Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Guru dan Pendidikan Karakter di Era Krisis Moral

Rabu, 16 Juli 2025 | 19:06 WIB Last Updated 2025-07-16T12:07:33Z
TintaSiyasi.id -- Pendahuluan. Di tengah arus globalisasi yang deras dan kecanggihan teknologi digital yang menguasai hampir seluruh aspek kehidupan, dunia pendidikan menghadapi tantangan besar: krisis moral generasi muda. Nilai-nilai luhur seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, dan integritas perlahan terpinggirkan oleh budaya instan, individualisme, dan hedonisme yang kian merajalela. Dalam konteks inilah, peran guru sebagai agen pendidikan karakter menjadi sangat krusial dan tidak tergantikan.

Pendidikan karakter bukan sekadar pelajaran tambahan atau pengisi waktu luang. Ia adalah inti dari pendidikan itu sendiri. Seperti kata Ki Hajar Dewantara:

“Tujuan pendidikan ialah memerdekakan manusia secara lahir dan batin.”
Dan kemerdekaan batin itu hanya mungkin jika karakter luhur ditanamkan sejak dini dan dijaga terus hingga dewasa,".

Krisis Moral: Gejala dan Dampaknya

Krisis moral hari ini terlihat dalam banyak fenomena sosial:

Kenakalan remaja yang meningkat dari tahun ke tahun.

Budaya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial yang melibatkan pelajar.

Korupsi dan manipulasi bahkan di tingkat pelajar atau mahasiswa.

Ketidaksopanan, hilangnya etika, dan rendahnya empati terhadap sesama.

Krisis ini bukan hanya masalah individu, tetapi krisis peradaban. Ketika karakter generasi muda lemah, maka, masa depan bangsa pun rapuh. Pembangunan fisik tanpa pembangunan moral hanya akan melahirkan masyarakat yang maju secara teknologi, tetapi miskin secara ruhani.

Guru: Pilar Peradaban yang Terabaikan

Guru bukan sekadar pengajar, tetapi pendidik jiwa. Seorang guru sejati tidak hanya mentransfer ilmu, melainkan menanamkan nilai dan keteladanan. Dalam Islam, guru adalah penerus tugas para nabi:

“Innamâ bu‘itstu li utammima makârimal akhlâq”
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” 
(HR. Ahmad).

Namun, dalam realitas modern, guru sering kali dibebani dengan administrasi, target kurikulum, dan tuntutan evaluasi akademik yang membuat pendidikan karakter menjadi sekunder. Belum lagi tantangan dari rumah dan masyarakat yang tak lagi harmonis.

Maka pertanyaannya: masihkah guru bisa membentuk karakter dalam realitas seperti ini?

Jawabannya: Ya, jika guru kembali pada jati dirinya sebagai pendidik nilai, bukan sekadar pengajar informasi.

Membangun Pendidikan Karakter: Peran Strategis Guru

1. Keteladanan Moral (Uswah Hasanah)

Karakter tidak bisa diajarkan hanya lewat teori. Ia harus ditanam melalui keteladanan hidup. Guru yang jujur, sabar, bertanggung jawab, dan penuh kasih akan lebih efektif membentuk murid daripada seribu nasihat.

Seperti kata pepatah Arab:

“Ats-tsamru yantiqu bi af‘âli, lâ bi aqwâli.”
“Buah dari pendidikan terlihat dari tindakan, bukan hanya ucapan.”

2. Pendidikan yang Personal dan Relasional

Guru yang membangun hubungan hati dengan murid akan mampu mengarahkan bukan hanya perilaku, tetapi juga cara berpikir dan rasa. Ketika anak merasa dihargai dan dicintai, maka mereka akan lebih mudah menerima nilai.

3. Integrasi Nilai dalam Setiap Pelajaran

Pendidikan karakter bukan hanya tugas guru PPKN atau agama. Guru matematika, fisika, bahkan olahraga pun bisa menanamkan nilai: disiplin, kejujuran, kerja keras, sportivitas, dan lainnya.

4. Kolaborasi dengan Keluarga dan Komunitas

Guru tidak bisa bekerja sendiri. Karakter dibentuk secara komunal: sekolah, rumah, dan masyarakat harus seiring sejalan. Maka, guru perlu membangun sinergi komunikasi dengan orang tua dan lingkungan sekitar.

Mendidik di Era Digital: Tantangan dan Solusi

Di era digital, siswa lebih mudah terpapar konten negatif daripada nilai-nilai mulia. Mereka lebih mendengarkan influencer TikTok daripada guru di kelas. Maka, guru harus melek digital dan mampu menghadirkan nilai dalam ruang digital.

Beberapa solusi konkret:

Membuat konten edukatif dan inspiratif di media sosial.

Menggunakan cerita, film, dan multimedia untuk menyampaikan nilai moral.

Menjadikan diskusi moral sebagai bagian dari kegiatan belajar.

Memberikan tantangan berbasis proyek sosial yang menumbuhkan empati dan tanggung jawab.

Karakter Sebagai Investasi Bangsa

Negara maju bukan hanya dibangun dengan teknologi, tapi juga karakter warganya. Jepang, misalnya, pasca-perang dunia, bangkit bukan karena senjata, tetapi karena pendidikan karakter yang kuat. Mereka menanamkan prinsip seperti disiplin, tanggung jawab, dan rasa malu jika berbuat salah.

Indonesia pun bisa bangkit dari berbagai krisis jika pendidikan karakter ditanamkan sejak dini. Dan semua itu dimulai dari guru yang sadar akan peran strategisnya.

Penutup: Guru Pembentuk Generasi Cahaya

Krisis moral bukan akhir dari segalanya. Justru inilah momen kebangkitan baru pendidikan. Ketika dunia gelap karena rusaknya nilai, maka guru-lah yang harus menjadi pelita. Menjadi suluh yang menerangi jalan anak-anak menuju masa depan yang bermakna.

Sebagaimana kata Imam Malik rahimahullah:

“Perbaikan generasi akhir umat ini tidak akan terjadi kecuali dengan apa yang telah memperbaiki generasi awal.”

Generasi awal dibentuk oleh guru kehidupan, bukan hanya pengajar kurikulum. Maka marilah para guru, kita bangkit. Kembali kepada jiwa pendidikan sejati, menanamkan iman, akhlak, dan kemuliaan, demi membentuk generasi berkarakter dan beradab.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si
Pengamat Pendidikan dan Penggerak Literasi ruhani

Opini

×
Berita Terbaru Update