TintaSiyasi.id -- Peringatan 1 Muharram sebagai awal tahun dalam kalender Hijriah mengandung makna mendalam dan menjadi saat yang tepat untuk refleksi spiritual serta memperkuat keimanan seorang Muslim. Selain itu, merupakan waktu yang dianjurkan untuk melaksanakan ibadah puasa bagi umat Islam. Puasa di bulan ini pun dinilai memiliki keutamaan lebih tinggi dibanding puasa lainnya setelah Ramadan.
Merujuk pada Kalender Hijriah Indonesia tahun 2025, tanggal 1 Muharram 1447 H bertepatan dengan hari Jumat, 27 Juni 2025. Tanggal ini sekaligus menjadi titik awal pergantian tahun dari 1446 ke 1447 Hijriah dan diperingati oleh umat Islam sebagai Tahun Baru Islam.
(https://m.antaranews.com, 21-06-2025)
Muharram di Tengah Keterpurukan
Setiap peringatan 1 Muharram atau Tahun Baru Islam senantiasa dikaitkan dengan momentum memperbaiki diri dari tahun-tahun sebelumnya. Bagi umat Islam, Tahun Baru Islam bukan sekadar perayaan tahunan. Namun, di penghujung tahun inilah menjadi waktu yang pas untuk memperbaiki diri agar tahun berikutnya menjadi lebih baik. Namun, menjadi lebih baik seharusnya tidak perlu menunggu pergantian tahun, sebab tahun berganti pun belum tentu kita masih hidup di tahun berikutnya. Telah diketahui bahwa tak sedikit yang melakukan introspeksi diri ketika Tahun Baru Masehi. Apalagi di Tahun Baru Islam, sudah semestinya umat Islam melakukan muhasabah.
Pada Tahun Baru Islam ini, sayangnya umat Islam hidup di tengah berbagai persoalan. Mengalami keterpurukan dan jauh tertinggal dari negara lain. Kemiskinan kian meningkat, korupsi, utang negara yang membengkak, remaja tawuran dan seks bebas yang kian merajalela, pendidikan dan kesehatan yang kian mahal, sumber daya alam dirusak dan diserahkan kepada asing, serta sederet problem negeri yang tak kunjung membaik dari tahun ke tahun. Pun, umat Islam di belahan dunia semakin terjajah. Di Gaza, Palestina, masih terus terjadi genosida selama sembilan bulan lamanya di tengah pengkhianatan penguasa negeri-negeri muslim. Telah nyata diamnya penguasa Arab dan matinya rasa kemanusiaan. Tak ada yang mampu menolong umat Islam di Gaza, kecuali hanya mengecam dan mengutuk.
Karenanya, Tahun Baru Islam harus menjadi momen introspeksi diri bagi umat Islam di seluruh dunia, yaitu peristiwa hijrah yang menjadi titik awal mengembalikan kemuliaan umat Islam sebagai khayru ummah (umat terbaik). Sebab, hari ini predikat sebagai khayru ummah justru tak tampak. Sebaliknya, kemuliaan dan kehormatannya dihina dan dilecehkan di mata dunia. Sementara itu, umat muslim sendiri bahkan tak mampu membela dan menyelamatkan nyawa saudaranya sendiri, karena sekat nasionalisme yang rapuh. Para penguasa muslim berkutat dengan problem dalam negerinya. Alih-alih memberi pertolongan, justru mereka bersekutu dengan negara imperialis Amerika dan Zionis Yahudi. Sungguh menyayat hati.
Hal ini disebabkan oleh penerapan sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak dijadikan sebagai pandangan hidup seorang muslim dalam menjalani kehidupan, sebaliknya agama dijadikan sebatas ibadah ritual. Alhasil, umat Islam mengalami kemunduran demi kemunduran dalam segala bidang. Karenanya, untuk mengawali Tahun Baru 1447 H ini, setiap muslim penting untuk melakukan evaluasi. Bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga terhadap kondisi umat saat ini. Pentingnya mencari solusi menuju jalan kemuliaan, yaitu menjadi umat terbaik khayru ummah.
Menjadi Khayru Ummah dengan Islam Kaffah
Firman Allah Swt. dalam TQS. Ali ‘Imran ayat 110:
"Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Ayat di atas tentu menjadi berita gembira bagi umat muslim, yaitu barang siapa yang memiliki sifat tersebut dari kalangan umat ini, berarti dirinya termasuk orang yang terpuji. Seperti yang diriwayatkan oleh Qatadah, “Telah sampai suatu berita kepada kami bahwa ketika Khalifah Umar ibnul Khattab ra. sedang melakukan salah satu ibadah haji, ia melihat adanya gejala hidup santai pada orang-orang. Lalu ia membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya: 'Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.'”
Adapun umat Islam menjadi khayru ummah jika memenuhi dua syarat, yakni amar makruf nahi munkar dan beriman kepada Allah Swt. Ibnu Katsir menafsirkan orang-orang yang memiliki sifat amar makruf nahi munkar adalah orang-orang yang memiliki sifat terpuji. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki sifat ini dinilai mirip seperti Ahlul Kitab yang dicela Allah Swt.
(muslimahnews.net, 21-02-2023)
Dari itu, umat Islam harus merenungkan kembali akar penyebab keterpurukan umat Islam, yaitu karena makin jauhnya umat Islam dari aturan Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya dalam TQS. Thaha ayat 124:
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta."
Maka, satu-satunya cara untuk meraih kembali kemuliaan umat Islam adalah dengan kembali hijrah menuju ketaatan pada Allah Swt. melalui penerapan Islam secara kaffah. Satu-satunya yang mampu melaksanakan hal tersebut adalah sebuah negara Islam bernama Khilafah Islamiyah. Khilafah Islamiyah merupakan institusi yang akan menjadi junnah (pelindung) bagi umat Islam di dunia. Namun, sayangnya, hal inilah yang belum dipahami oleh umat Islam hari ini. Betapa umat Islam butuh seorang pemimpin (khalifah) yang akan menjamin keamanan hidupnya di dunia dan akhirat.
Umat Islam perlu menyadari hakikatnya sebagai muslim, yaitu memiliki kewajiban menerapkan aturan Allah Swt., yakni syariat Islam. Umat Islam harus memperjuangkannya hingga benar-benar tegak atas izin Allah Swt. Hanya saja, kesadaran ini harus dibimbing oleh jamaah dakwah yang tulus dan istiqamah berjuang di jalan Allah Swt. Jamaah dakwah yang dimaksud adalah kelompok ideologis yang berjuang demi tegaknya Islam kaffah di muka bumi ini. Saatnya umat muslim di dunia hijrah menyambut seruan ini, agar umat dapat meraih kemuliaannya kembali menjadi khayru ummah sebagaimana kala Islam diterapkan.
Wallahu a‘lam bish-shawab.