Ia menyebutkan kelima potensi tersebut yakni pasar
atau demografi, SDM (sumber daya manusia), sumber daya alam (SDA), sumber daya
teknologi, kemudian sumber daya ajaran.
"Dunia Islam bersatu bukan paksaan tetapi
kewajiban. Potensi kekuatan jika bersatu itu pasar, SDM, SDA, sumber daya
teknologi, kemudian yang luar biasa lagi sumber daya ajaran dan ini tak
tertandingi," ujarnya di kanal YouTube UIY Official; Negosiasi Tarif:
Indonesia Kalah, AS Menang Banyak?, Senin (21/07/2025).
Lanjutnya, UIY menjelaskan potensi pasar atau
demografi umat Islam sangat besar yakni mencapai sekitar 2 miliar. “Jumlah
tersebut menunjukkan keseluruhan kekuatan umat Islam dan menjadi potensi
kekuatan ketika umat Islam bersatu,” ujarnya.
"Umat Islam itu marketnya sangat besar. SDM luar
biasa, ada banyak ahli-ahli dalam dunia Islam itu yang sekarang dipakai oleh Boeing, Apple, Tesla oleh industri yang hi-tech
saat ini. Dari India, Pakistan, bahkan ada dari Palestina," ungkapnya.
Selain itu, ia memaparkan, dari sumber daya alam dunia
Islam memiliki kekuatan yang sangat besar, minyak dan gas bumi menjadi senjata
utamanya dalam melakukan perlawanan politik. “Hal itu pernah dilakukan untuk
menekan waktu perang tahun 1970-an,” paparnya.
"Waktu itu ada embargo ke dunia Barat di bawah
kepemimpinan Raja Faisal. Luar biasa, sampai Eropa harus menggilir kendaraan. Mobil
itu ganjil genap seperti Jakarta, saking tidak ada bahan bakar. Jalan-jalan
Prancis digambarkan lengang, banyak pesawat komersil tidak dapat terbang karena
kekurangan minyak," terangnya.
Namun, kondisi di Eropa kala itu membuat Amerika
Serikat (AS) mengantisipasi jika kejadian serupa kembali terulang. “Alhasil, AS
membanun tangki-tangki BBM di bawah tanah cukup untuk tiga bulan,” ungkapnya.
"Tiga bulan waktu yang cukup diperlukan untuk
membongkar embargo jika itu terjadi lagi. Itu menunjukkan secara faktual
bagaimana dunia Islam memiliki kekuatan luar biasa. Itu belum bersatu dan baru
digalang oleh Raja Faisal udah seperti itu, bagaimana kalau kita memiliki
persatuan yang hakiki," imbuhnya.
Lebih lanjut, terakhir ia menekankan yang terpenting
dan luar biasa yakni sumber daya ajaran. “Dunia saat ini tengah krisis nilai,
terjadi kebingungan nilai-nilai seperti apa yang harus dibangun untuk tatanan
kehidupan,” bebernya.
"Disaat mereka semakin skeptis terhadap
nilai-nilai yang ada, nilai-nilai agama lantas nilai agama apa yang dipakai?”
sebut Ustaz Ismail.
Ia menjelaskan jika mereka sudah skeptis terhadap kristiani,
judism, apalagi terhadap teologis lain-lain.
“Mereka kehilangan nilai-nilai untuk membangun
pernikahan yang benar, kepercayaan yang sangat tinggi, membangun nilai dalam
keluarga, penghormatan anak kepada orang tua, hubungan orang tua kepada anak,
kemudian hubungan antar manusia, bahkan sekarang mereka kehilangan arah
terhadap pernikahan, apakah pernikahan harus lawan jenis ataukah boleh sejenis
itu kan kekacauan luar biasa," jelasnya.
Hal itu, sambungnya, tidak bisa dipenuhi atau dicukupi
sistem nilai yang ada saat ini. “Nah, di situlah sebenanrya kekuatan dunia
islam dengan ajaran Islam. Tentunya ini risalah ilahiah, risalah paripurna,”
tandasnya.
“Tanpa persatuan, nilai-nilai yang agung ini hilang
dari kenyataan karena tak terimplementasi secara nyata, kalaupun ada itu bagian
dari kultur atau budaya, bukan sebagai tatanan politik yang memang sengaja
diadopsi oleh sebuah negara. Katakanlah sebuah negara yang bisa mencorong jadi
mercusuar bagi kebaikan yang bisa dilihat oleh manusia diseluruh muka
bumi," pungkasnya.[] Taufan