“Islam itu melarang memandang kebutuhan kesehatan itu
sebagai masalah ekonomi. Ini menguntungkan ataukah tidak?” ujarnya dalam kanal Youtube
Muslimah Media Hub (MMC) berjudul Pelayanan Kesehatan Gratis,
Berkualitas, Mungkinkah?, Sabtu (05/07/2025).
“Bahkan Islam itu mengharamkan ketika kebutuhan dasar
termasuk kesehatan yang kita sebut dengan mashalih atau marafik jamai
itu haram untuk diprivatisasi, dibisniskan gitu,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan bahwa menurut Islam layanan kesehatan
itu bersifat sistemis dan perubahan ke atasnya tidak mungkin dilakukan melalui gejala,
melainkan dengan perubahan sistem paradigmatis.
“Islam itu layanan kesehatan sistemis, bukan teknis.
Kalau kita sekarang melihat rendah kualitas layanannya, ketimpangan daerah,
kurang insentif dan dokter spesialis, dan lain-lain misalkan. Itu gejala dari
sistem kesehatan yang hari ini keliru,” lugasnya.
Ustazah Ratu menegaskan jika hal itu hanya gejala,
bukan akar masalah. “Paradigma sistem kesehatan sekuler kapitalis ini
menetapkan bahwa kesehatan itu harus menguntungkan, harus jadi barang
komoditas,” ujarnya.
Ia menerangkan bahwa layanan kesehatan dan pengobatan
itu adalah ibadah, karena itu perintah dari Allah Swt., tidak boleh diabaikan, dan
merupakan fardu daulah. “Itu sebuah kewajiban bagi negara dan bukan barang
dagangan seperti mana yang dilakukan oleh negara sekuler kapitalis,” tandasnya.
“Ada landasan hukum syaraknya, ada dalil yang menunjukkan bahwa layanan kesehatan dan
pengobatan itu harus dilaksanakan, dan itu perintah syarak. Maka akan ada
kesadaran hal ini adalah bentuk ibadah, bentuk pengabdian dari para pemimpin
dan pekerja, yang terkait dengan layanan kesehatan sehingga mereka melayani itu
sebaik mungkin, ikhlas, berharap rida Allah, tetapi juga negara tidak
mengabaikan kebutuhan para tenaga medis ini,” tuturnya.
Dasar Kesehatan Islam
Ustazah Ratu membeberkan prinsip-prinsip dan dasar
layanan kesehatan Islam berdasarkan hukum syarak. “Pertama, pelayanan
kesehatan itu harus merata,” sebutnya.
“Kalau di dalam Islam baik dia pejabat maupun rakyat
biasa, baik anak-anak maupun dewasa, bahkan tidak membedakan agama begitu jenis
kelamin, ras, dan seterusnya. Nah, ini saya kira harus dipahami. Jadi gambaran
meratanya seperti itu,” ungkapnya.
Kedua, berkualitas dan kompeten dari segi
SDM, peralatan yang lengkap, dan obat yang terbaik.
“Berkualitas itu jumlah layanan yang diberikan sesuai
dengan yang diperlukan. Kalau membaca tarikh khilafah di dalam riayah
kesehatan itu memang diberitakan bahkan oleh non-Muslim itu rumah bahkan ada
satu distrik di Bahgdad, memang tanah wakaf yang khusus diperuntukkan bagi
pelayanan perawatan yang sakit. Jadi gedungnya itu megah,” terangnya.
Ketiga, layanan kesehatan itu gratis dan
tidak boleh ditentukan oleh finansial rakyat.
“Jadi selama mereka dalam perawatan, tidak membayar apa pun dengan fasilitas yang
terbaik bahkan kemudian pulang ketika mereka sembuh dari perawatan itu dibekali
uang, supaya dia ada pada masa rehabilitasi, jangan bekerja dulu, jangan sampai
jatuh sakit lagi. Jadi dibekali untuk bekal kehidupannya,” ungkapnya.
Ia turut menjelaskan pelayanan kesehatan dalam sistem
Islam atau negara Islam itu bisa berjalan tanpa menjadikan pajak, iuran, atau
pembayaran harga oleh pasien itu.
“Aspek yang ditanggung jawab oleh negara itu tidak bertumpu
pada pungutan langsung dari rakyat. Seperti sekarang terjadi dari pajak,
misalkan di negara-negara Eropa, pajak rakyat itu tinggi dan itu dikembalikan
dalam bentuk pelayanan kesehatan yang berkualitas atau kemudian dikompensasi
dengan harga layanan,” tuturnya.
Ia menyimpulkan bahwa di masa kejayaan sistem Islam,
sumber-sumber pemasukan baitulmal Daulah Islam itu adalah sumber tetap dan
digunakan sebaiknya untuk memberikan layanan terbaik bagi umat.
“Harus kita upayakan sebagai sebuah respons atas
perintah dari hukum syarak untuk menggunakan semua kekayaan dan potensi SDM
kita itu untuk memberikan layanan terbaik, bukan hanya untuk umat Islam tapi
juga untuk kehidupan kemanusiaan,” pungkasnya.[] Rahmah