. Pasar beras di Indonesia didominasi oleh tengkulak (pedagang besar). Hal ini memicu permainan harga oleh tengkulak yang membuat harga beras naik karena pengaruh kekuatan pasar atau permintaan tinggi dari pembeli.
Praktek-praktek illegal dan tidak wajar seperti penimbunan beras dapat terjadi karena pelaku pasar yang cenderung memaksimalkan keuntungan. Bahkan gudang bulog diduga melakukan penyimpangan dalam pengelolaan yang berpotensi merugikan masyarakat. Bulog menampung dan menyimpan beras berton-ton bahkan sampai kualitas beras menurun tetapi belom didistribusikan ke warga. Bulog mengklaim stok beras melimpah untuk memperkuat ketahanan pangan. Tetapi faktanya rakyat kesulitan pangan disaat stok beras di gudang bulog melimpah bahkan jumlahnya mencapai 4,2 juta ton.
Beras ditumpuk terus digudang hingga bias diklaim sebagai stok terbesar sepanjang sejarah apa gunanya buat rakyat dan publik stok besar tapi harga melampui HET?” (Bisnis.com, 17/06/2025).
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia ( AEPI ) khudori menyebut sudah berbulan harga beras medium di atas harga eceran tertinggi ( HET ) secara nasional. Begitu pula dengan beras premium. Kondisi sulit seperti ini karena diterapkannya sistem yang tidak sesuai dengan yang Allah perintahkan.
Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk membuat kebijakan yang mengatur pasar dan menindak tegas praktik-praktik illegal yang merugikan masyarakat seperti melalui bulog (badan urusan logistic) dan kementrian pertanian melakukan pengawasan ketat terhadap distribusi beras, dari petani ke produsen, industri beras dan distributor. Namun dalam sistem saat ini kondisi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan cara yang demikian. Karena sistem yang rusak maka akan menghasilkan kebijakan yang menghancurkan. Itulah hasil dari penerapan sistem kapitalisme.
Sementara dalam ajaran islam, pemenuhan kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab negara bagi setiap individu karena itu pemerintah wajib memberikan subsidi, dukungan dan perlindungan bagi petani agar produksi beras meningkat guna memenuhi kebutuhan rakyat akan beras. Pemerintah juga harus mengatur jalannya perdagangan termasuk beras serta memberikan harga yang ditetapkan oleh permintaan dan penawaran, namun melarang praktik monopoli dan penimbunan komoditas.
Dalam sistem Islam, negara juga memastikan distribusi hasil pertanian berlangsung secara adil dan merata sekaligus memberikan dukungan yang nyata kepada para petani melalui fasilitas dan kebijakan yang berpihak. Negara tidak hanya sekadar menjamin ketersediaan sarana produksi, tetapi juga menciptakan iklim yang menguntungkan bagi petani agar mereka sejahtera dan termotivasi untuk terus menghasilkan inovasi. Dengan sistem yang di jalankan sesuai dengan syariat Islam kaffah, maka memberikan konep mendasar yang dapat membantu mengatasi masalah kenaikan harga beras sehingga akan terciptalah kebijakan yang tepat dan menuntaskan masalah. Sehingga harga beras dapat terkendali dan terjangkau oleh rakyat. Semoga semua itu dapat terealisasi. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Sandrina Luftia
Aktivis Muslimah